Konten dari Pengguna

Jumbo dan Era Baru Sinema Animasi Indonesia

DADANG BUDI SETIAWAN
ASN pada Dinas Komunikasi dan Informatika, Statistik dan Persandian Kabupaten Tuban
8 April 2025 20:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DADANG BUDI SETIAWAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
flyer film: wikipedia
zoom-in-whitePerbesar
flyer film: wikipedia
Ketika film animasi Jumbo diumumkan akan tayang pada Lebaran 2025, ekspektasi tinggi menyertai kehadirannya. Namun tak banyak yang menyangka bahwa film ini akan mencetak sejarah sebagai film animasi Indonesia terlaris sepanjang masa. Dalam delapan hari penayangannya sejak 31 Maret 2025, Jumbo berhasil menembus 1.302.617 penonton dan terus bertambah. Capaian tersebut diumumkan langsung oleh sang sutradara, Ryan Adriandhy, melalui akun media sosialnya, disertai rasa syukur dan terima kasih kepada penonton yang telah "menyerbu markas Geng Jumbo."
ADVERTISEMENT
Tak hanya soal angka, Jumbo juga dipuji oleh kritikus dan penonton umum sebagai film animasi lokal dengan kualitas global. Diproduksi oleh Visinema Studios dan dikerjakan selama lima tahun, film ini menyuguhkan visual dengan presisi tinggi—dari tekstur kain, rambut, dan kulit hingga pantulan cahaya di genangan air di gang sempit. Warna-warna pastel yang membangun atmosfer hangat membuat Jumbo mudah disandingkan dengan karya-karya Pixar, namun tetap memiliki cita rasa khas Indonesia.
Latar yang digunakan juga sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia: proyek jalanan, panjat pinang, gerobak dorong, hingga perumahan padat penduduk. Bahkan detail budaya seperti keberagaman etnis dan realitas sosial masyarakat urban dihadirkan dengan sangat natural. Penonton anak-anak merasa akrab dengan dunia yang mereka lihat di layar, sementara penonton dewasa mengenang kembali masa kecil mereka.
ADVERTISEMENT
Secara cerita, Jumbo menembus batasan genre animasi yang selama ini cenderung menghindari tema berat. Film ini berani menyentuh isu seperti perundungan terhadap anak, trauma karena kehilangan orang tua, kemiskinan, hingga pentingnya memaafkan. Semua dikemas dalam kisah petualangan Don, bocah yang sangat menyayangi buku dongeng peninggalan orang tuanya, bersama teman-temannya Nurman dan Mae, serta pertemuannya dengan Meri, gadis dari dunia lain.
Yang menarik, antagonis dalam film ini, Atta, bukanlah tokoh jahat biasa. Ia adalah anak dari keluarga yang hidup dalam keterbatasan ekonomi, yang mencari pelarian atas rasa sakit dan rasa bersalah. Melalui tokoh ini, Jumbo memperlihatkan bahwa anak-anak pun membawa luka dan kompleksitas psikologis yang jarang diangkat dalam sinema keluarga.
Tak hanya dari sisi cerita dan visual, kekuatan Jumbo juga datang dari jajaran pengisi suara yang terdiri dari nama-nama besar seperti Ratna Riantiarno, Ariel NOAH, Bunga Citra Lestari, Den Bagus Sasono, dan M. Adhiyat. Musik dalam film ini juga memperkuat pengalaman menonton, terutama melalui lagu-lagu seperti “Kumpul Bocah” yang dibawakan ulang dan membangkitkan nostalgia lintas generasi.
anak-anak menonton film jumbo
Kesuksesan film ini juga tercermin dari keterlibatan emosional para penontonnya. Ryan Adriandhy sendiri mengaku terharu dengan banyaknya pesan, mention, dan cerita yang dibagikan penonton lewat media sosial, mulai dari anak-anak yang tertawa di bioskop, hingga orang tua yang mengaku menangis karena tersentuh kisahnya. Lebih dari sekadar film, Jumbo menjadi peristiwa budaya yang menghubungkan berbagai generasi melalui pengalaman kolektif yang hangat dan reflektif.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif ilmu komunikasi, keberhasilan Jumbo dapat dibaca melalui Paradigma Naratif (Narrative Paradigm Theory) yang dikembangkan oleh Walter Fisher. Dalam teori ini, manusia dipandang sebagai makhluk naratif (homo narrans), yang memahami dunia dan membentuk makna melalui cerita. Film Jumbo bekerja tidak hanya sebagai hiburan visual, tapi sebagai narasi yang koheren dan memiliki fidelity—yakni nilai-nilai moral dan emosional yang dirasakan benar oleh audiens. Kita percaya pada kisah Don bukan karena ia spektakuler, tetapi karena ia menyentuh dan terasa nyata.
Lebih jauh, dalam konteks Indonesia, pendekatan ini relevan dengan budaya tutur dan dongeng yang begitu kuat dalam kehidupan masyarakat. Jumbo bukan hanya membawa nostalgia tentang cerita sebelum tidur, tetapi juga mengaktualisasikan kekuatan narasi lokal dalam medium modern, membuktikan bahwa film animasi dapat menjadi alat komunikasi yang kuat dalam menyampaikan pesan-pesan sosial dan emosional.
ADVERTISEMENT
Sebagai penutup, Jumbo adalah bukti bahwa film animasi Indonesia tidak lagi sekadar "alternatif" hiburan anak-anak. Ia telah menjadi media ekspresi budaya yang matang, menghibur, dan bermakna. Ia hadir sebagai cermin lembut dari realitas sosial, serta undangan untuk berdialog—baik antar anggota keluarga, maupun antara manusia dan nilai-nilai yang membentuknya. Di tengah dominasi film asing dan komersialisasi tontonan, Jumbo muncul sebagai oase—sebuah dongeng hangat karya anak bangsa yang berhasil menembus batas pasar dan hati penonton.