Yogya Dalam Pusaran Narkoba

Cublaksuweng
Harta yang Paling Berharga adalah Cinta dan Keluarga.
Konten dari Pengguna
2 Oktober 2017 9:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cublaksuweng tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belum lama berselang hampir 100 orang -mayoritas remaja- di Kendari Sulawesi Tenggara membuat gempar karena kejang-kejang setelah mengkonsumsi obat bernama PCC (Paracetamol Cafein dan Carisoprodol). Meski tidak termasuk narkoba, tapi pemerintah sudah melarang Corisoprodol dijual bebas sejak 1973.
ADVERTISEMENT
Kali ini Cublaksuweng tidak akan cerita banyak soal PCC. Cublaksuweng menulis dari Jogja dan ini beberapa fakta sementara yang kami dapatkan seputar narkoba dan Jogja.
1. DIY Urutan Pertama Pengguna Narkoba di Indonesia
(dari sisi persentase pengguna dibanding jumlah penduduk pada tahun 2016)
Dengan jumlah penduduk 3,6 juta jiwa sebanyak 2,6 persen (93.000 penduduk) di antaranya merupakan pengguna narkoba. Nomor 2 Jakarta dan nomor 3 Surabaya.
Sumber : Kepala Bidang Pemberantasan Narkoba BNNP DIY AKBP Mujiyana.
Catatan : Sampai saat ini Cublaksuweng belum berhasil mendapatkan metode penelitian BNNP DIY sehingga mendapatkan kesimpulan di atas.
2. 2 dari 10 Mahasiswa DIY Pengguna Narkoba
ADVERTISEMENT
Sebanyak 60 ribu mahasiswa dari total 300 ribu mahasiswa di DIY menggunakan narkoba.
3. 45 Persen Mahasiswa Pengguna Narkoba adalah Pengguna Aktif, Sisanya Coba-Coba.
4. Yogya Jadi Awal Mula Monopoli Perdagangan Narkoba di Jawa.
Belanda memulai perdagangan candu di Jawa melalui VOC (Vereenigde Ost Indische Compagnie) pada 1677, mereka berhasil mendapatkan perjanjian dengan Amangkurat II, raja Mataram (Yogya) ketika itu, untuk memasukkan candu ke Mataram dan memonopoli perdagangan candu di seluruh negeri.
Opium atau candu adalah getah bahan baku narkotika yang diperoleh dari buah candu yang belum matang. Untuk selanjutnya, opium dan candu akan selalu disebut sebagai narkoba.
Sumber : Opium to Java karya James R.Rush.
ADVERTISEMENT
5. 1 dari 20 Orang Jawa Pengguna Narkoba. Itu terjadi di tahun 1882.
6. Setiap Pos Bea Cukai Utama, Sub-Pos Cukai, dan Pasar di Kasultanan Yogyakarta Jadi Pengedar Narkoba.
Sumber : Peter Carey dalam bukunya yang berjudul “ Orang Cina, Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa: Perubahan Persepsi Tentang Cina 1755-1825”
7. Pangeran-Pangeran Pengikut Diponegoro Banyak Yang Jadi Budak Narkoba.
Sejumlah pangeran dan pejabata tinggi Yogya juga menjadi penikmat narkoba. Para bangsawan pengikut Diponegoro juga menikmati narkoba. Selama Perang Jawa banyak di antara anggota Pasukannya yang jatuh sakit ketika pasokan narkoba terganggu sehingga pengecer narkoba dari kalangan Tionghoa meraup laba di belakang garis pertahanan. Namun tidak ada bukti bahwa Pangeran Diponegoro pernah menyentuh Narkoba sedikitpun.
ADVERTISEMENT
Sumber : Peter Carey dalam bukunya “Kuasa Ramalan Jilid 2”
8. Narkoba Digunakan Sebagai Obat Perangsang dan Penyembuhan Penyakit di Jawa.
Sumber : J.R. Rush dalam bukunya “Opium Farms in Nineteenth Century Java: Institutional Change and Continuity in A Colonial Society, 1860-1910”
9. Narkoba Penyumbang Besar Dana Revolusi.
Di masa revolusi kemerdekaan, kondisi keuangan negara sangat sulit. Peristiwa politik yang menjepit memaksa republik memunculkan usaha-usaha untuk mengupayakan lancarnya roda pemerintahan. Blokade-blokade pemerintah Belanda terhadap hasil ekspor seperti beras, gula dan karet terbukti menekan pendapatan. Karenanya, Perdana Menteri Indonesia Amir syarifudin memutuskan untuk menyelundupkan narkoba ke Singapura. Dan Yogya menjadi pusat gudang narkoba karena pusat pemerintahan dan kekuatan TNI berada di Yogya.
ADVERTISEMENT
Sumber : Julianto Ibrahim dalam bukunya yang berjudul “Opium dan Revolusi: Perdagangan dan Penggunaan Candu di Surakarta Masa Revolusi 1945-1950.”
10. Ratusan tahun setelah jadi pintu awal peredaran narkoba pada 1677 dan Revolusi Kemerdekaan 1945-49, Yogya masih belum bisa keluar dari pusaran Narkoba. BNN menetapkan DIY sebagai wilayah “Darurat Narkoba” pada Maret 2016.
Penulis : Irsad Ade Irawan
Editor : Judith Chan
Peneliti : Din Agam
Foto : Freestocks
ADVERTISEMENT