Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Transformasi Teknologi Hijau: Strategi dan Komitmen Menuju Karbon Netral 2060
8 September 2024 11:55 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Cut Meurah Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Peribahasa "Masuk kandang kambing mengembik, masuk kandang kerbau menguak" cocok untuk menggambarkan kondisi lingkungan dan perubahannya di Indonesia. Berbagai masalah telah lama menghantui Indonesia, dan isu lingkungan adalah salah satu yang terus berkembang dan memerlukan penanganan serius dari banyak pihak.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel FCO2: Green Infrastructure Supporting Indonesia Carbon Neutral 2060, Indonesia telah memperlihatkan komitmen yang kuat dalam menghadapi perubahan iklim melalui Nationally Determined Contribution (NDC). Pada tahun 2016, Indonesia mengajukan NDC pertamanya dengan tujuan mengurangi emisi sebesar 29% melalui usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Kemudian, pada November 2021, Indonesia memperbarui NDC-nya untuk memasukkan program, strategi, dan tindakan yang lebih ambisius dalam berbagai elemen mitigasi, adaptasi, kerangka transparansi, serta instrumen pendukung lainnya. Pada September 2022, Indonesia meningkatkan targetnya menjadi 31,89% pengurangan tanpa syarat dan 43,20% pengurangan bersyarat, menunjukkan komitmen yang kuat terhadap aksi iklim.
Namun menurut Raynaldo G Sembiring, Ketua Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengkritik kegagalan Nawacita dan kemunduran dalam penegakan hukum, termasuk Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai melemahkan perlindungan hutan. Walhi juga menyoroti Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dianggap mempercepat kerusakan lingkungan, meskipun Indonesia telah berkomitmen mencapai netralitas karbon pada tahun 2060 dengan fokus pada pengurangan emisi di sektor energi, limbah, industri, pertanian, dan kehutanan. Akibat meningkatnya emisi karbon telah mengancam kesehatan dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Teknologi Hijau sebagai Masa Depan Solusi Perubahan Iklim
Teknologi hijau merupakan bagian penting dari strategi Indonesia untuk mencapai target pengurangan emisi dengan tujuan meminimalkan dampak lingkungan melalui pengurangan emisi gas rumah kaca, penurunan polusi udara, dan pelestarian sumber daya alam. Teknologi ini mencakup penggunaan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan air yang menggantikan bahan bakar fosil sehingga mengurangi emisi CO2 dan CH4, serta meningkatkan efisiensi energi dalam berbagai sektor seperti industri, desain bangunan, dan transportasi untuk mengurangi konsumsi energi. Selain itu, teknologi hijau juga berperan dalam konservasi sumber daya alam melalui pengurangan polusi dan pengelolaan limbah yang efektif, membantu menjaga kualitas ekosistem, mendukung keanekaragaman hayati, dan memastikan keberlanjutan sumber daya alam.
ADVERTISEMENT
Dalam berbagai penelitian dan publikasi, termasuk bukunya Climate Change Mitigation and Adaptation in Indonesia (2013), Daniel Murdiyarso menekankan pentingnya teknologi hijau untuk konservasi hutan dan pengurangan emisi di Indonesia. Ia berpendapat bahwa teknologi hijau, seperti pemantauan hutan menggunakan satelit dan manajemen lahan berkelanjutan, adalah kunci dalam menghadapi perubahan iklim di Indonesia. Jeffrey D. Sachs dalam The Age of Sustainable Development (2015), Teknologi Hijau termasuk energi terbarukan dan efisiensi energi, sangat penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan mengurangi perubahan iklim. Transisi menuju ekonomi rendah karbon dapat diwujudkan dengan investasi dan kebijakan yang tepat.
Investasi dalam teknologi hijau mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan industri baru dan memicu inovasi. Pengembangan dan penerapan teknologi hijau menarik investasi domestik dan internasional, yang berkontribusi pada ekspansi ekonomi. Fokus Indonesia pada teknologi hijau sejalan dengan tujuan pembangunan ekonomi yang lebih luas, mempromosikan ekonomi yang berkelanjutan dan tangguh.
ADVERTISEMENT
Meskipun manfaatnya jelas, transisi ke teknologi hijau dan pengurangan emisi menghadapi tantangan signifikan. Keterbatasan finansial, hambatan teknologi, dan kebutuhan akan kebijakan yang koheren adalah beberapa hambatan utama yang harus diatasi. Investasi awal yang besar untuk teknologi hijau bisa menjadi tantangan bagi negara berkembang seperti Indonesia, sehingga diperlukan mekanisme pembiayaan inovatif dan dukungan internasional. Selain itu, penerapan teknologi hijau membutuhkan kemampuan teknologi dan infrastruktur yang canggih, yang mungkin belum dimiliki oleh negara berkembang. Oleh karena itu, pembangunan kapasitas dan transfer teknologi dari negara maju sangat penting. Di sisi kebijakan, kerangka yang efektif diperlukan untuk mendukung adopsi teknologi hijau, termasuk regulasi yang mendorong penggunaan energi terbarukan dan efisiensi energi serta pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Publik dan Industri
Investasi dalam teknologi hijau memiliki peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan sektor baru dan mendorong inovasi. Pengembangan dan penerapan teknologi hijau menarik investasi domestik dan internasional, mempercepat ekspansi ekonomi, dan sejalan dengan tujuan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia. Upaya untuk mengurangi emisi dan polusi melalui teknologi hijau juga memberikan manfaat langsung bagi kesehatan masyarakat dengan meningkatkan kualitas udara dan air, yang mengurangi masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan dan kardiovaskular, serta menurunkan biaya perawatan kesehatan.
Namun, transisi menuju teknologi hijau menghadapi tantangan signifikan, seperti keterbatasan finansial, kendala teknologi, dan perlunya kebijakan yang konsisten (IPCC, Climate Change 2022: Mitigation of Climate Change, Cambridge University Press, 2022; C2ES, Financing Clean Energy Innovation, C2ES, 2021). Investasi awal yang tinggi sering menjadi kendala bagi negara berkembang seperti Indonesia, memerlukan mekanisme pembiayaan inovatif dan dukungan internasional. Selain itu, penerapan teknologi hijau memerlukan infrastruktur dan kemampuan teknologi yang mungkin belum memadai, sehingga pembangunan kapasitas dan transfer teknologi dari negara maju sangat penting. Kerangka kebijakan yang efektif juga diperlukan untuk mendukung adopsi teknologi hijau, termasuk regulasi yang mendorong penggunaan energi terbarukan, efisiensi energi, dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Dalam Strategi Jangka Panjang untuk Karbon Rendah dan Ketahanan Iklim 2050 (2021), Indonesia juga telah menyusun Strategi Jangka Panjang untuk Karbon Rendah dan Ketahanan Iklim 2050 (LTS-LCCR), yang menggambarkan peningkatan ambisi dalam aksi iklim nasional . Strategi ini memproyeksikan bahwa emisi akan mencapai puncaknya di 1.244 Mt CO2e pada tahun 2030 dan kemudian menurun menjadi 540 Mt CO2e pada tahun 2050, dengan target mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060. Target ini akan dicapai melalui berbagai inisiatif di sektor energi, limbah, industri, pertanian, dan kehutanan, dengan sekitar 60% dari target pengurangan emisi nasional bergantung pada sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya (FOLU), yang bertujuan mencapai emisi negatif sebesar minus 140 Mt CO2e pada 2030 dan minus 340 Mt CO2e pada 2050.
ADVERTISEMENT
Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi dan mengadopsi teknologi hijau adalah langkah signifikan menuju pembangunan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, dan melestarikan sumber daya alam, negara ini tidak hanya mengurangi perubahan iklim tetapi juga mendapatkan manfaat sosio-ekonomi. Mengatasi tantangan finansial, teknologi, dan kebijakan adalah kunci untuk mewujudkan tujuan ini. Dengan upaya berkelanjutan dan dukungan internasional, Indonesia dapat menjadi model untuk pembangunan berkelanjutan di kawasan dan dunia.
Dengan berinvestasi dalam teknologi hijau dan mengurangi emisi, Indonesia membuka jalan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan, menyeimbangkan pengelolaan lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Perjalanan menuju keberlanjutan adalah kompleks, tetapi dengan komitmen yang teguh dan upaya kolaboratif, ini adalah perjalanan yang menjanjikan untuk generasi yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 5 November 2024, 20:55 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini