Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
14 Ramadhan 1446 HJumat, 14 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Menyoal Eksistensi Advokat dalam RUU KUHAP
13 Maret 2025 12:24 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Nicholas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pembahasan RUU KUHAP dimasukkan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2025 yang pembahasannya di pimpin oleh Habiburokhman, Ketua Komisi III DPR-RI. RUU KUHAP memainkan peranan yang penting dalam hukum di Indonesia. RUU KUHAP diharapkan menjadi hukum formil yang sejalan dengan hukum materiil yang diatur dalam KUHP. Karena memainkan peran yang sentral dalam hukum Indonesia, Habiburokhman mengundang masyarakat terkhususnya praktisi atau akademisi hukum untuk turut menyumbangkan ide atau gagasan untuk membangun RUU KUHAP.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, memang terdapat urgensi pembaharuan KUHAP yang lama yakni karena KUHAP yang lama perlu diperbaharui dengan RUU KUHAP untuk dapat selaras dengan kehidupan masyarakat di zaman sekarang mengingat bahwa KUHAP yang lama lahir pada 1981 dan KUHAP yang lama dinilai memiliki pasal-pasal yang belum menunjang keadilan bagi terdakwa. Hal yang menarik untuk dibahas ialah pada Pasal 115 Ayat (1) KUHAP yang berbunyi :
“ Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan ”
Makna dalam Pasal 115 Ayat (1) KUHAP ialah bahwa dalam proses penyidikan, seorang advokat tidak dapat mengeluarkan pendapat dalam hal pendampinan klien sebagai tersangka. Keterbatasan itu menjadi batu sandungan bagi advokat dalam melakukan pembelaan hak-hak tersangka yang seharusnya dapat di akses oleh tersangka itu dalam hal pemeriksaan pada tahapan penyidikan salah satunya terdapat dalam Pasal 54 KUHAP yang berbunyi :
ADVERTISEMENT
“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap Tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini”
Pasal 115 Ayat (1) juga dipandang menyudutkan posisi advokat sebagai aparat penegak hukum (APH) . Seharusnya advokat dan penegak hukum lain harus dipersamakan tanpa adanya pengkotak-kotakan. Perlu diketahui bahwa advokat termasuk dalam aparat penegak hukum sebagai mana amanat Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang berbunyi :
“Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan”
Keterbatasan itu juga menyulitkan advokat untuk mendampingi kliennya sebagai tersangka yang diasumsikan tidak memiliki pengetahuan akan hukum alias buta hukum, sehingga dikhawatirkan penyidik dapat menyalahi aturan sehingga menindas klien sebagai tersangka yang belum tentu merupakan pelaku dari tindak pidana yang disangka oleh penyidik.
ADVERTISEMENT
Disisi lain permasalahan praperadilan dalam KUHAP juga muncul, dimana penyidik atau penuntut umum dapat menjadikan seseorang kembali menjadi tersangka walaupun sudah memenangkan praperadilan. Di dalam KUHAP tahun 1981, tidak adanya batasan berapa kali penyidik atau penuntut umum dapat menjadikan seseorang menjadi tersangka. Seorang tersangka yang sudah memenangkan praperadilan kembali dijadikan tersangka sehingga dari kasus tersebut melahirkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang menyatakan bahwa Pasal 77 huruf a dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan.
KUHAP sebagai hukum formil memiliki peran yang sangat sentral, yaitu sebagai pelaksana dari pada hukum pidana yang abstrak atau materill. Perwujudan dari pada pasal-pasal dalam KUHP direalisasikan dalam KUHAP serta dalam tata cara pembuktiannya di persidangan. Untuk itu seharusnya dalam pembahasan RUU KUHAP yang baru ini dimulai, dapat memberikan kemanfaatan serta keadilan yang merata tanpa adanya pembatasan yang merugikan. RUU KUHAP juga harus dapat memberikan kejelasan peran dan fungsi aparat penegak hukum yang harus bernafaskan kemanusiaan dan keadilan. Pada akhirnya semua akan kembali kepada falsafah bangsa Indonesia yakni
ADVERTISEMENT
“…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah dara Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…".