Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Suamiku Tega Mengkhianatiku Demi Kakak Kandungnya Sendiri
14 Mei 2020 17:18 WIB
Tulisan dari Curhatan Perempuan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kehidupan rumah tangga memang bukanlah hal yang mudah untuk dijalani. Termasuk untuk pasangan seperti aku dan suami yang sudah menikah selama hampir 20 tahun.
ADVERTISEMENT
Berbagai tantangan sudah kami hadapi. Mulai dari menghadapi hari-hari dengan bertengkar karena perbedaan pendapat, jauh dari anak-anak karena kami harus bekerja setiap hari, hingga permasalahan ekonomi yang kerap kali memicu pertengkaran hebat.
Aku dan pasangan memang bukan berasal dari keluarga yang berada. Aku dan suami harus bekerja keras untuk bisa mencapai titik kemapanan. Oleh karena itu, aku dan suami selalu menjalani kehidupan sehari-hari dengan sederhana. Kami sepakat untuk membeli sesuatu atau merayakan sesuatu di hari spesial saja, seperti ulang tahun, lebaran, dan tahun baru.
Karena kondisi ini, sebagai perempuan aku berusaha untuk bisa mengelola keuangan dengan maksimal. Bagi suami dan anak pertamaku, sikap ini sering kali dibilang pelit atau perhitungan. Karena anakku tidak bisa bebas membeli apapun yang dia inginkan kecuali itu sangat mendesak, seringnya bahkan aku tolak mentah-mentah.
ADVERTISEMENT
Begitu juga dengan suamiku, karena semua uang gaji selalu diberikan utuh kepadaku, jadi aku hanya akan memberikan uang jatah untuk dia secukupnya. Ini semua aku lakukan agar penghasilan kami bisa cukup setiap bulannya.
Aku sendiri merupakan seorang perempuan berwatak keras, aku selalu berusaha mengontrol keuangan. Jadi kalau ada sesuatu yang tidak sesuai dengan kalkulasi, aku bisa marah besar. Berbeda dengan suamiku yang sangat sabar, santai, dan juga tidak tegaan. Sifatnya tersebut sering dimanfaatkan oleh keluarganya sendiri.
Tahu bahwa suamiku orangnya tidak tega, mereka sering meminta bantuan pada suamiku tanpa sepengetahuanku. Secara diam-diam, mereka akan menelepon suamiku, mengeluh dengan segala macam kesulitannya dan ujung-ujungnya minta uang. Suamiku selalu merahasiakan hal itu. Karena kalau aku tahu, sudah pasti aku tidak akan memberikan izin. Bukannya tidak mau membantu keluarga, hanya saja mereka kadang tidak memahami bahwa kami juga kesusahan.
ADVERTISEMENT
Hal ini terjadi karena aku dan suami memang sangat pandai menyembunyikan kesulitan kami. Jika ada masalah, sejak awal menikah kami memang tidak pernah melibatkan keluarga. Alhasil, mereka hanya tahu yang baik-baik saja.
Membelikan Rumah untuk Kakaknya Tanpa Sepengetahuanku
Pernah suatu kali kejadian, suamiku yang sudah pensiun bekerja, tega membohongiku demi membantu kakaknya. Dia bukan sekadar memberikan uang, tapi dia membelikan kakaknya rumah dengan uang hasil bisnis yang rencananya akan kami gunakan untuk investasi dan membiayai hidup sehari-hari.
Singkat cerita, kakaknya ini memang memiliki nasib yang bisa dibilang kurang mujur. Pekerjaannya sebagai penyedia jasa dekorasi kadang sepi pelanggan. Jadi dia diusir dari kontrakan rumah, tak punya cukup uang untuk makan sehari-hari, dan bahkan dikejar-kejar debt collector karena keseringan utang tapi tak bisa melunasi. Sehingga akhirnya, tanpa sepengetahuanku, suamiku menggunakan uang hasil investasi bisnis kami untuk membelikan rumah bagi kakaknya.
ADVERTISEMENT
Padahal, berbulan-bulan aku menanti uang hasil bisnis tersebut, karena aku tak sabar untuk segera membeli tanah di lokasi impian. Namun uang itu tak kunjung ada karena sudah dipakai oleh suamiku untuk membeli rumah di Solo untuk kakaknya. Suamiku dan seluruh keluarganya membohongiku mentah-mentah.
Setiap hari aku berusaha untuk memenuhi kebutuhan dengan jualan kue-kue basah. Sedikit demi sedikit aku kumpulkan uang untuk membayar asisten rumah tangga yang membantuku bekerja dan membeli kebutuhan rumah tangga. Sesekali aku jadi harus utang untuk melunasi cicilan kartu kredit. Suatu hal yang tidak seharusnya aku lakukan jika uang hasil bisnis itu ada.
Aku selalu bertanya pada suami, “Uangnya mana Pa?” dengan tenang dia menjawab, “Sabar ya, nanti pasti dikasih. Mungkin Pak Dirga (rekan bisnis suami) masih ada urusan lain jadi ditunda dulu,” jelasnya. Masuk akal memang alasannya, jadi aku percaya dengan suamiku. Hingga suatu ketika aku melihat Pak Dirga dan keluarganya pergi liburan ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
Aku kaget setengah mati, dalam hati aku bertanya-tanya, “Dia bisa liburan tapi kenapa uang hasil bisnis milikku dan suami tidak kunjung dikasih?”, kejadian ini terjadi berbulan-bulan sampai akhirnya aku putus asa dan tidak peduli dengan semua impian investasi yang sudah aku atur sedemikian rupa. Aku tetap berusaha membiayai kehidupan sehari-hari lewat daganganku. Sambil suamiku sesekali mencari-cari pinjaman untuk melunasi cicilan kartu kredit.
Dalam kondisi kesulitan keuangan tersebut, bisa dibayangkan betapa sakit hatinya aku ketika suamiku mengaku bahwa uang bisnis ratusan juta itu sudah ia belikan rumah untuk tempat tinggal kakaknya. Suatu hari, dia memberikan sebuah sertifikat rumah di Solo itu sebagai buktinya.
Hatiku hancur sekali sampai tak kuasa menahan tangis. Aku sampai tidak tahu harus marah atau pasrah. Normalnya, reaksi pertama yang akan aku keluarkan adalah marah besar. Tapi kali ini aku enggak tahu harus bereaksi seperti apa.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi, aku harus berjuang susah payah dan mengalami kesulitan, tapi keluarga suamiku selalu punya cara untuk tertawa di atas penderitaanku. Memang niatnya baik untuk menolong, aku sadar akan itu. Tapi aku tidak habis pikir, selama ini aku sedikit bercerita tentang kondisi keuangan tapi mereka memasang wajah innocent. Seakan-akan tidak ada yang terjadi. Aku harus menerima kenyataan bahwa suamiku selingkuh secara finansial.
Ini bukan kali pertama suamiku melakukannya. Dulu kami hampir bercerai karena dia menggadaikan surat-surat kendaraan untuk membayar utang puluhan juta yang tak jelas ia pakai untuk apa. Usut punya usut, ternyata uang itu juga dipakai untuk membantu keluarganya sendiri.
Tapi semakin dewasa usia pernikahan, dan semakin tua juga usia kami, aku semakin menyadari bahwa ini hanya salah satu cobaan pernikahan yang harus aku alami. Jadi aku tidak mengambil tindakan apapun, aku hanya diam saja seakan tak terjadi apa-apa. Aku tetap bersikap baik pada keluarganya. Meski mereka tak minta maaf sedikitpun kepadaku, aku tidak peduli.
ADVERTISEMENT
Tapi jika suatu saat nanti ada masalah keuangan yang menimpa kami, aku tahu kemana harus mendapatkan solusinya karena semua sertifikat kepemilikan rumah aku yang pegang. Bagaimanapun juga itu rumahku, jadi aku berhak melakukan apapun dengan rumah itu. Hanya itu yang aku minta pada suamiku.
Disclaimer: Ini adalah tulisan kiriman pembaca. Jika Anda tertarik berbagi kisah, silakan email cerita Anda ke: [email protected]