Konten Media Partner

Ketipu Proyek Fiktif Miliaran, Pengusaha Cirebon Minta Kejaksaan Segera Eksekusi

13 November 2023 22:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kuasa hukum korban dugaan kasus penipuan proyek fiktif, Hetta Mahendarti Latumeten menunjukkan salinan petikan putusan MA. Foto: Tarjoni/Ciremaitoday
zoom-in-whitePerbesar
Kuasa hukum korban dugaan kasus penipuan proyek fiktif, Hetta Mahendarti Latumeten menunjukkan salinan petikan putusan MA. Foto: Tarjoni/Ciremaitoday
ADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Cirebon-Korban dugaan kasus penipuan proyek fiktif miliaran rupiah oleh insinyur pensiunan ASN inisial BH, Oyo Sunaryo Budiman seorang pengusaha asal Cirebon meminta kejaksaan segera mengeksekusi dan melaksanakan petikan putusan dari Mahkamah Agung (MA).
ADVERTISEMENT
"Kami memohon berdasarkan petikan dari Mahkamah Agung yang telah kami terima, kami memohon kepada pihak kejaksaan sebagai eksekutor perkara pidana untuk segera mengeksekusi dan melaksanakan putusan dari Mahkamah Agung tersebut," ujar kuasa hukum korban, Hetta Mahendarti Latumeten kepada wartawan saat menggelar konferensi pers di Cirebon, Senin (13/11).
"Pak Bebi belum di eksekusi dan saat ini posisinya jadi tahanan kota," sambungnya.
Hetta menerangkan, ada dua poin terkait isi petikan putusan tersebut, pertama menolak permohonan kasasi dari terdakwa atau terduga pelaku inisial BH. Kedua, memberatkan hukuman pidana kepada terdakwa dari 1 tahun menjadi 2 tahun pidana penjara.
Kronologi awal kasus tersebut, kata Hetta, yakni awalnya terjadi pada tahun 2018 lalu, di mana saat itu kliennya telah ditawari kerja sama pekerjaan proyek di Palembang oleh BH. Bahkan dalam aksinya, untuk lebih meyakinkan korban, BH pun mencatut nama perusahaan PT Waskita Karya.
ADVERTISEMENT
"Dengan nilai proyek Rp 71 miliar. Hanya saja, dengan berjalannya waktu beliau (BH) ingin minta didanai oleh pak H Oyo secara bekerja sama untuk itu dengan nama PT dari Pak H Oyo. Bahkan dari pihak pak Bebi juga memberikan bukti-bukti dengan seolah olah bukti perjanjian kerja sama dari PT Waskita Karya. Kontrak itu seolah olah dari PT Waskita Karya," ungkapnya.
Kemudian, BH juga mengiming imingi keuntungan dana bagi hasil atas proyek fiktif tersebut kepada korban senilai 3 persen dari nilai kontrak. Akhirnya korban yang juga merupakan teman BH itu pun menyetujui dan mengucurkan dananya melalui pembiayaan perbankan.
"Ditambah bunga bank juga akan dibayar 1,5 persen oleh PT Waskita Karya, menurut keterangan Pak Bebi saat itu. Hanya saja dengan berjalannya waktu, dengan tempo 1 tahun, sampai waktu yang ditentukan, proyek tersebut tidak pernah selesai," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Atas adanya kejanggalan tersebut, korban akhirnya menaruh kecurigaan terhadap BH. Ditambah lagi diperkuat oleh pihak bank yang melakukan pengecekan ke PT Waskita Karya akibat dari pembayaran yang sering tersendat, yang hasilnya tidak pernah ada perjanjian kontrak proyek tersebut.
Merasa tertipu, korban pun melakukan upaya persuasif kepada BH. Namun upaya tersebut hanya membuahkan janji-janji yang tak kunjung dipenuhi oleh BH.
"Akhirnya tahun 2021, November kami melaporkan (perkara), ke Bareskrim Polri dengan tuduhan penipuan penggelapan. Dengan semakin ada banyak bukti akhirnya ada dugaan TPPU-nya. Oleh karena itu di split antara pasal 372-378," katanya.
"Setelah berjalan, tahun 2022 itu kita mulai sidang sampai putus bulan Februari 2023 dari pengadilan negeri (Bandung). Di situ dengan kerugian kami Rp 20,86 miliar, itu kami hanya diberikan rasa keadilannya (terdakwa) hanya diputus 1 tahun pidana. Kemudian banding lah dari pihak Pak Bebi, dari banding menguatkan putusan pengadilan negeri," terangnya melanjutkan.
ADVERTISEMENT
Adapun untuk dugaan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU), sementara ini proses sidang sudah berjalan. BH juga sudah ditetapkan menjadi tersangka.
"Dan saat ini baru kami tadi di kabarin sama pihak Bareskrim, sudah di limpahkan di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat," pungkasnya. (*)