"Nyiramkeun", Ritual Memandikan Pusaka Kerajaan Talaga Majalengka

Konten Media Partner
14 Oktober 2019 19:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Acara memandikan pusaka atau ‘Nyiramkeun Pusaka’ peninggalan Kerajaan Talaga Manggung digelar di Museum Talaga Manggung, Desa Talaga Wetan, Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka, Senin (14/10). (Oki)
ciremaitoday.com, Majalengka, - Ribuan warga Kabupaten Majalengka dan sekitarnya menghadiri acara memandikan pusaka ‘Nyiramkeun Pusaka’ peninggalan Kerajaan Talaga Manggung di Museum Talaga Manggung, Desa Talaga Wetan, Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka, Senin (14/10).
ADVERTISEMENT
Rangkaian acara ‘Nyiramkeun Pusaka’ juga dilaksanakan lomba tumpeng dan deklarasi di Alun-Alun Talaga Manggung. Alun-alun Talaga Manggung merupakan area publik dan tempat berkumpul yang nyaman. Selain itu, seremoni lainnya yakni kirab keliling dan finish di Museum Talaga Manggung yang langsung pada acara utama ‘Nyiramkeun Pusaka.
Turut hadir pada kesempatan itu Asda II Bidang Pembangunan Pemkab Majalengka Abdul Gani.
“Kegiatan ini sangatlah penting agar kita tidak melupakan sejarah dan leluhur kita,” ungkap Asda II Pemkab Majalengka, Abdul Gani.
Dalam ritual ‘Nyiramkeun’, air dari bambu kuning disiramkan ke benda-benda pusaka, dimulai dari menyiramkan air ke arca Raden Panglurah, arca Simbar Kancana, pedang, gong dan benda pusaka lainnya. (Oki)
Panitia acara dari keluarga besar Kerajaan Talaga Manggung, Iman Firmansyah mengatakan inti dari acara ini adalah ingin mendekatkan silaturahmi dengan semua keturunan Talaga dan melestarikan warisan leluhur.
Iman mengatakan acara ‘Nyiramkeun’ diawali dengan mengambil air dari 9 mata air yang terdapat di bekas wilayah Kerajaan Talaga Manggung.
ADVERTISEMENT
Nyiramkeun’ merupakan kegiatan membersihkan artefak peninggalan Kerajaan Talaga Manggung yang disimpan oleh keturunannya dengan air tumbukan bunga Mayang. (Oki)
Menurutnya ‘Nyiramkeun’ merupakan kegiatan membersihkan artefak peninggalan Kerajaan Talaga Manggung yang disimpan oleh keturunannya dengan air tumbukan bunga Mayang yang disimpan dalam sebuah bejana besar dan biasa dilakukan pada hari Senin sebelum tanggal 20 bulan Safar.
“Masuknya Agama Islam pada zaman Raden Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umun terjadi di hari Senin bulan Safar dan meninggalnya Sunan Talaga Manggung pun terjadi di hari Senin bulan Safar,” ujarnya.
Ritual Nyiramkeun dimulai dengan mengambil air dengan wadah dari bambu kuning ke sumber mata air yang dianggap keramat yaitu air dari Gunung Bitung, Situ Sangiang, Cikiray, Wanaperih, Lemahabang, Regasari dan Cicamas, dan Nunuk. (Oki)
Ritual Nyiramkeun ini, menurutnya dimulai dengan mengambil air dengan wadah dari bambu kuning ke sumber mata air yang dianggap keramat yaitu air dari Gunung Bitung, Situ Sangiang, Cikiray, Wanaperih, Lemahabang, Regasari dan Cicamas, dan Nunuk.
“Pengambilan air dilakukan oleh sesepuh atau tokoh adat pada awal bulan Safar, Bambu Kuning berisi air kemudian dibawa ke Museum Talaga Manggung untuk disatukan ke dalam satu kendi, kemudian dibacakan doa secara Islam,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pengambilan air dilakukan oleh sesepuh atau tokoh adat pada awal bulan Safar, Bambu Kuning berisi air kemudian dibawa ke Museum Talaga Manggung. (Oki)
Dalam ritual ‘Nyiramkeun’ air dari bambu kuning itu menurutnya disiramkan ke benda-benda pusaka, dimulai dari menyiramkan air ke arca Raden Panglurah, arca Simbar Kancana, pedang, gong dan benda pusaka lainnya. (*)
Penulis : Oki Kurniawan
Editor : Tomi Indra Priyanto