Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten Media Partner
Halaqah Ajengan Anom se-Jabar di Garut: Pentingnya Kiai Berpolitik
11 Januari 2025 17:55 WIB
ยท
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Garut - Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Barat kembali melaksanakan Halaqah Siyasah dan Harokah Santri pada Jumat, 10 Januari 2025.
ADVERTISEMENT
Halaqah Siyasah dan Harokah Santri Volume 2 ini dilaksanakan di Pondok Pesantren (Ponpes) Hidayatul Faizien (Pesantren Urug Nanggoh Desa Cikedokan, Bayongbong, Garut diikuti para ajengan anom se-Jabar.
Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua DPW PKB Jabar, Syaiful Huda, Wakil Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jabar, KH. Abubakar, Sekretaris DPW PKB Jabar, Acep Jamaludin, Wakil Ketua DPW PKB Jabar, Oleh Soleh, Ketua Panitia, KH. Aceng Malki, Fraksi PKB DPRD Jabar, dan Fraksi PKB DPRD Garut.
Turut hadir pula pembicara, KH. Hasan Syukri Zamzam Mahrus dari Ponpes Lirboyo, KH. Abdusalam Shohib dari Ponpes Mambaul Maarif Denanyar, Gus Faris dari Ponpes Buntet, dan KH. Aceng Abdul Mujib dari Ponpes Fauzan.
Gerakan Dakwah dan Politik dalam Tradisi Aswaja Annahdiyah
Dalam sambutannya Ketua DPW PKB Jawa Barat Syaiful Huda menyampaikan bagi aswaja annahdiyah gerakan dakwah dan gerakan politik bagi PKB tidak dapat dipisahkan
ADVERTISEMENT
"Tradisi aswaja annahdiyah adalah tradisi Islam yang luhur, karenanya dengan menggerakkan tradisi aswaja annahdiyah insyaaloh pertarungan politik PKB ke depan. Menggerakkan tradisi adalah napas perjuangan kita di PKB Jawa Barat," kata Syaiful Huda.
"Merebut kemenangan lewat politik adalah jalan terbaik untuk menjaga kehormatan aswaja annahdiyah. Karena itu langkah kita menyatukan gerakan Islam dan gerakan politik yang dilakukan PKB adalah jalan terbaik," sambung dia.
Pentingnya Kiai Berpolitik
Dalam kesempatan itu, KH. Abdussalam Shohib atau Gus Salam menekankan pentingnya para kiai untuk mengerti politik, sehingga kiai tidak selalu menjadi objek dalam arena politik
"Kiai harus tau politik, kalau tidak nanti akan dipolitik itu dawuh kiai Mahrus, kalau saya menerjemahkannya secara ekstrem bahkan kiai itu fardlu ain ngerti politik," ujar Gus Salam.
ADVERTISEMENT
Gus Salam juga mengucapkan selamat kepada DPW PKB Jabar atas pencapaiannya dalam pemilihan legislatif dan Pilkada serentak 2024 kemarin.
"Selamat kepada DPW PKB Jawa Barat yang paling pesat perkembangannya baik di dalam pileg maupun pilkada serentak. Mendapat kepemimpinan itu adalah suatu hal yang penting di hari ini sebagai bentuk perjuangan kita dan dakwah kita," jelas dia.
Selain itu Gus Salam menjelaskan bahwa dakwa keagamaan sebagaimana yang dilakukan oleh para ajengan anom harus memiliki kebanggaan.
"Dakwah keagamaan tanpa dilandasi dengan kebanggaan, kebanggaan itu salah satunya berpartai, tanpa kebanggaan kepada sesuatu yang kita dakwahkan tidak akan sempurna," imbuhnya.
Politik Sebagai Instrumen Penentu Kebijakan
Sementara itu, KH. Aceng Abdul Mujib atau Ceng Mujib menyampaikan pentingnya politik sebagai instrumen yang menentukan kebijakan untuk hajat masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Hanya dengan kebijakan, Garut dari termiskin bisa jadi terkaya jika punya penentu kebijakan orang yang berpihak pada santri. Apa pun tanpa politik tidak bisa, tidak ada satu pun kebijakan yang tidak dipengaruhi politik, tidak ada," jelas dia.
Ia juga mengajak para ajengan anom untuk melanjutkan perjuangan dan harapan Mbah Hasyim, perjuangan dan harapan wali songo, perjuangan dan harapan Mbah Wahab Hasbullah.
"Beliau-beliau ingin mengantarkan Indonesia bukan hanya menjadi kaya, bukan hanya terjadi pemerataan tetapi ingin Indonesia menjadi baldatun thoyibatun warrabun ghofur," tegas dia.
"Saya yakin jika PKB menjadi partai penguasa di Indonesia akan bisa memegang amanah karena kader PKB, pengurus PKB adalah murni kader NU yang mencintai terhadap Mbah Hasyim, Mbah Wahab, dan para wali-wali terdahulu," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Khittah NU 1926 dan Konsensus Kebangsaan Para Kiai NU
Selanjutnya, Gus Faris dari Ponpes Buntet Cirebon menerangkan tentang konsensus kebangsaan yang diterima oleh para kiai dan para ulama NU yaitu empat pilar kebangsaan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI yang mana semuanya diatur oleh politik.
"Khittah NU 1926 ini tidak boleh menjadikan NU sebagai partai politik, tetapi NU harus tetap berkolaborasi dengan politik kenapa? Karena konsensus kebangsaan kita diatur menggunakan politik. Kalau kita tidak terlibat dalam dinamika politik tersebut maka aspirasi politik kita akan diwakilkan kepada orang lain," pungkas dia. (*)