Keluarga Besar Marhaenis Yogya: Saatnya Temukan Nilai Pancasila di Jalan Raya

Cublaksuweng
Harta yang Paling Berharga adalah Cinta dan Keluarga.
Konten dari Pengguna
2 Juni 2020 1:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cublaksuweng tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kelompok seniman jalan Darmo Budoyo dalam Peringatan Kelahiran Pancasila dan Bulan Bung Karno, Keluarga Besar Marhaenis (KBM) Yogya.
zoom-in-whitePerbesar
Kelompok seniman jalan Darmo Budoyo dalam Peringatan Kelahiran Pancasila dan Bulan Bung Karno, Keluarga Besar Marhaenis (KBM) Yogya.
ADVERTISEMENT
Keluarga Besar Marhaenis menggelar perayaan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2020 dengan menggandeng kelompok Darmo Budoyo seniman jalanan dengan musik instrumen angklung pada Senin (1/6) siang. Bertempat di Perempatan Jalan Taman Sari Yogyakarta, perayaan di jalanan tersebut ditayangkan secara live streaming di beberapa channel media.
ADVERTISEMENT
Dengan tetap menerapkan protokol pencegahan COVID-19, perayaan diisi dengan menyanyikan lagu-lagu nasional seperti Indonesia Raya, Tanah air, Padamu Negeri, Hallo-Hallo Bandung, syukur dengan diiringi musik tradisional angklung dan orasi kebangsaan.
Penanggung jawab acara, Mugiono Cahyadi mengatakan perayaan bersama seniman angklung jalanan sepintas terlihat suatu hal yang telah biasa. Tapi sesungguhnya acara ini didasari oleh pertimbangan matang bahwa Pancasila, apalagi di masa pandemi yang sangat berat bagi kesehatan dan ekonomi masyarakat ini, mesti kembali dipungut nilai-nilainya dari jalan raya.
“Dan bukan dari mimbar diskusi di gedung-gedung mewah terus. Seniman jalanan adalah simbol dari ketersisihan karena mereka tak mendapat panggung yang layak, panggung mereka dilibas oleh panggung politik debat kusir di media televisi yang mengatasnamakan nasib mereka, orang-orang pinggiran,” papar Yoyon, panggilan akrab Mugiono, yang juga Wakil Sekjen Pengurus Nasional KBM ini kepada wartawan sebelum dimulainya acara.
ADVERTISEMENT
Di masa pandemi, menurut Yoyon, jalanan sunyi sebab aktivitas terhenti. Orang-orang pinggiran di perkotaan yang menggantungkan hidup dari ramainya jalan raya, kini musti menerima takdir beratnya makan sehari-hari. Riset kecil yang dilakukan tim yang dipimpin Yoyon menunjukkan bahwa pekerja informal di jalan raya, kebanyakan tak menerima bantuan sosial sebab administrasi pemerintah sering tak berpihak pada mereka; persoalan tempat tinggal, KTP, dan detil administrasi menyulitkan mereka.
Pada masa sebelum pandemi, mereka bisa berpenghasilan dari ngamen, tambal ban, jualan angkringan, mengayuh becak, karyawan toko, office boy, dan sebagainya. Tapi begitu pandemi, seluruh sumber penghasilan mereka seperti tersedot ke angkasa, hilang begitu saja.
“Marhaen sang petani yang ditemui Bung Karno, di masa pandemi lebih beruntung karena sawah terus bisa berproduksi. Tapi ekonomi yang dipanggul di punggung jalan raya hari ini mati, maka di sinilah para marhaen di masa pandemi,” jelas Yoyon.
Tim acara peringatan berfoto bersama.
Tim kreatif acara, Pinto Artipak memaparkan bagaimana perjumpaannya dengan pengamen jalanan menunjukkan bahwa pandemi benar-benar menerjang kehidupan perkotaan.
ADVERTISEMENT
“Kami merasa penting untuk memungut nilai-nilai Pancasila dari jalan raya yang hari ini terimbas betul oleh pandemi. Ayo kita cek saudara-saudara kita yang menggantungkan hidup pada jalan raya, saatnya gotong royong ini dimulai dari jalan raya,” katanya.
Pinto menjelaskan, H-3 sebelum acara para pengamen angklung ini hanya hafal 1 lagi wajib Indonesia Raya, tapi dengan latihan bersama keluarga besar marhaenis selama 2 hari kini mereka sukses memainkan 12 lagu nasional dengan instrument angklung.
“Suasana kebangsaan, persatuan, gotong-rotong, tentu bisa makin terdorong dengan lagu-lagu nasional. Lagu itu dahsyat kekuatanya, dan saat ini sangat diperlukan untuk memupuk rasa sebangsa dan setanah air dalam menghadapi pandemi ini,” jelas Pinto.
Dalam kata sambutannya, Sulistyo mewakili pengurus nasional KBM dan Agus Subagyo mewakili pengurus KBM DIY berpesan bahwa Hari lahir pancasila dan bulan Bung Karno mengingatkan bahwa Pancasila sebagai rumah besar dan alat pemersatu bangsa apapun golongannya adalah teknologi paling ampuh untuk keluar dari krisis akibat pandemi ini.
ADVERTISEMENT
“Kita musti tunjukkan kepada bangsa-bangsa di seluruh dunia, apa yang terjadi hari ini. Kita hidup rukun gotong royong di dalam rumah besar Pancasila,” tandas Sulistyo. (Rls / PMP)