Konten Media Partner

Sertifikat Diblokir, 56 Warga Ampera Cirebon Gugat Pemprov Jabar di PN Bandung

23 Februari 2024 22:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu perwakilan warga Jalan Ampera, Gunungsari, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Ari Sandi Irawan (kiri), didampingi Kuasa Hukum warga, Tjandra Widyanta, dari Kantor Hukum Tjandra Widyanta & Partners, saat menggelar konferensi pers, Jumat (23/2). Foto: Tarjoni/Ciremaitoday
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu perwakilan warga Jalan Ampera, Gunungsari, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, Ari Sandi Irawan (kiri), didampingi Kuasa Hukum warga, Tjandra Widyanta, dari Kantor Hukum Tjandra Widyanta & Partners, saat menggelar konferensi pers, Jumat (23/2). Foto: Tarjoni/Ciremaitoday
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ciremaitoday.com, Cirebon-Puluhan warga Jalan Ampera, Gunungsari, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon mengeluhkan tindakan pemblokiran sertifikat hak milik oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat sejak 2012 hingga sekarang. Pasalnya, akibat pemblokiran itu warga tidak bisa bertransaksi atas tanah yang dimilikinya.
ADVERTISEMENT
Salah satu perwakilan warga, Ari Sandi, menyebut pemblokiran yang dilakukan oleh BPN itu atas dasar surat permohonan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) yang mengeklaim bahwa tanah tersebut adalah asetnya. Padahal, dirinya bersama para warga lainnya di daerah tersebut telah memiliki bukti kepemilikan atas tanah yang ditempatinya berupa sertifikat hak milik.
"Kami pegang sertifikat (bukti kepemilikan tanah). Pada dasarnya kami masyarakat yang taat hukum. Kalau bisa Pemprov membuktikan ini adalah milik mereka, ya tidak apa-apa, ganti rugi ke kami," kata Ari kepada wartawan saat menggelar konferensi pers di Kota Cirebon, Jumat (23/2).
Ari mengungkapkan, hingga saat ini Pemprov Jabar tidak pernah menunjukkan bukti kepemilikan yang sah atas tanah tersebut kepada para warga. Dengan demikian, klaim sepihak yang dilakukan oleh Pemprov Jabar, menurutnya adalah hal yang tidak berdasar dan mal administrasi.
ADVERTISEMENT
"Kita maunya ada kepastian hukum," ucap Ari dengan raut wajah kesal dan kecewa.
Menurutnya, para warga sudah memiliki bukti kepemilikan yang sah sejak tahun 1993 dalam bentuk sertifikat hak milik. Namun, pada tahun 1999 Pemprov Jabar mengeklaim tanah warga tersebut sebagai asetnya.
Sejak hari itu hingga saat ini para warga pun telah melakukan upaya mediasi dengan Pemprov Jabar. Namun, kata dia, mediasi tersebut tidak membuahkan hasil dan dianggap merugikan warga, sehingga pada tahun 2012 berujung pada pemblokiran di BPN.
"Sertifikat yang dimiliki oleh masyarakat sebanyak 117, sertifikat ini sah tapi tidak berharga atau mandul," tandasnya.
Oleh karena itu, pihaknya kini tengah menempuh proses secara hukum untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut.
ADVERTISEMENT
Kuasa Hukum warga, Tjandra Widyanta, dari Kantor Hukum Tjandra Widyanta & Partners mengatakan, saat ini sudah ada 56 warga yang menggugat Pemprov Jabar di Pengadilan Negeri Bandung atas masalah pemblokiran sertifikat tersebut.
"Gugatan ini diwakili oleh 56 warga Ampera," ucap Tjandra saat mendampingi warga dalam konferensi pers tersebut.
Menurutnya, upaya pemblokiran sertifikat tanah oleh Pemprov Jabar dianggap sebagai perbuatan melanggar hukum.
"Yang membuat kami heran itu ada pelanggaran hukum, yaitu perbuatan melawan hukum yang dilakukan Pemprov Jabar. Surat yang disampaikan oleh pemprov melalui sekda, sekda memberikan surat kepada BPN Kota Cirebon untuk dilakukan pemblokiran," ungkapnya.
"Jadi, ini saling tunjuk akhirnya gak berani gak ada bukti mengeklaim bahwa itu tanah siapa, sedangkan kita warga itu memiliki sertifikat hak milik," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Sebagai praktisi hukum, Tjandra menegaskan bahwa sertifikat hak milik adalah hak mutlak pemilik tanah yang tidak dapat dipatahkan, kecuali ada gangguan gugatan selama 5 tahun.
Kata dia, pemblokiran sertifikat tanah oleh Pemprov Jabar dianggap tidak sah dan menyulitkan masyarakat yang membutuhkan agunan sehari-hari. Warga, dalam hal ini berada pada posisi sebagai korban.
Namun, ia mengaku kaget saat mengetahui pernyataan dari kuasa hukum Pemprov Jabar yang memposisikan mereka juga sebagai korban.
"Korban apa, korban dari BPN Kota Cirebon yang tidak memberi tahu atau koordinasi kalau tanah itu sudah dalam bentuk sertifikat. Sertifikat tersebut asli dan sah namun tidak dapat digunakan untuk keperluan apa pun," katanya.
Diketahui, surat permohonan pemblokiran oleh Sekretariat Daerah Pemprov Jabar itu ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan Nasional Kota Cirebon. Dibuat pada di Bandung pada 25 Juni 2012 dengan nomor surat: 593/3266/Pbd. tentang permohonan blokir atas tanah Gunungsari Kota Cirebon.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan dalam surat itu, bahwa tanah tersebut tercatat dalam buku inventaris Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat yang diperoleh melalui penyerahan Departemen Tenaga Kerja (d/h Kementerian Perburuhan) Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1958 tentang Penyerahan Kekuasaan.(*)