Konten dari Pengguna

Peran dan Perjuangan Agus Salim "The Grand Old Man" Indonesia

Cynthia Cahyadi
Mahasiswa aktif Universitas Airlangga
4 Januari 2025 17:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cynthia Cahyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai kemerdekaan, banyak pengorbanan dan usaha yang dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia melalui perjuangan militer, diplomasi, maupun perundingan. Salah satu tokoh yang sangat berperan dalam perjuangan diplomasi, ialah Haji Agus Salim, bahkan karena prestasinya di bidang diplomasi dan kepiawannya dalam berbahasa asing, Ia dijuluki “The Grand Old Man”.
Ilustrasi Perjuangan Indonesia. Sumber : Pexels.com/ahmad-syahrir
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perjuangan Indonesia. Sumber : Pexels.com/ahmad-syahrir
Kisah dan Latar Belakang Agus Salim
ADVERTISEMENT
Agus Salim merupakan seorang pejuang kemerdekaan Indonesia dan telah ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia pada tanggal 27 Desember 1961 oleh Ir. Soekarno. Agus Salim awalnya terlahir dengan nama Mashudul Haq pada 8 Oktober 1884 di Kota Gadang, Bukittinggi. Ia dilahirkan di kalangan keluarga priyayi. Sang ayah maupun kakaknya adalah pegawai pemerintah Belanda. Walaupun ayahnya seorang kaum bumiputera, tapi pada waktu itu telah memangku jabatan yang cukup tinggi, yaitu sebagai seorang Jaksa Kepala di Riau. Sutan Mohammad Salim demikianlah nama ayahnya, dan Siti Zaenah ibunya merupakan keluarga yang terpandang sehingga karena status sosialnya itu maka terbukalah kesempatan bagi Agus Salim untuk mengikuti pendidikan sekolah yang seluas-luasnya.
Pergantian nama dari Mashudul Haq menjadi Agus Salim mengundang riwayat serta menunjukkan keteguhan watak yang tersendiri karena di Minangkabau masih berlaku hukum garis keturunan ibu. Dengan demikian, nama dengan menggunakan garis keturunan ayah adalah hal yang tidak wajar karena menentang adat. Sementara itu, pengasuhnya yang berasal dari suku Jawa selalu memanggil anak asuhannya dengan sebutan "Gus" yang berarti “anak yang bagus”. Ternyata nama panggilan itu menjadi populer di sekolahnya.
ADVERTISEMENT
Setelah mencapai umur sekolah, Agus Salim mulai menempuh pendidikan di sekolah khusus anak-anak Eropa, yaitu Europeesche Lagere School (ELS), kemudian berlanjut ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Setelah menyelesaikan pelajaran di Hogere Burger School pada tahun 1903 dengan hasil yang cemerlang, Agus Salim memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya dan mulai bertekad untuk bekerja. Pada tahun 1906, ia berangkat ke Jedah untuk bekerja pada Konsulat Belanda dan berhasil memangku jabatan sebagai Sekretaris Drageman pada Konsulat Belanda Jeddah, Arabia dari tahun 1906-1911. Tujuan Agus Salim ke Arab tidak hanya mencari uang semata-mata, tetapi juga ingin memperdalam pengetahuan agama. Karena itu kesempatan tersebut dipergunakan benar-benar.
Awal Perjuangan Agus Salim
Pergolakan jiwa pemuda Salim akan kemajuan agama membuatnya tidak bisa berdiam diri lebih lama lagi di luar negeri. Sekembalinya ke Indonesia, ia masuk dalam pergerakan nasional lewat Sarekat Islam (SI) setelah mengenal Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto, kemudian masuk dalam Jong Islamieten Bond, dan Gerakan Penyadar. Karena menyadari betapa pentingnya menyebarkan pemikirannya kepada massa, Agus Salim juga menjalankan profesinya sebagai jurnalis, ia menjadi Redaktur Nerajta.
ADVERTISEMENT
Perjuangan Agus Salim berlanjut. Demi kepentingan rakyat, ia masuk Volksraad atau dewan rakyat mewakili Sarekat Islam dari 1921-1924. Sejak itu Volkstraad semakin tidak kooperatif dengan pemerintahan Hindia Belanda. Setelah Sarekat Islam pecah, Agus Salim mendirikan Partai Sarekat Islam bersama Tjokroaminoto, yang kemudian menjadi PSSI.
Ketika masa pendudukan Jepang, Agus Salim pernah diminta untuk menyusun kamus militer yang digunakan oleh para anggota Pembela Tanah Air (PETA). Ia juga ditunjuk sebagai penasihat para pemimpin Indonesia, seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hajar Dewantoro yang bertanggung jawab atas Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Hingga sampai pada era kemerdekaan, Agus Salim terpilih menjadi salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dari situlah, Agus Salim turut ambil peran dalam perumusan dasar negara yang kemudian dikenal sebagai Pancasila.
ADVERTISEMENT
Peran Agus Salim dalam perumusan Pancasila adalah sebagai salah satu wakil golongan Islam dalam Panitia Sembilan yang bertugas merumuskan dasar negara. Pada saat penandatanganan Piagam Jakarta, Agus Salim berpendapat bahwa anak kalimat sila pertama yang terdapat pada pembukaan UUD "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya." diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Akhirnya, setelah melalui serangkaian perdebatan di antara sejumlah tokoh, butir pertama dasar negara kemudian diganti menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa", demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pada sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
Peran dan Perjuangan Agus Salim dalam Bidang Diplomasi
Namun, peran Agus Salim untuk Indonesia tidak berhenti disini. Meski Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Belanda masih ingin berkuasa. Oleh karena itu, pascakemerdekaan peran Kembali Agus Salim tampak dalam misi-misi diplomasi dalam memperjuangkan pengakuan kedaulatan.
ADVERTISEMENT
Peran Agus Salim dalam bidang diplomasi berawal saat ia dipercaya menjadi perwakilan Indonesia dalam perundingan Pendahuluan di Jakarta. Dalam perundingan yang membahas konflik Indonesia-Belanda ini Agus Salim menunjukkan kepiawaiannya beradu argumentasi dan membantah semua pernyataan Belanda.
Pada April 1947 Agus Salim kembali diberi kepercayaan untuk memimpin misi diplomasi ke Timur Tengah dengan tujuan menggalang dukungan dari negara-negara Timur Tengah atas kedaulatan Indonesia. Perjuangan Agus Salim menuai keberhasilan dan kedaulatan Indonesia diakui oleh Mesir, Afganistan, Irak, Suriah, dan Arab Saudi.
Perjuangan Agus Salim mencapai titik puncak ketika menjadi salah satu delegasi Indonesia untuk menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB di New York yang dimana salah satu agenda sidang tersebut adalah membahas Agresi Milter Belanda I di Indonesia. Berkat kepiawaian Agus Salim dalam menyampaikan pidato dan mengolah kata, masalah ini yang awalnya kurang mendapat perhatian serius. Kemudian mendapat pandangan dunia khususnya bagi negara-negara Barat sehingga Indonesia mendapatkan simpati dan pengakuan kedaulatan.
ADVERTISEMENT
Ditulis oleh Cynthia Cahyadi, mahasiswa Universitas Airlangga.
Referensi
Mukayat. (1985). Haji Agus Salim Karya dan Pengabdiannya. Proyek lnventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional (Cetakan 2). https://repositori.kemdikbud.go.id/8326/1/HAJI%20AGUS%20SALIM.pdf
Rahata, Ringo. Arin Kusumaningrum,. Siti Munawaroh. (2022). Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Intan Pariwara
Tani, I. T. (2024). Peran dan Perjuangan Agus Salim. Diakses pada 15 Oktober 2024, dari https://www.kompas.com/stori/read/2024/05/02/235926579/peran-dan-perjuangan-agus-salim?page=all.