Konten dari Pengguna

Dampak Maraknya Impor Skincare Korea Selatan: Gempuran untuk Pasar dalam Negeri

Desy Rachma
D-III Kebidanan Poltekkes KH Yogyakarta selesai pada tahun 2017. Melanjutkan pendidikan S-1 Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta tahun 2018.
6 Juli 2021 10:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 13:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Desy Rachma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
pexels.com
ADVERTISEMENT
Korean Wave bukan lagi sekadar trend lintas negara namun sekarang mampu menjadi tiang atau instrument soft power negara Korea Selatan untuk memperkuat perekonomian. Dimulai dari kiprah K-Pop atau Korean Pop, street food, hingga produk kosmetik maupun skincare.
ADVERTISEMENT
Korean Wave yang dikenal sebagai fenomena budaya populer Korea Selatan sangat pesat menyebar melalui media sosial. Menyadari Korean Wave telah menjadi pusat perhatian dunia khususnya Indonesia, tentu sedikit banyak memberi kecemasan karena dirasakan menjadi gempuran bagi stabilisasi pasar kosmetik dan skincare dalam negeri.
Maraknya penggunaan produk perawatan kecantikan terutama berasal dari negeri trendsetter, ini mendominasi di Indonesia. Tentu hal ini didominasi oleh konsumen yang sebagian besar adalah remaja.
Slogan dewy skin atau glass skin yang dibawa dari negara Korea Selatan sebagai bagian primer atau hal terpenting untuk kehidupan mampu men-distract masyarakat Indonesia yang menimbulkan peningkatan permintaan dari tahun ke tahun.
Dibandingkan dengan produk kecantikan yang berasal dari Eropa, Amerika, dan Jepang yang target pasar lebih ke kalangan atas dengan harga premium, skincare Korea Selatan lebih mudah didapatkan dengan harga terjangkau dan menjadi salah satu alasan pula digandrungi oleh banyak remaja.
ADVERTISEMENT
Menurut data tahun 2019 produk dari Korea Selatan mencapai persentase 22,31% yang kemudian baru disusul oleh produk Eropa, Amerika, dan Jepang. Sedangkan untuk produk lokal walau telah banyak beredar dan memperbaiki kualitasnya dengan harga lebih terjangkau namun tetap saja menjadi momok dikarenakan komposisi, label kemasan dan banyak aspek lainnya yang masih kalah dibandingkan dengan produk impor tersebut. Besarnya antusiasme masyarakat Indonesia dalam menggunakan produk Korea Selatan menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pasar kosmetik atau kecantikan dalam negeri yang harus bersaing dengan ketat.
Antusiasme masyarakat untuk menggunakan produk kecantikan dalam negeri yang tidak sebesar saat menggunakan produk impor dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti ketidakpercayaan terhadap komposisi, label yang kurang menarik, iklan yang tidak relevan dengan realita, dan efektivitas saat di apply pada kulit lebih cepat produk impor dibanding produk dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi apabila diteruskan dengan tetap gencar melakukan impor produk kecantikan membuat pasar kosmetik makin sesak dan dapat menghalangi promosi produk kecantikan dalam negeri. Dengan demikian nilai impor akan terus menerus meningkat seperti nilai impor produk kecantikan–termasuk kosmetik, produk perawatan, dan sabun yang telah mencapai US$431,2 juta atau naik 31,7% dibanding tahun sebelumnya.
Untuk memberikan kesempatan bagi produk kecantikan Indonesia mengibarkan sayapnya menghadapi pasar internasional, maka sebaiknya slogan "cintailah produk lokal" patut disebarluaskan dan tidak hanya sebagai slogan semata namun harus diaplikasikan secara nyata sebagai perjalanan dan kekuatan agar nilai saing terhadap produk impor setidaknya mampu menciptakan fair trade yang sesungguhnya. Apabila bisa menjadikan produk kecantikan Indonesia sebagai icon perdagangan Internasional dari Indonesia maka dapat memberikan value yang membanggakan juga untuk negara Indonesia sendiri.
ADVERTISEMENT