Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Kajian BMK se-Jawa-Madura soal Hukum Sumpah Pocong hingga Asuransi TPL
3 Oktober 2024 19:54 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com-Bahtsul Masail Kubro (BMK) se-Jawa dan Madura kembali digelar di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Kautsar, Kabupaten Kuningan, selama dua hari, Rabu-Kamis (2-3/10). Acara yang merupakan bagian dari peringatan Maulid Nabi dan Haul KH M Nashihin Amin ke-5 ini, bekerja sama dengan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Dalam forum tersebut, para peserta dari berbagai pesantren di Jawa dan Madura membahas berbagai persoalan hukum yang muncul di masyarakat, dengan fokus pada pandangan fikih. Salah satu topik utama adalah asuransi Third Party Liability (TPL) dan maraknya penggunaan sumpah pocong dalam penyelesaian masalah.
TPL dan Asuransi Wajib
Salah satu tema yang dibahas di Komisi A adalah kewajiban asuransi TPL bagi kendaraan bermotor, yang diperkirakan akan diterapkan pemerintah pada 2025. Asuransi ini akan menanggung risiko tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga.
Menurut, pengasuh Ponpes Al-Kautsar, Kiai Ahmad Fauzan, diskusi ini menimbang kepentingan pengemudi dan industri asuransi.
“Kami membahas apakah asuransi ini lebih menguntungkan pengemudi atau justru hanya menguntungkan industri,” ujar Kiai Fauzan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Komisi A juga membahas tema lain, seperti dampak ebook ilegal dan fenomena penggunaan kostum Santa saat perayaan kemerdekaan.
Kontroversi Sumpah Pocong
Komisi B mengkaji empat tema, termasuk fenomena “Maraknya Main Hakim Sendiri, Sumpah Pocong Jadi Solusi.”
Tim Ahli LBM PWNU Jabar, Kiai Ahmad Mutohar, menjelaskan bahwa sumpah pocong sering dianggap sakral untuk membuktikan keterlibatan seseorang dalam sebuah kasus, bahkan dipercaya membawa kutukan jika ikrar yang diucapkan tidak jujur.
“Sumpah ini diyakini punya dampak di dunia hingga akhirat, dan dianggap sebagai bukti keterlibatan atau ketidakbersalahan,” ungkap Kiai Mutohar.
Namun, setelah kajian mendalam, disimpulkan bahwa praktik sumpah pocong bisa dibenarkan dalam batas-batas tertentu dalam ajaran syariat Islam. Meski begitu, berbagai tambahan dalam prosesi ini, seperti taglidz (pemberatan sumpah), harus dipahami sebagai bentuk kehati-hatian, bukan sebagai unsur yang membawa malapetaka.
ADVERTISEMENT
“Segala musibah yang menimpa pelaku sumpah pocong harus diyakini sebagai takdir Allah SWT, bukan akibat sumpah itu sendiri,” tegas Kiai Mutohar, menambahkan bahwa prosesi ini tetap harus dilakukan oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam kasus.
Selain sumpah pocong, Komisi B juga membahas tema lain seperti pro-kontra tentang kemampuan Indigo, kremasi jenazah non-Muslim, dan masalah joki tugas online.
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pandangan hukum yang lebih jelas bagi masyarakat, serta mencegah praktik main hakim sendiri yang sering terjadi di lapangan.(*)