Kisah Perajin Batik Perempuan di Cirebon, Bangkit Ditengah Pandemi COVID-19

Konten Media Partner
21 April 2020 18:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Solecha, (33 tahun) seorang pengrajin “Batik Tulis Solecha” asal Desa Gamel, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat kini banting setir menjadi penjahit masker dadakan sejak satu bulan terakhir akibat usahanya mengalami kelesuan imbas dari pandemi COVID-19. (Taufik)
Ciremaitoday, Cirebon, - Deru mesin jahit Solecha masih terdengar hingga petang. Sayup-sayup juga terdengar sesekali ia bicara dengan sejumlah pekerjanya.
ADVERTISEMENT
Solecha, (33 tahun) seorang pengrajin “Batik Tulis Solecha” asal Desa Gamel, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat kini banting setir menjadi penjahit masker dadakan sejak satu bulan terakhir. Maklum, order batik tulis mengalami kelesuan usai wabah COVID-19 meluas.
Perempuan cekatan usia 33 tahun ini mulai melihat penurunan penjualan batik tulis di Cirebon sejak pandemi COVID-19 terus menyasar hingga ke daerah-daerah. Banyak gallery batik di wilayah Cirebon yang kini tutup dan pesanan dalam jumlah besar yang akhirnya ditunda.
Bersama 12 orang ibu-ibu rumah tangga yang selama 8 tahun belakangan telah digandengnya sebagai mitra perajin batik, Solecha kini dapat memproduksi 200 buah masker per hari dengan memanfaatkan kain-kain batik tulis karyanya. Dalam waktu satu bulan, dirinya berhasil menjual lebih dari 1.000 buah masker batik untuk konsumen di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Satu buah masker dijual dengan harga Rp.6 ribu rupiah.
ADVERTISEMENT
Ibu satu anak ini merasa lega, bahwa dirinya tetap dapat memberikan penghasilan bagi ibu-ibu rumah tangga yang turut menjadi perajin batik untuk dapat terus berdaya di tengah pandemik Covid-19. Selain melakukan penjualan masker melalui grup-grup Whatsapp, dirinya juga mendukung rekan-rekan perempuan lainnya untuk menjadi reseller masker batik buatannya.
“Perempuan tuh super. Multitasking segala bisa. Bisa bekerja sambil tetap mengurus anak di rumah. Banyak cara untuk tetap maju walaupun dalam situasi sulit,” jelas Solecha.
Solecha kini dapat memproduksi 200 buah masker per hari dengan memanfaatkan kain-kain batik tulis karyanya. Dalam waktu satu bulan, dirinya berhasil menjual lebih dari 1.000 buah masker batik untuk konsumen di wilayah Cirebon dan sekitarnya. (Taufik)
Senada dengan Solecha, di wilayah Kertajaya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, kelompok produsen tas ramah lingkungan bernama “Share Bag” juga terkena dampak COVID-19.
Kelompok yang dipimpin oleh Eti Rusmiati ini memberdayakan 10 orang ibu rumah tangga dan mantan asisten rumah tangga. Sejak COVID-19 melanda Indonesia, terutama ke Bandung, penjualan tas ramah lingkungan turun drastis dan anggotanya kehilangan penghasilan.
ADVERTISEMENT
Berkat semangat dan optimisme, Eti langsung banting setir menjadi pembuat masker.
“Walaupun saat ini harus di rumah, ibu-ibu harus tetap ada kegiatan selain mengasuh anak. Dengan menjahit masker ini, mereka jadi semangat sekaligus tetap memberikan pemasukan untuk keluarganya,” ucap perempuan usia 51 tahun itu.
Selama pandemi COVID-19, bahan kain oxford dan katun yang biasa ia gunakan untuk memproduksi tas, kini beralih fungsi menjadi masker.
Bersama ibu-ibu rumah tangga, Eti dapat menghasilkan 200 masker per hari. Saat ini dirinya sudah terjual lebih dari 1.500 buah masker. Pesanannya datang dari warga Bandung dan Jakarta, salah satunya Pertamina.
Berkat semangat, optimisme, dan kerja keras yang pantang redup, Solecha dan Eti merupakan contoh dari ribuan srikandi wirausaha Mitra Binaan PT Pertamina (Persero), yang mampu bertahan ditengah badai pandemik ini.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap produk masker, Unit Manager Communication, Relations & CSR MOR III Dewi Sri Utami mengatakan, Pertamina turut memberdayakan keberlangsungan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang telah tergabung sebagai mitra binaan unggulan Pertamina. Salah satunya dengan melibatkan mitra binaan yang memiliki keterampilan menjahit untuk dapat memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker ini.
"Di tengah kondisi saat ini, merayakan semangat Kartini “habis gelap terbitlah terang”, akan menjadi optimisme dan keyakinan untuk masa depan. Kami turut mendukung semangat para wirausaha perempuan agar terus berdaya," tutur Dewi.
Pandemi berimbas pada penurunan daya beli masyarakat, sehingga UMKM menghadapi tantangan yang cukup berat. Program Kemitraan Pertamina menjadi salah satu upaya menggerakan ekonomi masyarakat melalui pembinaan usaha kecil dan mikro, serta memberdayakan masyarakat. (*)
ADVERTISEMENT