Kisah Perajin Batik Indramayu, Bertahan di Tengah Lesunya Ekonomi Akibat Pandemi

Konten Media Partner
14 September 2020 10:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perajin batik saat berada di rumah batik "Bintang Arut" di Jalan Kopral Yahya no. 120 Kelurahan Paoman, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. (Tomi Indra)
zoom-in-whitePerbesar
Perajin batik saat berada di rumah batik "Bintang Arut" di Jalan Kopral Yahya no. 120 Kelurahan Paoman, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. (Tomi Indra)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ciremaitoday.com, Indramayu, - PANDEMI COVID-19 saat ini, berimbas ke sejumlah sektor usaha. Mampu bertahan ditengah pandemi, merupakan salah satu upaya terbaik yang cukup realistis bagi sebagian pelaku usaha saat ini.
ADVERTISEMENT
Perajin batik di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, misalnya, mereka saat ini hanya mencoba untuk bertahan sekuat tenaga ditengah pandemi COVID-19. Penurunan omzet jualan serta lesunya pembeli, cukup dirasakan oleh perajin batik di Kabupaten Indramayu. Mereka tidak berharap untung besar saat ini. Cukup bertahan dan eksis dalam usaha disituasi seperti ini, dinilai merupakan pencapaian yang cukup baik.
Rumah batik "Bintang Arut" mempekerjakan 12 pekerja lokal yang berasal dari wilayah setempat. (Tomi Indra)
Pemilik Batik "Bintang Arut", Edy Handoko mengatakan salah satu upaya yang dilakukan untuk bertahan ditengah kelesuan usahanya adalah melakukan efisiensi dan penguatan kualitas.
"Kualitas produk batik tetap harus dijaga. Jangan sampai ada penurunan secara kualitas. Ini yang coba kita lakukan agar tetap bisa bertahan ditengah Pandemi COVID-19," kata dia saat ditemui di Rumah Batik "Bintang Arut" di Jalan Kopral Yahya no.120 Kelurahan Paoman, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (14/09/2020).
ADVERTISEMENT
Sumber daya manusia (SDM) di produksi batik rumahannya ini juga tetap mempertahankan pekerja yang memiliki pengalaman dan kemampuan membatik yang baik.
"Meski ada efisiensi dengan melakukan shift pekerja, namun hal ini dilakukan kepada perajin batik yang masih junior. Sementara perajin batik yang sudah berpengalaman tetap kita pertahankan," kata dia.
Sebagian perajin batik merupakan istri nelayan di Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. (Tomi Indra)
Edy mengaku, produksi batik "Bintang Arut" tetap bisa bertahan selama pandemi sejak bulan Maret 2020 lalu. Rumah batiknya memproduksi kurang lebih 400 potong kain per bulannya. Harga kain batik per potong dibanderol seharga Rp 100 - 150 ribu per potong.
"Pelanggan masih loyal membeli ke kita. Sampai bulan Juli, omzet tetap bertahan dalam posisi penjualan yang tidak jauh berbeda," kata dia.
ADVERTISEMENT
Ia mengaku setiap bulannya omzet berjualan batik diatas Rp 30 juta. Ia berjualan batik baik online maupun offline. Namun, memasuki bulan Agustus hingga September, ia mengaku mengalami penurunan penjualan.
"Angka penjualan pada bulan Agustus turun hingga Rp 10 juta. Jika bulan-bulan sebelumnya omzet Rp 30 juta, namun pada bulan Agustus sebesar Rp 20 juta," kata dia. Angka penurunan pun terus terjadi hingga bulan September. Hingga pertengahan September, penjualan masih dibawah Rp 5 juta.
Ia mensinyalir, penurunan omzet ini dikarenakan masyarakat sudah habis dana cadangannya. Artinya, uang yang dimiliki sudah semakin menipis. Masyarakat kini hanya mampu untuk membeli kebutuhan primer saja seperti kebutuhan sembako.
"Berharap tidak ada resesi saja, karena dalam dua bulan terakhir, omzet semakin menurun," kata dia.
ADVERTISEMENT
Batik "Bintang Arut" sendiri mempekerjakan kurang lebih 12 pekerja dengan sistem upah harian. Per hari, pekerja diberi upah Rp 25 ribu.
Saminah, (54 tahun) pekerja batik mengaku bekerja sebagi perajin batik karena tuntutan ekonomi. "Untuk nambah uang dapur. Meski kecil ya disyukuri aja," kata dia.
Suaminya sendiri bekerja sebagai nelayan rajungan. Penghasilannya pun masih pas-pasan.
"Penghasilan suami untuk kebutuhan pokok, kalau saya bekerja disini untuk membiayai kebutuhan lain," kata dia.
Harga kain batik "Bintang Arut" dibanderol seharga Rp 100-150 ribu per potong. (Tomi Indra)
Sementara itu, Unit Manager Communication Relation and CSR Pertamina Marketing Operation Region (MOR) III Jawa Bagian Barat, Eko Kristiawan mengatakan untuk UMKM binaan seperti rumah batik "Bintang Arut" Kabupaten Indramayu, Pertamina MOR III terus melakukan pembinaan dan pendampingan berupa pelatihan baik teknis usahanya maupun permodalan.
ADVERTISEMENT
"Seperti kalau batik misalnya berupa pelatihan pewarnaan kain hingga gambar motif batik. Kemudian, secara non teknis seperti pencatatan laporan keuangan atau pembukuan serta pemasaran produk dalam rangka akses penjualan produk dari mitra binaan," kata dia.
Pameran produk juga kita lakukan sebagai salah satu upaya untuk mengenalkan dan memperluas jangkauan pemasaran produk. Selain dalam negeri, Pertamina MOR III juga pernah memfasilitasi pameran di luar negeri seperti di Bangladesh. ***