Laga Utama Esports di Indonesia Perlu Lebih Inklusif

Forest Interactive
Forest Interactive is an award-winning telecommunications platform provider operating in 39 countries with 14 physical regional offices.
Konten dari Pengguna
6 Januari 2022 16:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Forest Interactive tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi arena laga utama turnamen esports
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi arena laga utama turnamen esports
ADVERTISEMENT
Mengutip Esports Chart, gim mobile masih memimpin jajaran turnamen terpopuler di tahun 2021. Hal ini didasarkan pada jumlah jam tayang (watch hours) turnamen tersebut. Indonesia sendiri menempati urutan pertama dengan rata-rata jam tayang 23.4%.
ADVERTISEMENT
Salah satu turnamen gim mobile yang paling terkenal di Indonesia adalah Mobile Premier League (MPL). MPL Mobile Legends Bang Bang (MLBB) merupakan laga utama yang diselenggarakan oleh Moonton. Turnamen ini digelar dengan tujuan untuk menciptakan ekosistem esports untuk tim dan pemain pro tampil dan dikenal oleh para penggemar MLBB. Hingga kini, MPL sudah melaju hingga Season 8 di Indonesia.
Adanya MPL ini menjadi angin segar bagi para pemain MLBB untuk unjuk gigi dan meraih gelar tertinggi dalam turnament Mobile Legends. Namun sayangnya, tidak semua pemain gim bisa berpartisipasi dalam musim regular MPL untuk maju ke playoff. Hal ini dikarenakan, hanya tim esports yang sudah terdaftar di MPL sajalah yang bisa mengikuti laga.
ADVERTISEMENT
Pemilihan tim yang bisa bergabung ke dalam MPL sangat ketat. Setidaknya sebuah tim harus memiliki badan usaha berupa perseroan terbatas (PT), memiliki pelatih, gaming house, dan fan base, juga melakukan marketing effort yang tinggi untuk timnya. Adanya persyaratan yang sulit ini, membuat hanya tim-tim besar sajalah yang mampu berpartisipasi.
Arya Jamil, Business Development FIGHT Esports Indonesia turut menanggapi ekslusivitas dalam laga primer esports tersebut. “Adanya eksklusivitas ini menunjukkan bahwa MPL masih fokus ke bisnis dan mempromosikan tim esports besar saja, padahal mungkin saja ada banyak sekali tim amatir yang layak maju ke MPL,” ungkap Arya.
Meskipun demikian, Arya juga menambahkan hal tersebut wajar terjadi dalam segi bisnis. “Sejatinya, apa yang dilakukan oleh MPL sangat realistis dalam memastikan jalannya bisnis turnamen ini dan bisa memastikan tim yang bergabung mampu beroperasi secara mandiri. Namun disisi lain, sistem yang mereka implementasikan membuat tim baru kesulitan untuk berpartisipasi. Tim yang berlaga hanya itu-itu saja,” ungkapnya
ADVERTISEMENT
Idealnya untuk mengembangkan sebuah ekosistem esports yang sehat seperti marwah awal MPL, sebuah turnamen baiknya bisa diakses oleh tim esports, terlepas dari seberapa besar tim tersebut. “Sejatinya sebuah laga itu mengadu talent terbaik di bidangnya. MPL bisa tetap menerapkan mekanisme seleksi tim seperti yang sudah mereka lakukan, namun bisa menambahkan juga slot untuk open qualifier. Sehingga tim amatir juga bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkompetisis di MPL, meskipun dengan kuota terbatas,” lanjut Arya.
Arya mengajak agar penyelenggara turnamen esports sama-sama membuka tangan untuk menyambut para pemain, baik itu pemain pro ataupun pemain amatir. Mari bersama membangun ekosistem esports yang berdayakan pemain-pemain handal secara inklusif.