Konten dari Pengguna

Poster Film Pabrik Gula dan Pentingnya Komunikasi Visual yang Efektif

DADANG BUDI SETIAWAN
ASN pada Dinas Komunikasi dan Informatika, Statistik dan Persandian Kabupaten Tuban
10 Januari 2025 15:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DADANG BUDI SETIAWAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Poster Film Pabrik Gula
zoom-in-whitePerbesar
Poster Film Pabrik Gula
ADVERTISEMENT
Kontroversi terkait poster film Pabrik Gula mengundang perhatian banyak pihak. Poster tersebut, yang dianggap vulgar dan tidak relevan dengan tema film, menuai kritik tajam dari warganet hingga lembaga resmi seperti Lembaga Sensor Film (LSF). Hal ini memicu diskusi lebih luas tentang pentingnya komunikasi visual dalam menyampaikan pesan karya seni atau produk.
ADVERTISEMENT
Poster, sebagai salah satu media desain komunikasi visual, memiliki fungsi strategis dalam promosi. Poster didefinisikan sebagai media publikasi yang mengombinasikan gambar, tulisan, atau keduanya untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas. Sebagai karya seni sekaligus alat komunikasi, poster harus memuat elemen visual yang tidak hanya menarik perhatian tetapi juga mampu merepresentasikan esensi produk atau jasa yang dipromosikan. Dengan pendekatan desain yang relevan, poster dapat menjadi jembatan antara pencipta karya dan audiens.
Dalam kasus Pabrik Gula, poster yang beredar di media sosial menampilkan elemen visual yang dianggap terlalu sensual, sehingga menimbulkan kesan yang salah tentang film ini. Sebagai film horor supranatural, fokus cerita Pabrik Gula adalah misteri dan teror di sebuah pabrik tua. Wakil Ketua LSF, Noorca Marendra Massardi, menegaskan bahwa poster tersebut belum lulus sensor karena melanggar aturan konten yang boleh disebarluaskan di ruang publik.
ADVERTISEMENT
Secara teknis, poster ini sebenarnya tidak buruk. Namun, jika dilihat dari sisi komunikasi visual, ada yang kurang tepat. Dalam strategi promosi, poster harus mampu menggambarkan inti cerita atau suasana dari produk yang diiklankan. Elemen visual yang tidak relevan dapat mengaburkan pesan utama, seperti yang terjadi pada Pabrik Gula.
Media desain komunikasi visual seperti poster tidak hanya berfungsi sebagai karya seni, tetapi juga alat komunikasi. Dalam komunikasi terdapat proses encoding (pembuatan pesan) dan decoding (penerimaan pesan) yang memengaruhi efektivitas penyampaian pesan. Dikutip dari buku Media dan Komunikasi Politik (2018) oleh Junaidi dkk., model komunikasi ini dikembangkan oleh Stuart Hall. Dalam konteks ini, encoding adalah proses pembuatan pesan dengan kode tertentu, sedangkan decoding adalah proses penerimaan pesan oleh audiens menggunakan kode yang sama.
ADVERTISEMENT
Masalah muncul ketika ada perbedaan persepsi antara encoding (niat kreator poster) dan decoding (pemahaman audiens). Audiens Pabrik Gula menangkap pesan yang berbeda dari maksud awal, sehingga kritik terhadap poster pun mencuat.
Keberhasilan poster dalam strategi komunikasi visual sangat bergantung pada pemahaman terhadap audiens target. Tema horor supranatural seharusnya menjadi fokus utama dalam elemen visual Pabrik Gula, bukan elemen yang menimbulkan kesan sensual. Kontroversi ini menjadi pelajaran penting bagi tim kreatif dan pelaku industri kreatif lainnya bahwa komunikasi visual bukan hanya soal estetika, tetapi juga efektivitas dalam menyampaikan pesan.
Dengan revisi yang lebih matang dan relevan, poster Pabrik Gula dapat diarahkan kembali untuk mendukung tema film serta menarik perhatian audiens yang sesuai. Pada akhirnya, sebuah poster bukan hanya sekadar gambar, tetapi juga alat strategis untuk membangun persepsi publik terhadap sebuah karya. Tanpa penyelarasan desain dan pesan, poster justru bisa menjadi sumber kesalahpahaman yang merugikan produk itu sendiri.
ADVERTISEMENT