Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Selebriti: Boneka Partai Politik Ancaman Demokrasi
30 September 2024 13:38 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari CLAIRINE THEONDRA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada Pemilu 2024 lalu, banyak partai politik yang mengusung kadernya untuk berkompetisi memperebutkan posisi di pemerintahan, baik itu legislatif maupun eksekutif. Di antara kader-kader tersebut, tak sedikit yang merupakan seorang selebriti. Fenomena selebriti terjun ke dunia politik bukanlah hal baru di Indonesia. Bahkan sudah terjadi sejak era Orde Baru. Popularitas selebriti dianggap mampu menarik perhatian publik dan meningkatkan elektabilitas.
ADVERTISEMENT
Pada Pemilu 2024, lebih dari 70 selebriti mencalonkan diri sebagai calon legislatif. Partai-partai seperti PAN, PDIP, Perindo, Gerindra, Nasdem menjadi beberapa partai yang banyak mengusungkan kader selebriti. Hasilnya, sekitar 22 selebriti berhasil menduduki Senayan. Tren ini pun berlanjut hingga menjelang Pilkada 2024, ada sejumlah selebriti kembali mencalonkan diri sebagai eksekutif maupun legislatif di tingkat daerah.
Lonjakan keterlibatan selebriti dalam dunia politik telah memunculkan persepi baru di tengah masyarakat. Selebriti seringkali dianggap sebagai alternatif baru bagi para politisi yang memiliki pandangan lebih buruk karena terjerat kasus korupsi. Dengan basis penggemar yang luas, selebriti menjadi ‘wajah baru’ yang menarik bagi partai politik untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas partai tersebut. Popularitas selebriti dianggap dapat mempermudah penyebaran pesan politik. Citra positif dan karisma yang dimiliki citra positif juga karisma yang melekat membuat selebriti ini lebih mudah diidentifikasi dan diterima oleh masyarakat. Hal ini membuat selebriti menjadi aset berharga bagi partai politik sebagai pendongkrak suara.
ADVERTISEMENT
Publik memiliki harapan besar terhadap para selebriti yang terjun ke dunia politik. Mereka berharap selebriti ini dapat membawa angin segar bagi pemerintahan Indonesia juga bebas dari praktik korupsi yang sudah menjangkiti dunia Politik di Indonesia. Selain itu, kepedulian sosial yang tinggi pada beberapa selebriti membuat masyarakat percaya bahwa mereka dapat memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Potensi Ancaman dan Tantangan Politik Selebriti
Namun, patut dipertanyakan apakah selebriti memiliki kredibilitas untuk memimpin? Dalam praktiknya, banyak partai politik mencalonkan selebriti karena alasan pragmatisme, mengingat singkatnya masa kampanye. Popularitas dan pengaruh sosial yang dimiliki selebriti membuat mereka menjadi pilihan yang menarik untuk mendongkrak suara partai. Dengan modal sosial dan finansial yang memadai, selebriti tidak perlu bekerja keras membangun basis dukungan seperti kader partai biasa yang membutuhkan proses yang panjang untuk menarik hati publik. Akibatnya, popularitas seringkali menggeser pentingnya kompetensi dan visi misi calon pemimpin dalam sistem pemilu kita.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Indonesia, sistem Pemilu di Amerika Serikat memiliki proses yang jauh lebih panjang dan ketat. Dimulai dari pemilihan delegasi dan kaukus. Partai serta publik memiliki waktu yang cukup untuk menyeleksi calon pemimpin yang berkualitas. Proses ini terbukti efektif, seperti yang terlihat pada kasus Donald Trump yang berhasil menjadi presiden ke-45 Amerika Serikat setelah melalui persaingan yang ketat dengan para politisi berpengalaman.
Implikasi Terhadap Demokrasi Indonesia
Sistem Pemilu yang singkat di Indonesia telah memunculkan kekhawatiran bahwa keterlibatan selebriti dalam politik dapat mengancam demokrasi. Meskipun popularitas selebriti dapat menarik banyak suara, namun fanatisme dari penggemar yang kurang kritis dapat memperparah polarisasi politik. Selain itu, fokus yang berlebihan pada popularitas dan pencitraan dapat menggeser perhatian publik dari isu-isu mendesak serta menghambat proses pengambilan keputusan yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
Banyak kalangan menilai bahwa selebriti kurang memiliki pengalaman dan pemahaman yang mendalam tentang dinamika politik. Hal ini dapat berpotensi munculnya masalah dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan sejumlah selebriti seperti Zumi Zola yang terseret kasus gratifikasi dengan dugaan suap RAPBD Jambi tahun anggaran 2018 dan mengharuskan Zumi Zola dipenjara selama 6 tahun ditambah denda 500 juta. Juga Angelina Sondakh atau yang kerap dipanggil Angie ini terseret kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games 2011. Angie juga harus mendekam di balik jeruji besi selama 12 tahun dan denda 500 juta. Kasus-kasus tersebut semakin memperkuat pandangan skeptis ini. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa popularitas semata tidak menjamin integritas dan kompetensi seorang pemimpin.
ADVERTISEMENT
Evaluasi dan Solusi Terhadap Tantangan Dunia Politik Indonesia
Keterlibatan selebriti dalam dunia politik telah menghadirkan dinamika bary, namun juga menjadi potensi ancaman bagi demokrasi. Masyarakat perlu lebih kritis dalam memilih pemimpin, tidak hanya fokus pada popularitas semata. Partai politik pun harus lebih selektif dalam mencalonkan individu yang memiliki kompetensi dan integrasi yang terbukti juga membantunya bukan menggantikan dengan yang lebih populer.
Sistem Pemilu kita perlu diperbaiki dengan memperpanjang juga memperketat masa kampanye dan pemilihan calon pemimpin untuk memastikan bahwa kita memilih pemimpin yang benar-benar berkomitmen untuk memajukan negara.
Pada akhirnya, kualitas kepemimpinan jauh lebih penting daripada popularitas semata. Karena stabilitas politik yang kuat adalah fondasi bagi pembangunan dan kemajuan bangsa.
ADVERTISEMENT