Konten dari Pengguna

Nilai Femenisme Dalam Novel "Bumi Manusia"

CUCU GINA CAHYANI
Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta
28 Oktober 2022 21:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari CUCU GINA CAHYANI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber ilustrasi: hak cipta dokumen elektronik milik penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber ilustrasi: hak cipta dokumen elektronik milik penulis
ADVERTISEMENT
Kisah tokoh Nyai Ontososoroh dalam novel Bumi Manusia merupakan gambaran yang diberikan Pramoedya Ananta Toer mengenai praktek pemiaraan gundik atau istri simpanan yang terjadi di Hindia Belanda. Hubungan antara seorang Nyai Ontosoroh dan Tuan Eropa tidak selamanya buruk, salah satu contohnya adalah Nyai Ontosoroh yang diajarkan mengenai ilmu pengetahuan dan bahasa Belanda sehingga dia dapat berbahasa Belanda dengan fasih.
ADVERTISEMENT
Nyai Ontosoroh merupakan anak 14 tahun yang dijual Ayahnya untuk dijadikan seorang gundik atau istri simpanan Tuan Eropa Herman Mellema. Nyai atau gundik merupakan pola kehidupan baru yang dikenalkan Eropa untuk Pribumi ataupun penghuni asli. Sebelumnya pernyaian belum begitu dikenal. Menjadi seorang Nyai merupakan sebuah penghinaan besar kepada seorang perempuan. Ironisnya menjadi seorang Nyai tidak menerima ikatan yang sah dimata hukum manapun. Pribumi saat itu juga sangat merendahkan Nyai atau istri simpanan.
Kehidupan Nyai pada saat itu memang sedang disorot dimana-mana, pergundikan merupakan suatu tindakan yang tidak manusiawi dan melanggar segala bentuk norma yang ada. Bangsa Pribumi saat itu menganut ajaran Islam, pada dasarnya perempuan merupakan manusia yang wajib dilindungi dan dijaga martabatnya. Nyai Ontosoroh salah satunya, walaupun dia merupakan seorang istri simpanan, dia diajarkan mengenai berbagai ilmu pengetahuan dan bahasa Belanda sehingga mampu berbicara menggunakan bahasa Belanda dan juga memiliki keahlian dalam memimpin pertanian Boerderij Buitenzorg milik Herman Mellema dan dikelola olenya.
ADVERTISEMENT
Dia juga mampu bertahan dalam tekanan menjadi seorang istri simpanan dan bisa menjadi ibu yang sangat menyayangi anak-anaknya dengan tulus dan berusaha mempelajari setiap ilmu pengetahuan yang ada dan belajar menguasahi bahasa Eropa. Kemudian dapat menunjukan bahwa biarpun dia menjadi seorang gundik seharusnya dapat diperlakukan sebagai manusia pada umumnya.
Kepelikan kehidupan mulai terjadi setelah kasus meninggalnya Herman Mellema suami dari Nyai Ontosoroh yang mulai diangkat dan disidangkan. Dalam kasus tersebut Nyai begitu disalahkan dan keluarganya dipermalukan dimuka pengadilan. Semua berita dan tuduhan menyerang Nyai Ontosoroh dan dituduh terlibat dalam perbuatan yang memalukan atas kematian Herman Mellema agar mendapatkan harta warisan atas kematiannya. Saat memasuki pengadilan, Penghuni asli terlihat dengan jelas bahwa terjadi pembedaan antara kedua bangsa tersebut.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya didiamkan begitu saja, perjuangan melawan penindasan yang dilakukan Minke lewat tulisannya dan kegigihan Nyai Ontosoroh, akhirnya pengadilan memutuskan bahwa Nyai Ontosoroh beserta keluarganya tidak bersalah. Kasus tersebut membuat Nyai dipuji karena keberaniananya dan dihina karena dia adalah seorang gundik. Sulitnya kehidupan yang dijalaninya membuatnya tumbuh menjadi perempuan yang luar biasa. Hasil akhir penyelidikan kasus tersebut beserta perjalanan penyelesaiannya membuat Nyai Ontosoroh sadar bahwa hal tersebut merupakan bagian permulaan permainan Eropa terhadap Pribumi, sehingga memerlukan perlawanan yang sangat luar biasa. Walaupun Nyai Ontosoroh tidak memahami mengenai hukum, dia tetap berusaha keras memperjuangkan haknya sebagai warga Negara yang sah dan perempuan Jawa asli. Manusia pada hakikatnya yaitu sama. Hukum yang diciptakan harusnya dapat mengontrol manusia dengan adil dan beradap serta tidak membeda-bedakan. Hukum yang diciptakan Eropa dalam tanah Hindia Belanda merupakan hukum yang berpihak atas kepentingan mereka.
ADVERTISEMENT
Jenis femenisme yang terkait dengan tokoh Nyai Ontosoroh lebih berfokus kepada femenisme liberal yang berpendapat bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan dapat setara sehingga tidak ada hal yang mendasar untuk meletakkan perempuan di posisi terendah. perbedaan yang timbul antara laki-laki dan perempuan sebenarnya disebabkan oleh rendahnya perempuan yang mengeyam pendidikan. femenisme liberal beranggapan bahwa perempuan memiliki kebebasan secara penuh untuk menentukkan hak seorang perempuan dalam kehidupan sosialnya.