Konten dari Pengguna

Midodareni: Ritual Malam Pengantin Tradisi Jawa

Anisa Citra Nuraini
Saya adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang
12 Desember 2024 17:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Anisa Citra Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pernikahan adat Jawa, Sumber: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pernikahan adat Jawa, Sumber: pixabay
ADVERTISEMENT
Pernikahan adalah pertalian suci yang dilakukan setiap pasangan demi ikatan yang sah. Bagi pasangan yang masih menjalankan tradisi leluhur, pernikahan adat kerap jadi pilihan sebagai bentuk penghormatan kepada pendahulu. Masyarakat adat Jawa di Indonesia, punya rangkaian prosesi pernikahan yang terdiri dari beberapa tahap. Salah satu tahapan tersebut adalah prosesi Midodareni, yang dilakukan sebelum pernikahan tiba. Artikel ini akan membahas pengertian, asal-usul serta tata cara dari tradisi Midodareni dalam kebudayaan Jawa.
ADVERTISEMENT
Pengertian Midodareni
Secara etimologis, kata “Midodareni” berasal dari dua kata, yaitu “Mido” yang berarti malaikat dan “Dareni” yang berarti menunggu atau menanti. Oleh karena itu, Midodareni bisa diartikan sebagai “menunggu malaikat”, yang melambangkan malam yang penuh dengan harapan akan berkah, keselamatan, dan kebahagiaan bagi pasangan yang akan menikah. Tradisi ini melibatkan sejumlah prosesi yang penuh simbolisme yang menghubungkan kehidupan fisik dan spiritual para pengantin.
Pada malam Midodareni, pengantin perempuan akan berada di rumah orang tua atau tempat yang telah disiapkan untuk menunggu hari pernikahannya. Ritual ini melibatkan anggota keluarga dan kerabat dekat yang akan turut serta mendoakan pengantin untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup berumah tangga.
Asal Usul Midodareni
ADVERTISEMENT
Asal usul Midodareni berakar dari legenda Jawa, khususnya cerita Jaka Tarub dan Nawangwulan. Dalam legenda tersebut, Jaka Tarub, seorang pemuda biasa, bertemu dengan Nawangwulan, seorang bidadari yang turun ke bumi. Nawangwulan kemudian menjadi istri Jaka Tarub setelah beberapa peristiwa ajaib. Dalam cerita ini, diyakini bahwa pada malam sebelum pernikahan, para bidadari dari kayangan turun untuk memberikan berkah, mempercantik, dan menyempurnakan calon pengantin wanita.
Malam Midodareni dipercaya sebagai saat di mana calon pengantin wanita diberi berkah oleh para dewi. Tradisi ini menandakan bahwa malam tersebut adalah malam yang sakral dan penuh berkah, di mana calon mempelai wanita akan mendapatkan bimbingan dan doa dari keluarga, serta dijaga agar tetap cantik dan sempurna, baik fisik maupun spiritual, sebagai persiapan memasuki kehidupan rumah tangga yang baru.
ADVERTISEMENT
Tata Cara Midodareni
Ada beberapa rangkaian prosesi dalam upacara Midodareni, yaitu Jonggolan atau Nyantri, Tantingan, Nebus Kembar Mayang, Pembacaan dan Penyerahan Catur Wedha, serta Wilujengan Majemukan. Berikut penjelasan lebih lanjut tentang masing-masing prosesi:
1. Jonggolan atau Nyantri
Pada tahap ini, pengantin pria datang ke rumah pengantin wanita dengan didampingi oleh wakil keluarga yang ditunjuk oleh orang tua pengantin pria. Setibanya di rumah, pengantin pria hanya diperkenankan duduk di beranda rumah dan disuguhkan air putih. Selain itu, ia membawa seserahan dengan jumlah ganjil untuk pengantin wanita. Pada tahap ini, kedua pengantin tidak diperbolehkan bertemu. Proses ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa pengantin pria dalam kondisi sehat dan aman serta sebagai tanda keteguhan hatinya untuk menikah.
ADVERTISEMENT
2. Tantingan
Setelah kedatangan pengantin pria, orang tua pengantin wanita akan menemui sang putri di kamar. Pada malam Midodareni, pengantin wanita tidak boleh keluar dari kamar dan hanya diperbolehkan berada di dalamnya. Orang tua pengantin wanita kemudian menanyakan kesiapan sang putri untuk menikah. Hanya saudara dan tamu wanita yang diperbolehkan mengunjungi pengantin wanita pada saat itu.
3. Nebus Kembar Mayang
Kembar Mayang adalah benda dekoratif yang dianggap memiliki nilai sakral. Dipercaya bahwa kembar mayang adalah milik para dewa, dan setelah digunakan, benda ini harus dikembalikan ke bumi atau dilarung ke air. Prosesi ini dilakukan oleh dua orang yang sudah menikah dan hidup dengan penuh kebajikan. Mereka membawa kembar mayang, yang dinamakan Dewandaru dan Kalpandaru, lalu meletakkannya di sisi kanan dan kiri kursi pelaminan.
ADVERTISEMENT
4. Pembacaan dan Penyerahan Catur Wedha
Catur Wedha merupakan wejangan yang disampaikan oleh ayah pengantin wanita kepada pengantin pria. Ada empat pesan penting yang disampaikan dalam wejangan ini:
• Seorang pria yang menikah harus siap menjadi suami dan kepala keluarga yang bijaksana.
• Kedua pengantin harus menghormati dan berbakti kepada orang tua masing-masing.
• Setelah menikah, pasangan mempelai harus mandiri dan hidup dalam masyarakat dengan mematuhi hukum serta saling menghormati.
• Pasangan pengantin harus meningkatkan ketakwaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5. Wilujengan Majemukan
Prosesi terakhir dalam Midodareni adalah silaturahmi antara calon pengantin pria dan wanita. Orang tua pengantin wanita memberikan dua benda simbolis kepada pengantin pria:
• Kancing gelung, yaitu seperangkat pakaian untuk upacara panggih.
ADVERTISEMENT
• Keris, yang melambangkan perlindungan bagi keluarga baru.
Perlengkapan Midodareni
Dalam prosesi Midodareni, baik perempuan maupun laki-laki memiliki peran dan perlengkapan masing-masing yang khas, sesuai dengan tradisi dan ritual yang berlaku. Berikut adalah rincian peran dan perlengkapan untuk kedua pengantin:
Perlengkapan pihak laki-laki
• Sepasang cengkir gadhing yang diberi hiasan janur
• Ayam jantan muda
• Paningset
• Sepasang kembar mayang
• Tanda asih
Perlengkapan pihak perempuan
• Cunduk ukel
• Ayam betina muda
• Naskah catur wedha
• Klasa klapa untuk alas tempat duduk pengantin
Kaitan Midodareni dengan Antropologi Budaya
Dalam antropologi budaya, Midodareni berperan sebagai ritual yang mengandung makna simbolis dan sosial. Beberapa aspek penting yang berkaitan dengan antropologi budaya adalah:
ADVERTISEMENT
1. Ritual Perubahan Sosial
Midodareni merupakan ritus peralihan (rite of passage), yang menandai perubahan status sosial, terutama bagi pengantin wanita yang beralih dari status gadis menjadi istri, serta perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat.
2. Simbolisme
Ritual ini penuh dengan simbol, seperti seserahan dan kembar mayang, yang melambangkan perlindungan, restu, dan kesiapan untuk memulai hidup baru bersama.
3. Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran penting dalam prosesi ini, memberikan nasihat dan restu, yang mencerminkan betapa pentingnya ikatan keluarga dalam masyarakat Jawa.
4. Pelestarian Budaya
Midodareni juga menjadi sarana pelestarian budaya, mentransmisikan nilai-nilai tradisional dan sosial kepada generasi berikutnya, serta memperkuat identitas budaya Jawa di tengah perubahan zaman.
Sebagai kesimpulan, prosesi Midodareni merupakan ritual penting dalam pernikahan adat Jawa yang mengandung makna mendalam, memperkuat ikatan antara kedua mempelai, serta menghormati tradisi. Setiap tahapan, dari Jonggolan hingga Wilujengan Majemukan, bertujuan memberi berkah, nasihat, dan kesiapan dalam menjalani hidup berumah tangga. Midodareni adalah simbol harapan dan doa agar kedua mempelai memulai hidup baru dengan kebahagiaan, kedewasaan, dan tanggung jawab. Prosesi ini menjadi momen sakral yang penuh restu dan keberkahan.
ADVERTISEMENT
Anisa Citra Nuraini, mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Pamulang.