Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Mengulas Naskah Kuno: Tiga Ratus Pantun Melayu
13 Desember 2020 4:56 WIB
Tulisan dari Khairunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Manuskrip merupakan hasil tulisan tangan yang menjadi bahan kajian seorang filolog. Manuskrip merupakan naskah kuno yang berupa hasil tulisan tangan oleh seseorang di masa lampau. Manuskrip adalah tulisan tangan asli yang berumur puluhan tahun serta memiliki arti penting bagi peradaban, sejarah, kebudayaan, serta ilmu pengetahuan. Oman Fathurahman mengungkapkan bahwa naskah atau manuskrip merupakan salah satu sumber primer yang paling otentik yang dapat mendekatkan jarak antara masa lalu dan masa kini. Naskah bisa disebut juga sebagai ‘jalan pintas’ isitimewa untuk mengetahui khazanah intelektual dan sejarah sosial serta kehidupan di masa lalu.
ADVERTISEMENT
Keberadaan naskah kuno ini sebagai salah satu warisan kebudayaan, secara nyata memberikan bukti catatan tentang kebudayaan Indonesia di masa lampau. Manuskrip-manuskrip ini ditulis dengan berbagai macam aksara, seperti aksara latin, aksara arab, aksara jawi, dan lain-lain dengan alas yang berbeda-beda,ada yang ditulis beralaskan kulit kayu, daun lontar, dan ada juga yang beralaskan kertas, baik kertas dluwang maupun kertas eropa. Ada yang ditulis dengan cara dipahat ada juga yang ditulis dengan menggunakan tinta bewarna hitam dengan alat tulis seadanya, karena pada saat itu alat tulis seperti pensil dan bolpoin belum ada.
Biasanya manuskrip tersebar disetiap daerah di Indonesia. Bahkan naskah kuno ini tersimpan pula di perpustakaan luar negeri seperti Belanda, German, dan sebagainya. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya manuskrip, sampai saat ini masih banyak naskah kuno yang masih terabaikan sehingga perawatannya pun tidak dijaga sehingga dapat dikatakan bahwa manuskrip kini sangat langka untuk ditemukan secara fisik. Banyak warga setempat yang belum paham betapa pentingnya manuskrip tersebut dalam sejarah budaya mereka. Ada yang sudah rusak, ada pula yang melakukan praktik jual-beli naskah, dan tempat untuk penyimpanannya pun juga jarang karena bangun yang rawan rusak.
ADVERTISEMENT
Namun, sebagian besar naskah ada yang tersimpan baik dalam museum, perpustakaan, maupun tempat-tempat yang melindungi peninggalan benda yang bersejarah, sebagian besar lagi ada yang didokumentasikan melalui digitalisasi manuskrip karena bentuk fisik yang sulit didapat dan banyak yang tak lagi utuh, maka dari itu para ahli filologi mendigitalisasikan naskah tersebut. Ada pula beberapa naskah yang ditulis ulang dengan dicetak serta diperbarui jenis tulisannya agar dapat dibaca dengan jelas oleh masyarakat. Tujuannya adalah agar naskah yang didapatkan lebih mudah diakses oleh generasi selanjutnya dan dapat memajukan kebudayaan melalui diplomasi budaya dengan adanya digital manuskrip ini. Pendigitalan naskah tersebut tak hanya sembarang digitalkan, melainkan mengandung metadata yang lengkap sehingga masyarakat bisa mengetahui asal-usul serta identitas dari naskah tersebut. Karena sifatnya yang cepat menjadikan masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah terutama untuk bahan penelitian.
ADVERTISEMENT
Saat ini, sudah banyak perpusatkaan digital yang menyimpan manuskrip Melayu, salah satunya perpustakaan digital yang terdapat pada laman http://orient-digital.staatsbibliothek-berlin.de/content/index.xml, merupakan penyedia database manuskrip oriental. Perpustakaan digital Staatsbibliothek Berlin ini didirikan pada tahun 1661. Pada tahun 1810 perpustakaan tersebut telah menjadi independen dan menjadi bagian dari administrasi Negara Prusia, dan pada tahun 1885 perpustakaan tersebut berhasil berkembang menjadi salah satu perpustakaan akademik terpenting di dunia. Koleksinya terdiri dari 43.000 manuskrip dalam lebih dari 140 bahasa dam 70 skrip yang berbeda dari Asia, Afrika, dan Eropa.
Salah satu koleksi naskahnya berjudul Tiga Ratus Pantun Melayu, merupakan naskah yang ditulis dengan aksara latin dan berbahasa Melayu. Teks dalam naskah ini merupakan teks dari manuskrip multiteks yang disusun oleh seorang pengarang utama yang tidak diketahui identitasnya dan kemudian dibukukan oleh tangan kedua. Kondisi naskah Tiga Ratus Pantun Melayu yang digitalisasi oleh Staatsbibliothek Berlin masih sangat bagus dan rapi, serta tak ada satu pun halaman naskah tersebut yang hilang dan ditulis secara berurut. Akan tetapi, antara pantun yang satu dengan pantun yang lainnya tidak saling berkaitan, melainkan hanya ungkapan-ungkapan yang ditulis dan diungkapkan melalui pantun. Berikut contohnya:
ADVERTISEMENT
a. anak anoeman di atas goenoeng
koerang sedepa la duwa djari
poetoes benang bole koe sambung
ilang sie Nonna mana koe tjari
b. masak nasi la poelan-poelan
kasi makan si bidadari
Nonna mata mendjadi boelan
Saija djadi si matahari
c. petik-petik daon bidara
djangan dipetik di pagar orang
ketjiel-ketjiel mama piara
soeda besar di tangan orang
Pantun di atas merupakan pantun yang ditulis menggunakan aksara latin dengan bahasa melayu., masih menggunakan ejaan lama. Ketiga contoh pantun di atas merupakan pantun yang tidak saling terkait dan naskah tersebut tidak memiliki makna yang jelas secara keseluruhan melainkan kumpulan pantun yang berisi nasihat serta rayuan.
Maka dari itu, kita sebagai generasi muda harus selalu melestarikan budaya salah satunya ialah manuskrip. Karena dengan dijaganya naskah kuno tersebut, kita turut andil dalam melestarikan identitas budaya kita, Indonesia.
ADVERTISEMENT