Kesehatan Mental dan Fisik Mempengaruhi Produktivitas Cara Belajar Saat Pandemi

Cynthia Vidya C
Mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia, Small Business Owner, Freelance Basketball Coach
Konten dari Pengguna
16 Maret 2021 10:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cynthia Vidya C tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi putus cinta  Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi putus cinta Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 banyak mengubah kehidupan serta tatanan masyarakat. Segala aktivitas dan keseharian menjadi berubah, rasanya seperti semua orang dipaksa keluar dari zona nyamannya secara begitu saja, serentak dan tanpa persiapan. Bekerja, kuliah, sekolah dan aktivitas lainnya harus di rumah untuk menghindari penularan virus ini. Aktivitas sehari-hari banyak dihabiskan di depan layar gadget. Merasa terjebak di lingkungan yang repetitif dan terasa stres, mengganggu kesehatan mental dan produktivitas tetapi dituntut untuk bisa beradaptasi dan tetap produktif.
ADVERTISEMENT
Selama pandemi banyak sekali yang kesehatannya terganggu. Hari kesehatan mental sedunia atau World Mental Health Day yang diperingati pada tanggal 10 Oktober lalu mengingatkan kita bahwa di situasi keras seperti saat ini, kita harus tetap waras. Produktif tidak hanya membutuhkan banyak waktu, namun juga energi, fisik dan mental. Bekerja, belajar daring dan beraktivitas lain di rumah saat pandemi seperti sekarang sangat memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Di masa pandemi ini, segala aktivitas banyak yang berubah menjadi dilakukan secara daring, hal ini juga yang banyak menyebabkan waktu kerja yang terkadang menjadi tidak sesuai seperti biasanya, tugas-tugas yang makin bertambah, bersosialisasi dengan teman,dan berdiskusi dengan kerabat beralih ke sosial media. Meskipun hanya sibuk di depan layar tetapi aktivitas tersebut cukup menguras energi dan kadang terasa kurang efektif. Tidak heran terkadang merasa stres karena rutinitas sehari-hari dan sibuk agar tetap produktif tanpa memerhatikan kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Pada siswa-siswi umumnya hal ini pun dapat terjadi, pembelajaran harus secara daring. Dengan berbagai kendala seperti kendala sinyal, fasilitas belajar yang kurang memadai, sumber belajar yang sulit diakses dan juga sulitnya untuk berdiskusi dengan teman belajar menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kesehatan fisik dan juga mental terganggu selama masa pandemi. Sulit untuk berharap agar semuanya bisa dengan cepat kembali ke keadaan semula, oleh karena itu para siswa haruslah sudah bisa beradaptasi dengan situasi saat ini dan mulai sadar akan pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental saat pandemi.
Obsesi untuk bekerja keras (Hustle Culture) yang beranggapan bahwa semakin keras mereka bekerja maka akan semakin sukses, gaya hidup di mana seseorang dikatakan produktif jika bekerja terus menerus. Obsesi untuk bekerja keras ini memiliki sisi baik dan buruknya yaitu beberapa orang mungkin merasa lebih termotivasi oleh temannya yang selalu produktif, namun kerja yang berlebihan (overwork) juga kurang baik untuk kesehatan mental. Dari obsesi ini pun dapat memunculkan stigma pada para orang tua bahwa meskipun selama pandemi anaknya selalu dirumah, berarti mereka harus tetap rajin belajar, sibuk mengerjakan tugas, dan lainnya. Padahal hal tersebut perlukah diimbangi dengan istirahat, sedikit hiburan dan juga kegiatan lain yang dapat mengembangkan hobi para siswa. Lalu apakah hustle culture itu sendiri membuat produktif? Belum tentu, memang terdengar bagus tetapi terkadang kita juga butuh waktu untuk beristirahat dan bersantai. Tidak semua kerja keras itu identik dengan produktivitas, dan tidak selalu bersantai-santai itu identik dengan pemalas. Jika belajar terus menerus, kerja keras terus menerus tanpa memikirkan kesehatan diri kita, tentu dapat menyebabkan stres, kurang fokus dan kurang efektif dalam belajar dan bekerja, cemas, gangguan tidur, pengaruh buruk bagi kesehatan bahkan depresi.
ADVERTISEMENT
Internasional Association for Suicide Prevention (IASP) menyebut pandemi COVID-19 pemicu meningkatnya jumlah pasien kesehatan mental yang hendak bunuh diri. Jumlah angka kematian akibat bunuh diri di dunia tercatat terjadi setiap 40 detik. Produktif saat pandemi ini identik dengan bagaimana menjalani hari dengan berbagai kesibukan, seperti belajar, mengerjakan PR dan tugas, melakukan pekerjaan, rapat dan yang lainnya tanpa istirahat. Banyak juga yang merasa bersalah jika hanya menghabiskan waktu untuk bersantai atau sekadar beristirahat karena dituntut untuk terus produktif dengan cara-cara kreatif meskipun di rumah saja.
Belajar dan bekerja terus menerus dapat mengakibatkan kita rentan stres, beristirahat terlalu lama pun membuat seseorang terlena dan akhirnya malas belajar dan bekerja. Maka di sinilah dibutuhkannya keterampilan kita untuk mengatur energi yang dimiliki, bukan mengatur waktu saja. Mengapa energi? Karena jika energi yang dimiliki sudah habis, tetapi tetap memaksakan untuk terus belajar dan bekerja mengakibatkan kurang fokus dan apa yang dilakukan kurang efektif. Tidak harus online sepanjang waktu terkadang sangat membantu agar bisa beristirahat dan menyalurkan energi yang dimiliki secara lebih efektif lagi.
ADVERTISEMENT
Kegiatan yang dilakukan selama di rumah saja membuat kebanyakan siswa menjadi kurang interaksi secara langsung dengan orang lain. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk kita berdiskusi dengan diri kita sendiri. Ketika otak kita bekerja mencari ide-ide kreatif, tanpa kita sadari kita sedang berdiskusi dengan diri kita sendiri. Kebiasaan berbicara dengan diri sendiri untuk orang normal memiliki manfaat yang luar biasa. Lisa Ferentz, seorang psikoterapis mengatakan bahwa mengungkapkan pemikiran di dalam batin dengan suara keras sebenarnya dapat membantu mengontrol pikiran dan sudut pandang seseorang menjadi lebih kritis serta menciptakan mental yang sehat. Oleh karena itu beristirahat sejenak dan mencoba melakukan self-talk di saat seperti ini merupakan bagian dari produktivitas juga.
ADVERTISEMENT
Istirahat juga penting, tetap harus lebih efektif mengontrol waktu dan energi agar bisa fokus lagi. Lebih baik istirahat sebentar dibandingkan tidak sama sekali. Jika mental dan fisik sehat, pikiran kita sehat, hal-hal yang kita lakukan akan lebih efektif dan bisa lebih produktif. Pada Scientific American, Ferris Jabr menulis, "Downtime atau beristirahat dapat meningkatkan fokus dan motivasi otak, mendorong produktivitas dan kreativitas, dan hal ini penting untuk meningkatkan performa bekerja.” Kerja keras erat kaitannya dengan produktivitas, namun ada baiknya juga untuk dikombinasi dengan kerja cerdas. Kerja keras yang biasanya mengandalkan tenaga dan otot, dapat dikombinasikan dengan kerja cerdas yang biasanya mengandalkan pikiran.
Kerja keras cenderung menunjukkan ketekunan dan keuletan sedangkan kerja cerdas menunjukkan kreativitas. Kerja cerdas membuat apa yang kita lakukan menjadi lebih efisien, tidak membuat kita kewalahan dan bisa mengontrol usaha kita agar tidak membuang-buang waktu dan juga tenaga. Kerja keras dapat dikombinasikan dengan kerja cerdas agar kita dapat menyimpan energi dan waktu kita untuk hal lain, misalnya berkumpul dengan keluarga, melakukan hal-hal yang disukai, mengembangkan minat dan bakat.
ADVERTISEMENT
Hal ini bermanfaat agar dapat memerhatikan juga kondisi tubuh dan pikiran saat ini agar dapat tetap produktif, dan tidak sakit. Berusaha untuk mencapai kesuksesan dengan lebih produktif itu penting, tetapi semua yang berlebihan itu tidak baik bukan? Belajar dan bekerja yang berlebihan pun kurang baik untuk kesehatan mental, itulah pentingnya keseimbangan antara belajar, bekerja, berkarya dan beristirahat.
Produktif di masa pandemi ini sepertinya bukan melulu harus bekerja keras, menghasilkan sesuatu atau harus terus belajar. Produktif itu akan lebih baik jika bagaimana caranya kita menggunakan waktu dan energi kita dengan efektif dan sesuai porsinya. Bekerja, berkarya, melakukan hal-hal menyenangkan dan beristirahat. Karena tanpa beristirahat kita sulit memiliki pikiran yang tenang dan sulit untuk berpikir kreatif. A fresh mind is a creative mind. Maka dari itu saat pandemic COVID-19, New Normal merupakan adaptasi kebiasaan baru pula untuk cara belajar dan juga untuk produktivitas seseorang.
ADVERTISEMENT
Referensi :
Republika.co.id. (2020, 10 September). Data IASP: Setiap 40 Detik, Satu Orang Bunuh Diri di Dunia Diakses pada 7 Maret 2021, dari https://republika.co.id/berita/nasional/umum/qgg6w1425/data-iasp-setiap-40-detik-satu-orang-bunuh-diri-di-dunia
Scientific American. (2013, 15 Oktober). Why Your Brain Needs More Downtime. Diakses pada 7 Maret 2021, dari https://www.scientificamerican.com/article/mental-downtime/
The Healthy. ( 2020, 13 April). HOW POSITIVE SELF-TALK DIRECTLY IMPACTS YOUR FINANCIAL LIFE WITH LISA FERENTZ. Diakses pada 7 Maret 2021, dari https://www.themoneynerds.com/31-watch-mouth-positive-self-talk-directly-impacts-financial-life-lisa-ferentz/