Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Ketidakpastian Status Tanah Negara Sebagai Objek Pendaftaran Tanah
9 Desember 2024 13:24 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Cristin Paulina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia adalah negara yang memiliki luas daratan mencapai 1.9 juta km persegi. Dengan begitu luasnya daratan, diperlukannya suatu aturan hukum yang mengatur agar adanya keteraturan dalam pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan kepemilikannya, sehingga terciptalah hukum tanah yang disebut hukum. agraria yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria. Tanah sendiri memiliki begitu banyak pengertian, salah satunya tertuang dalam pasal 1 ayat (1) PP No.18 Tahun 2021 yang berbunyi tanah adalah permukaan bumi baik berupa daratan maupun yang tertutup air, termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi, dalam batas tertentu yang penggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan dan pemanfaatan permukaan bumi. Dalam pasal 2 UUPA dijelaskan permukaan bumi pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat. Makan dalam pasal 4 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi atau tanah. Hak atas tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan antara pemegang hak dengan tanah, termasuk ruang di atas tanah atau di bawah tanah untuk menguasai, memiliki, serta memelihara tanah, ruang di atas tanah atau di bawah tanah. Contohnya, hak milik, HGB,HGU, hak pakai, hak sewa dan lain sebagaiannya.
Seiring berjalannya waktu, meningkatnya peranan tanah dalam kehidupan sehari-hari mengakibatkan harus adanya jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Menimbang hal itu, perlu adanya pendaftaran atas tanah, sehingga para pemilik tanah dapat membuktikan adanya hak mereka atas tanah tersebut. Pendaftaran tanah ialah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rusun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rusun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Tujuan dari pendaftaran tanah tersebut adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, menyediakan informasi serta menyelenggarakan tertib administrasi pertanahan. Menurut pasal 19 UUPA, pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan menteri agraria. Sehingga daerah perkotaan akan lebih diutamakan karena laju ekonominya lebih tinggi dibandingkan di daerah pedesaan. Pendaftaran tanah ini dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional sesuai PP No. 24 Tahun1997.
Pasal 9 PP No.24 Tahun 1997 menyebutkan objek pendaftaran tanah meliputi:
1. Hak milik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan 4. Hak Pakai
5. Tanah Hak Pengelolaan
6. Tanah Wakaf
7. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
8. Hak Tanggungan
9. Tanah Negara
Yang menjadi pokok bahasan utama dalam artikel ini adalah bagaimana ketidakjelasan "tanah. negara sebagai bagian dari objek pendaftaran tanah. Menurut pasal 1 PP No.24 Tahun 1997, tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan suatu hak atas tanah. Sehingga pendaftaran tanah negara dilakukan dengan caral membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah. Namun tanahnegara tidak disediakan buku tanah sehingga sertifikat tanda bukti atas tanah negara tidak dapat diterbitkan. Sementara itu, UUPA dan PP No. 24Tahun 1997 menggunakan sistem pendaftaran tanah hak (registration of titles), dimana sistem ini mengeluarkan buku tanah sebagai dokumen penting yang berisikan data yuridis dan data fisik serta menerbitkan sertifikat tanda bukti hak yang didaftar. Sistem positif yang bertendensi negatif (quasi positif) pada sistem yang digunakan UUPA menganggap sertifikat yang dilahirkan adalah alat bukti terkuat kecuali bisa dibuktikan sebaliknya. Salah satu ciri dari quasi positif adalah adanya nama yang tercantum di dalam buku tanah sebagai pemilik yang sah dan dilindungi hukum. Hal inilah yang menjadi titik keabu-abuan "tanah negara" sebagai salah satu objek pendaftaran tanah.
Ketika tanah negara tidak dapat diterbitkan sertifikatnya di saat sistem pendaftaran kita. menganggap sertifikat sebagai bukti terkuat. Lalu apa bedanya dengan tanah ulayat? Kenapa tanah ulayat juga tidak bisa menjadi salah satu dari objek pendaftaran tanah agar memiliki kepastian hukum seperti tanah negara? Kedua tanah tersebut sama-sama tidak dapat memiliki sertifikat atas tanah, namun hanya salah satu di antaranya yang memiliki kepastian hukum. Dan pada kenyataannya, kekuatan hak ulayat cenderung melemah dengan semakin berkembangnya hak pribadi para warga. Hanya karena tanah negara adalah aset pemerintahan sedangkan tanah ulayat hanya sebatas milik masyarakat adat dengan sistem penguasaan tradisional.
Jika dibiarkan berlarut-larut, permasalahan ini hanya akan menjadikan negara dan terutama masyarakat menjadi korban. Karena tidak jarang, tanah negara menjadi objek kepentingan ekonomi yang merugikan masyarakat. Hal ini disebabkan saat proses pelepasan atau pengalihan tanah negara kerap tidak mempertimbangkan aspek keadilan sosial dan kepentingan masyarakat sekitar, yang justru seharusnya menjadi prioritas utama.
Untuk itu penulis mengharapkan adanya pembaharuan serta pengkajian ulang terkait hukum pertanahan di Indonesia. Terlebih lagi, perlu adanya mekanisme aturan hukum yang lebih kuat dalam perlindungan kepada masyarakat, seperti masyarakat ulayat yang memiliki potensi terkena dampak dari status tanah negara. Jadi dapat disimpulkan bahwa, tanah negara sebagai salah satu objek pendaftaran tanah bukan hanya sekedar permasalahan tanah secara administratif, tetapi juga merupakan sebuah isu yang memiliki potensi besar yang membutuhkan penanganan serius.
ADVERTISEMENT