Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Terpuruknya Petambak Garam Cirebon Saat Harga Anjlok di Tengah Panen Raya
4 September 2024 8:01 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Cirebon-Panen raya seharusnya menjadi momen penuh berkah bagi para petambak garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon. Namun, kenyataan pahit kembali menghampiri mereka. Harga garam yang terus merosot membuat para petambak semakin terpuruk.
ADVERTISEMENT
Pada bulan Agustus hingga September, ratusan petambak di Desa Rawaurip bekerja keras sejak pagi buta, mengolah lahan garam yang telah menjadi tumpuan hidup mereka selama puluhan tahun.
Musim kemarau yang mereka nantikan dengan harapan harga garam akan naik, justru dihadapi dengan kenyataan sebaliknya. Tengkulak kembali menekan harga, bahkan sebelum panen raya dimulai.
“Harga garam terus turun sejak Juni 2024. Saat itu, harga masih di Rp 800 per kilogram. Sekarang, saat panen raya, harganya hanya Rp 400 per kilogram dan kabarnya akan turun lagi,” ungkap Ismail, seorang petambak garam setempat, Selasa (3/9).
Harapan Tinggi, Realita Pahit..
Harga Rp 400 per kilogram pun belum termasuk biaya operasional. Para petambak harus membayar upah kuli panggul atau ‘pocok’ yang membantu mengangkut garam dari lahan ke tempat penimbangan.
ADVERTISEMENT
“Di blok sini, upah untuk pocok Rp 6000 per karung, tapi di blok lain yang jaraknya lebih jauh bisa 7000,” katanya .
Hal serupa diungkapkan oleh Sulaeman, petambak lainnya, yang menyebutkan bahwa harga garam sepenuhnya dikendalikan oleh tengkulak.
“Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena harga ditentukan oleh penimbang. Sudah biasa, setiap kali panen raya, harga pasti turun,” keluhnya meratapi kondisi tersebut.
Kenyataan ini membuat petambak garam di Cirebon nyaris tak pernah merasakan manisnya harga garam yang layak. Bahkan, lima tahun lalu saat harga garam sempat mencapai Rp 4000 per kilogram, itu terjadi di musim penghujan ketika stok garam di gudang menipis.
Namun, begitu musim kemarau tiba dan produksi garam kembali normal, harga pun kembali anjlok.
ADVERTISEMENT
Kabupaten Cirebon, sebagai salah satu daerah produksi garam terbesar di Indonesia, ironisnya belum pernah mendapat perhatian serius dari pemerintah terkait kesejahteraan petambaknya.
Hingga kini, pemerintah belum menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas ini, sehingga harga sepenuhnya dikendalikan oleh tengkulak.
Dengan kondisi ini, para petambak garam di Cirebon hanya bisa berharap agar harga garam di masa depan bisa sepadan dengan usaha keras yang mereka curahkan, bukan hanya menjadi bahan tawar-menawar tengkulak yang terus menekan harga hingga mereka tak lagi merasakan manisnya hasil panen.(*)