Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Bagaimana Seharusnya Mahasiswa Manajemen Melihat G-30-S
2 Oktober 2017 8:50 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari Cublaksuweng tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Aksi Gerakan 30 September (G-30-S) yang dipimpin oleh Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen Tjakrabirawa Letkol Untung Syamsuri hanya bertahan 24 jam. Gerakan tersebut hanya mampu menculik dan jenderal-jenderal teras Angkatan Darat (AD) di Lubang Buaya pagi hari 1 Oktober 1965. Namun gerakan tersebut tidak berlanjut dan meluas, bahkan dapat dikalahkan oleh AD pimpinan Soeharto dalam waktu yang sangat singkat.
ADVERTISEMENT
Ada banyak cara menjelaskan mengapa G-30-S gagal, sebanyak skenario apa yang sesungguhnya terjadi di hari-hari paling misterius dalam sejarah republik itu.
Secara semena-mena Cublaksuweng membubuhkan kata manajemen di mesin pencari untuk G-30-S dan ini sebagian hasilnya.
Manajemen, secara ringkas dapat diartikan menjadi serangkaian kegiatan yang diarahkan pada sumber daya organisasi yang bertujuan untuk mencapai sasaran organisasi dengan efektif dan efisien.
Tulisan ini menggunakan catatan persiapan dan pasca G-30-S yang dibuat Brigjen Supardjo, salah seorang Jendral yang terlibat dalam gerakan tersebut, bahkan tentara dengan pangkat tertinggi. Catatan itu berjudul “Beberapa Pendapat jang Mempengaruhi Gagalnja “G-30-S” Dipandang dari Sudut Militer” (1966). Untuk selanjutnya disebut dokumen Supardjo.
ADVERTISEMENT
Henri Fayol (1841-1925), seorang ahli teori Manajemen dan Administrasi yang berasal dari Perancis memperkenalkan Prinsip-Prinsip Manajemen dalam bukunya yang berjudul “Administration Industrielle et Generale”. Bagaimana Prinsip-Prinsip Manajemen dari Fayol melihat kegagalan G-30-S 1965, ini kira-kira :
1. Perencanaan Yang Matang
Dengan melakukan perencanaan dan perancangan secara matang maka organisasi akan siap menghadapi berbagai kendala dan rintangan karena telah diperhitungkan semunya. Namun tidak demikian halnya dengan para pemimpin dan perancang G-30-S.
Perencanan G-30-S sangat kacau. Bahkan apa yang direncanakan dalam praktik berubah total. Menurut Brigjend Suparjo: “Revolusi bertingkat tiba-tiba dirobah menjadi gerakan PKI seluruhnya”
Selain itu, G-30-S juga dilaksanakan tanpa persiapan yang teliti. Para pimpinan G-30-S tidak memeriksa atau melihat dengan mata kepala sendiri persiapan gerakan itu. Dalam Dokumen Supardjo disebutkan, persiapan di markas G-30-S, Lubang Buaya, sampai tengah malam belum selesai. Penentuan pasukan-pasukan yang bertugas menculik para jendral juga belum selesai.
ADVERTISEMENT
Kesalahan mendasar dari gerombolan ini adalah pada awalnya rencana penculikan terhadap Jenderal Nasution dan Jenderal Yani yang dijaga ketat justru akan diserahkan kepada sukarelawan yang baru saja belajar memegang senjata, walaupun kemudian diganti dengan pleton-pleton dari Tjakra Birawa.
Tak heran bukan jika gerakan ini dapat disapu dengan mudah ?
2 Kesatuan Komando (Unity of Command)
Dalam dokumen Suparjo pimpinan G-30-S dibagi dalam 3 kelompok: a) Kelompok Ketua, b) Kelompok Sjam cs, c) Kelompok Untung cs. Nah, hal ini yang menyalahi prinsip manajemen. Berdasarkan Prinsip Kesatuan Komando dari Fayol, bawahan seharusnya hanya menerima perintah dari seorang atasan saja dan juga bertanggung jawab kepada satu atasan saja. Jika terlalu banyak atasan yang memberikan perintah, karyawan yang bersangkutan akan sulit untuk membedakan prioritasnya. Hal ini juga akan menimbulkan kebingungan dan tidak fokus pada tugas yang diemban.
ADVERTISEMENT
Dengan garis komando dibagi menjadi 3 kelompok, maka pengambilan keputusan tidak bisa berjalan dengan cepat, sementara persoalan terus berganti dan harus dipecahkan secepat mungkin.
3. Kesatuan Arah (Unity of Direction)
Orang yang bekerja dalam suatu organisasi harus memiliki tujuan dan arah yang sama dan bekerja berdasarkan rencana yang sama. Namun justru G-30-S tidak memiliki kesatuan arah yang jelas selain hanya menculik para jenderal dan menyiarkan berita di RRI jika Presiden dalam keadaan selamat.
Rencana makro operasi tidak jelas karena hanya dititikberatkan pada penculikan 7 jenderal saja. Perencanaan pasca sukses atau gagal menculik juga tidak jelas.
Termasuk ketika Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) menyerbu pangkalan G-30-S di sekitar Halim, para pemimpin gerombolan itu juga tidak punya arah yang jelas apakah harus melawan atau melarikan diri.
ADVERTISEMENT
Brigjend Suparjo menulis: “Diskusi berjalan lama tanpa keputusan. Akhirnya kami sarankan agar seluruh komando diserahkan kepada kami dan nanti bila situasi telah dapat diatasi wewenang akan diserahkan kembali kepada kawan Untung. Kawan Untung tidak setuju, karena bertempur terus pendapatnya sudah tidak ada dasar politiknya lagi. Apa yang di maksud dengan kata-katanya itu, kami tidak begitu mengerti. Di lain fihak kawan Sjam tidak memberikan reaksi atas usul kami. Kemudian saja desak lagi supaya segera mengambil keputusan, bila terlambat nanti, maka kita terjepit dalam suatu sudut di mana tidak ada pilihan lain, melawan pun hancur dan lari pun hancur.”
4. Pembagian Kerja (Division of Work)
Menurut Fayol, pekerjaan harus dibagi menjadi unsur-unsur yang lebih kecil atau di-spesialisasi sehingga Output (hasil kerja) dan Efektifitas akan meningkat seiring dengan peningkatan kemampuan dan keahlian pada tugas yang diembannya.
ADVERTISEMENT
Namun, para pimpinan G-30-S gagal menerapkan prinsip pembagian kerja dengan baik. Bahkan dari sudut pandang militer, dalam dokumen Supardjo tertulis yang menyebabkan kemacetan G-30-S karena ketidaaan pembagian kerja.
Kekacauan manajemen komplotan G-30-S mencapai puncaknya ketika tiadanya seorang pimpinan atau komanda utama yang bahkan membingungkan bagi seorang Jenderal.
Brigjen Suparjo mengatakan: “Apa yang terjadi pada waktu itu adalah suatu debat, atau diskusi yang langdradig (tak berujungpangkal), sehingga kita bingung melihatnya, siapa sebetulnya komandan: kawan Sjamkah, kawan Untungkah, kawan Latifkah atau Pak Djojo?.”
5. Disiplin
Disiplin harus ditegakkan dalam suatu organisasi, namun setiap organisasi memiliki cara yang berbeda-beda dalam menegakkan kedisiplinannya. Kedisiplinan merupakan dasar dari keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan organisasinya.
ADVERTISEMENT
Tentara dan kaum sipil yang tergabung dalam gerombolan G-30-S sangat tidak displin. Ketidakdisplinan mereka tergambar dari Batalyon tentara G-30-S, Batalyon 530 Divisi Brawijaya-Jawa Timur dan Batalyon 545 Divisi Diponegro-Jawa Tengah, yang tidak mendapat makanan, kemudian menyusul berita bahwa Yon 530 Jawa Timur minta makan ke Kostrad. Akhirnya penjagaan RRI ditinggalkan tanpa adanya instruksi dan hasilnya adalah kelaparan dan indisipliner.
Menurut rencana gerombolan G-30-S, kota Jakarta dibagi dalam tiga sektor, Selatan, Tengah dan sektor Utara. Tetapi waktu sektor-sektor itu dihubungi, semua-semua tidak ada di tempat (bersembunyi).
Aksi-aksi indisipliner, kekurangan makan, dan sektor-sektor yang bersembunyi memperlihatkan sisi lucu dari gerakan paling ditakuti ini bukan?.
Jadi, cita-cita tinggi boleh saja -revolusi, daulah Islamiyyah, disrupt market, apapun itu- tapi jangan sekali-kali melupakan manajemen. Jas Ramen , Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah Manajemen.
ADVERTISEMENT
Penulis : Ahmad Umbra
Editor : L. T. Paris