Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perspektif Guru Besar atas Putusan Mahkamah Konstitusi
3 Juni 2024 14:25 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Dafa Fachri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Putusan Mahkamah Konstitusi atas sengketa hasil pemilu 2024 menarik perhatian berbagai kalangan, termasuk kalangan muda dan lanjut usia. Beberapa guru besar, seperti Prof. Ibnu Sina Chandranegara, MH., dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, memberikan pandangan yang beragam terhadap putusan tersebut. Prof. Ibnu Sina mengatakan putusan MK tersebut menyelesaikan masalah dan memberikan kepastian hukum.
ADVERTISEMENT
Setelah MK membacakan beberapa putusan mengenai permohonan pengujian undang-undang tentang konstitusionalitas Pasal 169 huruf q Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden, muncul berbagai pendapat dari masyarakat.
Prof. Dr. Muchamad Ali Safa’at, S.H., M.H., dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, juga menilai ada kejanggalan dalam beberapa putusan MK. Ia menyatakan bahwa putusan MK seharusnya menguji norma yang sudah ada, bukan menambah norma. Prof. Ali menekankan bahwa putusan MK seharusnya menguji apakah persyaratan usia 40 tahun sesuai dengan konstitusi atau tidak.
Putusan ini mendapat perhatian banyak masyarakat dan akademisi dari berbagai Fakultas Hukum di Indonesia. Prof. Susi Dwi Harijanti dari Universitas Padjadjaran (Unpad) mengatakan bahwa putusan MK tidak sesuai dengan ekspektasinya yang seharusnya memerintahkan pemungutan suara ulang. Sementara itu, Dr. Hufron dari Universitas Tujuh Belas Agustus Surabaya menekankan bahwa UU Kekuasaan Kehakiman juga berlaku bagi MK, dan adanya persoalan etik di balik putusan 90 seharusnya menjadi alasan untuk meninjau ulang putusan tersebut berdasarkan Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman.
ADVERTISEMENT
Putusan MK tersebut memancing berbagai reaksi dari kalangan akademisi dan masyarakat. Satu hal yang jelas, bagaimanapun bahwa keputusan ini telah menjadi poin penting dalam sejarah demokrasi Indonesia, di mana kepastian hukum dan keadilan menjadi pilar utama.
Perspektif seorang Guru Besar terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bisa sangat penting dalam konteks nasib demokrasi sebuah negara. Sebagai salah satu tokoh akademisi yang memiliki pengaruh besar dalam ranah keilmuan dan masyarakat, pandangan seorang Guru Besar dapat memberikan arahan dan pemahaman yang mendalam terhadap implikasi putusan MK terhadap demokrasi.
Sebagai contoh, seorang Guru Besar bisa melihat putusan MK sebagai langkah yang mendukung stabilitas demokrasi dengan mengukur kepatuhan terhadap konstitusi. Pandangan ini memperkuat prinsip-prinsip demokrasi yang mengutamakan supremasi hukum dan keadilan. Namun, seorang Guru Besar juga bisa melihat bahwa putusan MK bisa menjadi bumerang jika tidak diimbangi dengan keseimbangan kekuasaan yang sehat antara lembaga-lembaga negara. Pandangan ini menyoroti pentingnya sistem check and balances dalam mencegah otoritarianisme dan penyalahgunaan kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dari perspektif seorang Guru Besar, putusan MK juga bisa dianggap sebagai cerminan dari kualitas demokrasi sebuah negara. Jika putusan MK dihormati dan dilaksanakan dengan baik, hal itu dapat menunjukkan kedewasaan politik dan budaya hukum masyarakat. Namun, jika putusan MK diabaikan atau dilanggar, hal itu bisa menjadi tanda kekhawatiran akan kemunduran demokrasi dan kurangnya penghargaan terhadap institusi demokratis.
Terakhir, seorang Guru Besar juga bisa melihat putusan MK sebagai momentum penting untuk merenungkan ulang kesehatan demokrasi negara tersebut. Dengan menganalisis proses pengambilan keputusan MK dan respons masyarakat terhadapnya, seorang Guru Besar dapat memberikan wawasan yang berharga tentang perkembangan demokrasi dan tantangan yang dihadapi dalam membangun masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.
ADVERTISEMENT