news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Menghindari Pertumbuhan dengan "Cacat Struktural"

Cusdiawan
Wisudawan terbaik di Pascasarjana FISIP Unpad dengan IPK sempurna. Direktur Eksekutif Center for Indonesian Governance and Development Policy (CIGDEP). Menulis di PMB BRIN, Mizan.com, Geotimes, Nuralwala, Masjid Jendral Sudirman dll.
11 Maret 2025 9:10 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cusdiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar pembangunan infrastuktur (Sumber iStock Ijubaphoto, Pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar pembangunan infrastuktur (Sumber iStock Ijubaphoto, Pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Kebijakan pembangunan memerlukan landasan paradigmatik yang tepat. Landasan paradigmatik idealnya akan menjadi titik berangkat dan cara kerja dari suatu pembangunan yang dijalankan, dan ini perlu menjadi perhatian khusus bagi para pemangku kebijakan pada satu sisi, dan kaum akademisi maupun masyarakat sipil secara umumnya pada sisi yang lain. Mengingat paradigma pembangunan yang tepat yang kemudian menjadi fondasi suatu kebijakan pembangunan akan sangat memengaruhi tingkat kesejahteraan maupun keberlanjutannya. Paradigma pembangunan yang tepat diperlukan untuk menghindari “pertumbuhan ekonomi yang mengandung cacat struktural”.
ADVERTISEMENT
Mengupayakan Pertumbuhan yang Berkualitas
Adapun salah satu tantangan pembangunan yang harus dijalankan adalah bagaimana untuk menghadirkan pertumbuhan yang berkualitas. Mengupayakan pertumbuhan yang berkualitas harus menjadi salah satu poin utama yang melandasi paradigma pembangunan yang kita jalankan.
Secara teoretik, pertumbuhan yang berkualitas harus memenuhi atau memiliki keterkaitan dengan aspek pemerataan dan keberlanjutan. Selama 25 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca krisis 90-an memang tidak bisa dikatakan buruk, namun kita memerlukan angka yang lebih besar lagi untuk dapat mencapai kemakmuran yang lebih luas untuk memangkas kemiskinan dan kesenjangan pada satu sisi, dan bagaimana agar angka-angka yang menyumbang pertumbuhan itu mencerminkan keberlanjutan pada sisi yang lain. Sebab itulah, kita bukan hanya mementingkan aspek kuantitatif, tetapi juga kualitatif.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana jalan untuk menghadirkan pertumbuhan yang berkualitas itu? Jalannya tidak lain adalah dengan memperkokoh industrialisasi. Struktur perekonomian kita harus menjadikan industri sebagai sektor penggerak perekonomian kita. Pemerintah harus menggenjot produk-produk ataupun jasa yang mempunyai nilai tambah.
Dengan cara inilah, kita berharap bahwa pengangguran semakin teratasi dan dengan demikian kesenjangan bisa dipangkas, selain juga menjadikan bangsa kita sebagai bangsa yang akan memiliki daya saing yang tinggi, dan pertumbuhan kita akan mencerminkan juga keberlanjutan karena kita tidak lagi mengandalkan sumber-sumber ekstraktif. Pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh sumber-sumber ekstraktif akan gagal memenuhi aspek pemerataan dan keberlanjutan.
Namun, hal yang perlu digarisbawahi mengenai industri ini, bahwa meskipun kita memerlukan industri-industri padat modal yang berbasiskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi untuk meningkatkan daya saing kita dalam pentas global sehingga kita bisa mendapat manfaat lebih dari globalisasi, kita juga tidak bisa mengabaikan industri padat karya bila melihat kondisi real masyarakat kita saat ini dari aspek kualifikasi (tingkat pendidikan), industri padat karya diperlukan untuk memperluas lapangan kerja. Dengan kata lain, kita perlu mengokohkan keseimbangan antara industri padat modal dan padat karya.
ADVERTISEMENT
Kita pun memerlukan langkah-langkah strategis yang tepat untuk menyikapi dualisme struktur perekonomian kita, suatu masalah klasik yang sudah diperbincangkan oleh para ekonom, semisal J.H Boeke dalam Indonesian Economics: The Concept of Dualism in Theory and Policy (1966), mengenai pertanian dan industri.
Namun, cara pandang yang ditekankan menurut penulis adalah menyeimbangkan dua hal tersebut. Bagaimanapun, mengokohkan pertanian diperlukan bukan hanya untuk ketahanan pangan, tetapi juga untuk memangkas kesenjangan antara desa dan kota.
Dengan kata lain, kita juga perlu menyeimbangkan problem industri dan pertanian tadi. Implikasinya, bahwa meskipun kita memerlukan industrialisasi yang lebih kokoh, tetapi kita tidak bisa mengabaikan pertanian. Sebab itu, diperlukan langkah-langkah strategis untuk lebih memberdayakan petani pada satu sisi, dan dalam konteks ini pemerintah harus lebih berupaya untuk memperkokoh perkoperasian sebagai salah satu langkah untuk memberdayakan petani tadi.
ADVERTISEMENT
Dalam garis besarnya, dengan memperkokoh pertanian, kita pun bisa mencegah terjadinya apa yang disebut oleh Michael Lipton dalam Why Poor People Stay Poor: Urban Bias in World Development (1977) sebagai kegagalan revitalisasi pertanian agar tidak terjadi semakin parah. Gagalnya revitalisasi pertanian akan berdampak juga pada apa yang disebut oleh Raol Prebisch dalam Socio Economic Structure and Crisis of Pheriferal Capitalism (1978) sebagai “urbanisasi yang prematur” yang akan semakin masif.
Dalam hemat penulis, untuk mengokohkan pertanian tadi, paling utama lagi adalah dengan tidak membiarkan lahan-lahan pertanian semakin tergerus. Jawa misalnya yang dikenal memiliki lahan pertanian yang subur, namun kini semakin menipis akibat jumlah penduduk yang terus meningkat. Sebab itu, diperlukan langkah strategis dan cukup radikal untuk mengatasi persebaran penduduk yang terpusat di Jawa ini.
ADVERTISEMENT
Mengintegrasikan Ekonomi Lokal dan Global
Pertumbuhan ekonomi 5 tahun terakhir era SBY rata-rata mencapai kurang lebih 6 persen, sementara era Jokowi dalam 10 tahun terakhir rata-rata mencapai kurang lebih 5 persen. Angka yang menunjukkan kestabilan, namun untuk mewujudkan kesejahteraan kita memerlukan lompatan yang lebih besar lagi
Salah satu langkah strategis yang bisa ditempuh bila merujuk penelitian dari Harvard Kennedy School dalam The Sum is Greater than the Parts: Melipatgandakan Kemakmuran di Indonesia Melalui Integrasi Lokal dan Global (2014) adalah dengan memaksimalkan perekonomian lokal dengan membangun konektivitas lebih kuat antar daerah atau wilayah pada satu sisi, dan menggenjot produk-produk dan atau jasa bernilai tambah dengan memanfaatkan adanya pasar global pada sisi yang lain. Dengan kata lain, jalan yang ditempuh adalah dengan mengintegrasikan perekonomian lokal pada satu sisi dan integrasi ekonomi global pada sisi yang lain.
ADVERTISEMENT
Jika fragmentasi pasar lokal tidak bisa di atasi, maka bukan tidak mungkin ketimpangan antar-wilayah terus menjadi masalah dalam permbangunan di Indonesia, dan potensi ekonomi masing-masing daerah pun kurang tereksplorasi. Masalahnya bukan hanya berhenti di situ, tetapi juga menyebabkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura akan mendapat manfaat lebih karena negara tetangga tersebut memiliki keterkaitan ekonomi dengan Sumatera, Kalimantan dan bahkan Jawa. Di sinilah pentingnya integrasi perekonomian lokal untuk mengatasi masalah fragmentasi pasar lokal tadi.
Kegagalan dalam mengintegrasikan dan atau memanfaatkan pasar global pun hanya akan menyebabkan kita menjadi “mangsa” dari pasar global, dan bukan menjadi pemain utama. Indikasi sebagai mangsa global bisa dilihat bila kita terus mengekspor barang-barang mentah, yang kemudian diolah oleh negara-negara lain, dan selanjutnya justru dipasarkan kembali ke negara kita dengan harga yang jauh lebih mahal.
ADVERTISEMENT
Pembangunan Infrastuktur
Penelitian Harvard di atas berkesimpulan bahwa untuk menempuh jalur pengintegrasian di atas diperlukan pembangunan infrastuktur keras (pelabuhan, jalan-jalan dan sebagainya), infrastuktur lunak (pemerintahan dan pengelolaan) dan infrastuktur basah (sumber daya manusia). Pembangunan ketiga infrastuktur tersebut juga tidak bisa mengabaikan kebijakan sosial untuk memperkokoh fondasi sosial. Kebijakan sosial harus diarahkan juga pada upaya untuk terwujudnya masyarakat yang lebih berdaya dan mandiri, dan tidak sekedar kebijakan-kebijakan berjangka pendek.
Bagaimanapun, pembangunan ketiga infrastuktur di atas yang dilengkapi program-program untuk menopang jaring pengaman sosial diperlukan bagi terwujudnya pertumbuhan yang lebih berkualitas melalui integrasi perekonomian lokal (antar daerah-wilayah) sehingga diharapkan juga mampu mengatasi ketimpangan antar wilayah di samping memaksimalkan potensi ekonomi masing-masing daerah ke dalam suatu pasar nasional yang benar-benar terintegrasi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dengan penguatan ketiga infrastuktur tadi, yang diandaikan adalah kita mampu mengekspor produk bernilai tambah tinggi sebagai bentuk upaya kita untuk memanfaatkan terbukanya ekonomi global.
Dengan langkah yang strategis, diharapkan mampu mengatasi persoalan lama yang menghantui pembangunan kita, yakni pertumbuhan ekonomi yang mengandung “cacat struktural”. Pertumbuhan ekonomi dengan cacat struktural adalah pertumbuhan yang mendasarkan pada sumber-sumber ekstraktif.
Kita pun perlu mengapresiasi pembangunan infrastuktur yang coba dilakukan secara masif dalam 10 tahun terakhir. Bagaimanapun pembangunan infrastuktur diperlukan bagi pembangunan ekonomi, dan dalam konteks ini, diperlukan untuk menguatkan konektivitas antar wilayah guna terwujudnya integrasi ekonomi nasional. Meskipun ada sejumlah catatan kritis, seperti memerlukan pendekatan yang lebih komunikatif dan humanis, lebih terukur dengan menekankan pada teknokratis dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Catatan kritis lainnya, yakni perlu peningkatan tata kelola dan pemerintahan yang dalam hal ini dikategorikan sebagai infrastukutur lunak. Masifnya peningkatan infrastuktur keras jika tidak dibarengi dengan perbaikan pada infrastuktur lunak, maka akan menjadi locus yang rawan untuk semakin kondusifnya pola korupsi dan kolusi di antara kalangan pemerintah-birokrat dengan pengusaha, yang juga berpotensi semakin memarjinalisasikan masyarakat di sekitar pembangunan infrastuktur keras berjalan.
Perbaikan lainnya yakni peningkatan infrastuktur basah, yang dalam hal ini bukan hanya terbatas pada perlunya akses terhadap pendidikan tinggi yang semakin diperluas. Namun juga memperbaiki ekosistem dunia akademik itu sendiri, termasuk dari segi kualitas penelitian yang dihasilkan, hingga lulusan perguruan tinggi yang diharapkan semakin berkualitas dan kompetitif. Kualitas penelitian yang dihasilkan kampus diharapkan akan bisa menopang dan mendorong inovasi kebijakan pembangunan.
ADVERTISEMENT
Sementara peningkatan kualitas lulusan pendidikan tinggi diharapkan mampu mendorong semakin kompetetifnya tenaga kerja dari Indonesia, baik untuk kebutuhan dalam negeri secara khusus, maupun termasuk dalam menghadapi pasar kerja global, sehingga kita lebih banyak “mengirim” tenaga-tenaga kerja terampil dibanding tenaga-tenaga kerja kasar ataupun sektor informal.