Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1
Konten dari Pengguna
Salman Aristo: Film Bagus itu Punya Sutradara, tapi Film Jelek Punya Produser
1 Mei 2021 9:15 WIB
Tulisan dari Clara Ajeng tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Salman Aristo, salah seorang produser kebanggaan tanah air yang telah berhasil mengantongi sejumlah penghargaan nasional maupun internasional. Pria yang saat ini berusia empat puluh lima tahun tersebut telah berkecimpung dalam dunia seni sejak duduk di bangku kuliah Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran. Saat itu Salman menjadi bagian dari komunitas Gelanggang Sastra Seni Teater dan Film (GSSTF) dan mendirikan sebuah band bersama temannya.
ADVERTISEMENT
Salman mengaku bahwa dirinya pertama kali jatuh cinta pada film ketika diajak menonton ke bioskop pada usia lima tahun. Hingga kini, banyak karya yang telah dihasilkan oleh Salman Aristo, diantaranya film Laskar Pelangi, Garuda di Dadaku, Sang Penari, 5 Elang, Bumi Manusia, dan 2 Garis Biru.
Di balik sebuah karya yang sukses tentu terdapat orang yang hebat. Meski masih banyak orang yang menganggap produser hanya sebatas sosok yang menyalurkan uang di balik proses pembuatan film. Nyatanya, pemikiran seperti itu telah dibantahkan oleh Salman Aristo selama menjadi produser. Menurutnya, produser film harus bertanggung jawab penuh dan menjadi penentu dalam kesuksesan produksi film.
ADVERTISEMENT
Sebagai dalang di belakang panggung, hal pertama yang perlu diperhatikan Salman ialah skenario. Dimana skenario sendiri bukan hanya sebuah susunan kata yang tidak memiliki arti, tapi juga menjadi sebuah panduan sekaligus pondasi untuk berkolaborasi. Untuk itu pula, keberadaan seorang produser menjadi kunci dalam mengendalikan Development room.
Membangun Development room yang sehat selalu menjadi landasan Salman dalam setiap tahapannya. Dimana landasan tersebut dimulai dengan menanamkan nilai empati pada setiap bagian yang terlibat. Pada dasarnya, setiap individu tentu memiliki karakter yang berbeda-beda begitu pula dengan cara untuk menyikapinya. Dengan lebih mengenali setiap peran, nilai Sense of belonging akan terbangun antar rekan kerja.
ADVERTISEMENT
Hal-hal kecil lainnya yang diterapkan untuk mengembangkan nilai empati adalah dengan saling mengahargai. Terpenuhinya hak para pekerja dan tidak adanya kecurangan menjadi salah satu cerminan bagaimana setiap pihak dapat menjaga nilai empati dan visi yang ingin dituju. Hal ini juga menyangkut kondisi secara mental dan fisik maupun waktu atau energi seseorang.
Development room yang berhasil mengutamakan nilai empati akan menjadi pilihan ruang yang tepat untuk saling bercerita secara bebas dan dapat memudahkan alur untuk mencapai tujuan bersama. Pada bagian akhir, perasaan bangga atas karyanya sendiri pun akan menyelimuti setiap elemen yang turut serta dalam proses.