Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Bahaya Pencemaran Merkuri
21 Maret 2017 12:45 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari Corry Yanti Manullang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masalah pencemaran yang terjadi di lingkungan pesisir dan laut kini menjadi topik perbincangan yang serius. Pencemaran yang semakin tidak terkendali di daerah pesisir telah menyebabkan ter-degradasinya sumber daya perikanan dan sumber daya pesisir lainnya yang penting bagi manusia.
ADVERTISEMENT
Hasil-hasil penelitian melaporkan bahwa pencemaran di daerah pesisir dan laut telah mempengaruhi kematian spesies laut, mengancam kesehatan manusia dan berpotensi juga merusak fungsi ekosistem laut secara permanen. (Sindermann, 2006)
Salah satu bahan pencemar yang sangat ditakuti adalah logam berat. Logam berat adalah unsur-unsur yang memiliki nomor atom 22–92 pada periode 3 sampai dengan 7 dalam Sistem Periodik Unsur.
Logam berat secara biologis dapat digolongkan menjadi dua.
Golongan pertama adalah logam berat esensial berupa logam yang dibutuhkan oleh tubuh untuk mendukung proses metabolisme (seperti: besi, mangan, nikel, seng).
Golongan kedua adalah logam berat non esensial yang berpotensi memiliki sifat toksik di dalam tubuh meskipun keberadaannya hanya dalam konsentrasi rendah (seperti: merkuri, kadmium, arsen, timbal, perak, aluminium).
ADVERTISEMENT
Merkuri (Hg)
Merkuri merupakan salah satu logam berat yang paling berbahaya. Merkuri dengan nomor atom 80 dikenal juga sebagai “air raksa”, mempunyai simbol kimia Hg, yang merupakan singkatan dari bahasa Yunani “Hydrargyricum” yang berarti cairan perak.
Merkuri (Hg) merupakan salah satu dari jenis logam berat yang memiliki efek toksik paling berbahaya bersama dengan timbal (Pb) dan kadmium (Cd). (McLusky & Elliott (2004)
Cd, Pb, dan Hg dikenal sebagai the big three heavy metal (= tiga logam berat paling berbahaya) dengan tingkat toksisitas tertinggi pada kesehatan manusia. (Widle & Benemann, 1993) WHO juga memasukkan merkuri sebagai 10 daftar bahan kimia yang paling berbahaya bagi tubuh manusia.
Merkuri dianggap sebagai logam berbahaya karena sebagai ion atau dalam bentuk senyawa tertentu mudah diserap ke dalam tubuh. Di dalam tubuh, merkuri dapat menghambat fungsi dari berbagai enzim bahkan dapat menimbulkan kerusakan sel.
ADVERTISEMENT
Sumber Pencemaran Logam Merkuri
Kehadiran logam berat Hg di lingkungan dapat terjadi melalui aktivitas gunung berapi, pelapukan batuan, dan sebagai akibat dari aktivitas manusia. Namun, pencemaran merkuri di perairan laut lebih banyak disebabkan oleh faktor manusia dibanding faktor alami.
Karena meskipun kehadiran merkuri dapat terjadi secara alami tetapi kadarnya sangat kecil. Mayoritas merkuri yang ada di lingkungan berasal dari kegiatan antropogenik, seperti kegiatan: pertambangan, pembakaran bahan bakar fosil, pabrik pengolahan kertas, emisi smelter, dsb.
Dalam kegiatan pertambangan, emas digunakan dalam dua tahap.
Tahap pertama adalah digunakan pada saat proses pemisahan emas dari material lainnya. Pada saat ini material tanah yang telah terkontaminasi merkuri apabila dibuang ke lingkungan dapat menimbulkan pencemaran merkuri.
ADVERTISEMENT
Pada tahap kedua, merkuri digunakan dalam proses pemurnian emas. Dalam proses pemurnian emas dengan proses pemanasan, apabila wadah yang digunakan merupakan wadah terbuka, maka uap merkuri dapat menguap ke atmosfer. Pada saat hujan turun, kemungkinan air hujan terkontaminasi merkuri akan sulit dihindari.
Dampak Merkuri pada Lingkungan dan Biota Perairan
Merkuri dapat berada dalam 3 bentuk, yaitu: metal (logam), senyawa-senyawa anorganik, dan senyawa organik. Merkuri dan turunannya sangat beracun, sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat sangat merugikan.
Pengaruh pencemaran merkuri terhadap ekologi bersifat jangka panjang, yaitu meliputi kerusakan struktur komunitas, gen, jaringan makanan, tingkah laku, dan fisiologi hewan air.
Di lingkungan, merkuri yang terdapat dalam limbah di perairan umum diubah oleh aktifitas mikro organisme menjadi komponen methyl merkuri (senyawa organik) oleh mikroorganisme.
ADVERTISEMENT
Methyl merkuri memiliki daya racun tinggi, sukar terurai dibandingkan zat asalnya dan memiliki daya ikat yang tinggi pada jaringan tubuh, terutama pada biota perairan. Oleh karena itu, konsentrasi merkuri biasanya ditemukan lebih tinggi pada biota perairan dibandingan hewan darat.
Masuknya methyl mercury ke tubuh ikan atau biota perairan lainnya dapat terjadi melalui proses penyerapan air melalui insang dan proses rantai makanan, kemudian terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan tubuhnya.
Mason CF dalam Martono (2005) mengemukakan bahwa sekitar 95 persen methyl mercury yang masuk ke dalam tubuh akan diserap oleh usus dan hanya kurang dari 1 persen yang dikeluarkan lagi dari dalam tubuh.
Sehingga, ikan predator besar lebih mungkin untuk memiliki tingkat merkuri yang tinggi sebagai akibat dari proses memakan ikan kecil yang telah terkontaminasi merkuri melalui konsumsi plankton.
ADVERTISEMENT
Merkuri yang diakumulasi dalam tubuh hewan air akan merusak sistem enzimatik, yang berakibat dapat menimbulkan penurunan kemampuan adaptasi bagi hewan yang bersangkutan terhadap lingkungan yang tercemar tersebut.
Pada ikan, organ yang paling banyak mengakumulasi merkuri adalah ginjal, hati dan lensa mata. Hasil pemaparan logam merkuri yang diujikan pada beberapa jenis ikan mengungkapkan bahwa setiap jenis dan spesies ikan mempunyai tingkat sensitivitas yang berbeda, tergantung pada aktivitas biota tersebut.
Hasil-hasil penelitian melaporkan juga bahwa bahwa merkuri dapat menggumpalkan lendir pada permukaan insang dan merusak jaringan insang sehingga ikan mati.
Adanya luka pada insang dan struktur jaringan luar lainnya, dapat menimbulkan kematian terhadap ikan yang disebabkan oleh proses anoxemia, yaitu terhambatnya fungsi pernapasan yakni sirkulasi dan eksresi dari insang.
ADVERTISEMENT
Huckabee dan Griffith (1974) mengemukakan bahwa kadar 0,001 ppm merkuri dan selenium dapat mereduksi dalam kantong telur ikan mas (Cyprinus carpio). Widodo (1980) mengatakan bahwa akumulasi merkuri dalam tubuh biota laut juga terpusat pada organ tubuh yang berfungsi untuk reproduksi, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan biota laut terutama dalam mengembangkan keturunannya.
Dampak Merkuri pada Kesehatan Manusia
Manusia dapat terpapar oleh merkuri melalui proses penghidupan uap merkuri secara langsung maupun melalui proses rantai makanan jika memakan asupan seperti ikan dan biota perairan yang sudah tercemar merkuri.
Paparan merkuri dalam tubuh manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius, meskipun hanya dalam konsentrasi yang rendah.
Keracunan oleh merkuri nonorganik dapat mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati. Merkuri organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki plasenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan kromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak.
ADVERTISEMENT
Kasus Pencemaran Merkuri
Kasus pencemaran merkuri yang paling besar terjadi Teluk Minamata, Jepang. Sebuah perusahaan yang memproduksi asam asetat membuang limbang cairnya ke Teluk Minamata, salah satunya adalah methyl mercury konsentrasi tinggi.
Tragedi yang dikenal dengan Penyakit Minamata (Minamata Disease) terjadi antara tahun 1932-1968. Teluk Minamata merupakan daerah yang kaya sumber daya ikan dan kerang.
Selama bertahun-tahun, tidak ada yang menyadari bahwa ikan, kerang, dan sumber daya laut lainnya dalam teluk tersebut telah terkontaminasi merkuri.
Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara langsung dari air maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging kerang-kerangan, krustacea dan ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat Minamata.
ADVERTISEMENT
Akibat adanya proses bioakumulasi dan biomagnifikasi, konsentrasi merkuri dalam rambut beberapa pasien di rumah sakit Minamata mencapai lebih 500 ppm. Pada saat itu, setidaknya 50.000 orang yang terkena dampak dan lebih dari 2.000 kasus penyakit Minamata disertifikasi.
Masyarakat Minamata yang mengonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut diidentifikasi terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa, bicara ngawur, dan bahkan banyak yang meninggal dunia.
Di Indonesia, kasus pencemaran merkuri yang cukup serius juga pernah terekspos di Teluk Buyat, Sulawesi Utara pada 2004.
Perusahaan tambang emas PT Newmont Minahasa Raya yang beroperasi di area Teluk Buyat diduga telah membuang limbah tailing-nya ke ke dasar Teluk Minahasa sehingga menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat yang serius.
ADVERTISEMENT
Sejumlah ikan mati mendadak dan menghilangnya beberapa beberapa jenis ikan. Selain itu, ditemukan sejumlah ikan memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan.
Fenomena yang sama juga ditemukan pada sejumlah penduduk Buyat, di mana mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.
Hasil penelitian WALHI (2004) menemukan bahwa sejumlah konsentrasi logam berat (arsen, merkuri, antimon, mangan) dan senyawa sianida pada sedimen di Teluk Buyat sudah tinggi.
Jika dibandingkan pada konsentrasi logam berat sebelum pembuangan tailing (data dari studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan/AMDAL, 1994), konsentrasi merkuri di daerah dekat mulut pipa tailing di Teluk Buyat meningkat hingga 10 kali lipat (data WALHI dan KLH, 2004).
ADVERTISEMENT
Presepsi Masyarakat tentang Bahaya Merkuri
Termasuk sebagai tiga logam berat paling berbahaya dan 10 bahan kimia paling beracun ke dalam tubuh manusia. Namun, nyatanya masih ada yang menggunakan merkuri tanpa prosedur yang baik bahkan dibuang ke lingkungan tanpa melalui proses pemurnian terlebih dahulu.
Salah satunya adalah proses penambangan emas secara tradisional.
Di Indonesia, merkuri masih banyak digunakan para penambang emas tradisional (penambang emas skala kecil). Para penambang emas tradisional menggunakan merkuri untuk menangkap dan memisahkan butir-butir emas dari butir-butir batuan hingga proses pemurniannya.
Endapan merkuri ini disaring menggunakan kain untuk mendapatkan sisa emas. Endapan yang tersaring kemudian diremas-remas dengan tangan. Air sisa-sisa penambangan yang mengandung Hg dibiarkan mengalir ke sungai dan pada akhirnya akan bermuara di laut.
ADVERTISEMENT
Meskipun penggunaannya ini bersifat ilegal, namun aktivitas penambangan emas secara tradisional semakin marak di Indonesia.
Alasan ekonomi, kurangnya fasilitas yang memadai, dan kurangnya pengetahuan serta kesadaran masyarakat tentang dampak merkuri menyebabkan tindakan melepas merkuri ke perairan dianggap sebagai sesuatu yang lumrah.
Corry Yanti Manullang
Pusat penelitian Laut Dalam – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia