Mengulas Pertanian di Pegunungan: Beragam Masalah Berlimpah Potensi

Daei Aljanni
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta - Aktivis Ikatan Pelajar Muhammadiyah - Pengamat Media
Konten dari Pengguna
28 November 2022 15:29 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Daei Aljanni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret alam. Sumber Foto: Foto Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Potret alam. Sumber Foto: Foto Pribadi
ADVERTISEMENT
Pertanian adalah mayoritas pekerjaan di Indonesia, yang dinyatakan sebagai negara agraris. Sumber daya alam berupa lahan dan tanah yang subur merupakan potensi yang dapat dikembangkan terutama sebagai areal garapan, tanaman dan kebun. Di daerah yang didukung oleh faktor alam, sebagian besar mata pencaharian adalah bertani.
ADVERTISEMENT
Saat ini Universitas Slamet Riyadi Surakarta melalui Kampus Merdeka, program belajar mandiri dengan pengabdian masyarakat yang fokus pada pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan masalah dengan memberdayakan masyarakat itu sendiri.
Desa yang dijadikan lokasi pelayanan merupakan desa wisata karena desa ini berada di pegunungan. Di desa ini sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani karena sumber daya alam berupa tanah cukup melimpah di desa tersebut.
Dalam proses pengabdian, tim proyek kemanusiaan melalui tahapan penelitian di awal waktu. Melakukan observasi, wawancara dan pra-olahan data untuk mengidentifikasi bentuk atau sistem masyarakat dan desa. Dalam wawancara tersebut dipaparkan permasalahan sosial khususnya di bidang pertanian.
Berbagai masalah diamati selama wawancara. Banyak warga yang mengeluhkan faktor ekonomi, dan profesi mereka yang bertani sangat berpengaruh terhadap faktor ekonomi. Jadi, tentu saja masalahnya terletak pada faktor pertanian. Masalah yang dilaporkan meliputi cuaca, harga dan bahkan masalah hama.
ADVERTISEMENT
Faktor cuaca menjadi kendala karena sering terjadi hujan pada bulan September hingga November. Terkadang hujan tidak berhenti dalam satu hari. Tentu saja, hal ini berdampak kuat pada hasil panen petani. Namun ada juga warga yang harus bergumul dengan nasib tersebut. Seperti yang dikatakan oleh salah satu perwakilan kelompok tani: “Jika cuaca buruk bagi kami, kami pikir itu adalah takdir”.
Faktor harga juga menjadi masalah bagi petani. Karena setelah kenaikan harga BBM, harga sembako juga naik. Namun, harga hasil pertanian cenderung stagnan atau turun. Cuaca buruk yang mempengaruhi panen juga mendukung. Jadi tentu saja, pengeluaran di awal tidak bisa ditutupi dengan harga jual pasca panen.
Selain wawancara, telaah dokumen juga menjadi tahap awal kelompok proyek kemanusiaan. Berdasarkan informasi yang diberikan oleh pengurus desa menunjukkan sebagian besar mata pencaharian adalah petani.
ADVERTISEMENT
Namun, ada juga persoalan unik dalam temuan tim proyek kemanusiaan melalui diskusi dengan kelompok tani. Ini termasuk petani yang hanya berfikiran instan, pemuda yang bertani tetapi juga memiliki cara berpikir yang instan, dan ada juga pemuda yang bahkan tidak bangga bertani.
Menemukan masalah ini tentu saja menjadi langkah awal bagi kelompok proyek kemanusiaan yang mencoba memberdayakan masyarakat petani dengan potensi yang mereka miliki. Alam adalah salah satu kemungkinannya, banyak anak muda juga merupakan potensinya, tetapi cara berpikir adalah kendalanya. Walaupun ada wadah berupa kelompok tani yang bertujuan menampung semua petani di desa. Namun sebenarnya ada gangguan di kelompok tani, yang juga disampaikan langsung oleh Bapak Purwanto, perwakilan dari kelompok tani.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentu saja menarik, karena pada kenyataannya permasalahan di bidang pertanian tidak hanya tentang hama, pupuk dan cuaca, tetapi jauh lebih kompleks dari yang diperkirakan semula.
Oleh karena itu, tim proyek kemanusiaan berencana membuat terobosan di kalangan petani di masa depan karena berbagai masalah. Hal ini bertujuan untuk memberdayakan petani sesuai dengan kemampuan dan profesinya. Juga mengundang dosen pertanian dan profesional pertanian dari Universitas Slamet Riyadi.