Pemutaran Musik pada Ruang Publik: Apakah Melanggar Hak Cipta?

Daffa Pratama
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
24 April 2023 5:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Daffa Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar 1: Copyright in Intellectual Property Law. Sumber Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Gambar 1: Copyright in Intellectual Property Law. Sumber Pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat sedang menghabiskan waktu di ruang publik seperti restoran, cafe, ataupun hotel, kerap kali kita mendengar musik-musik dari artis favorit kita diputarkan.
ADVERTISEMENT
Beranjak dari peristiwa tersebut, timbulah satu pertanyaan, apakah hal tersebut melanggar konsep Hak Cipta yang selama ini kita kenal?
Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat secara konsepsi Hak Cipta memang diciptakan sebagai hak eksklusif yang berfungsi sebagai bentuk perlindungan terhadap karya sang Pencipta.
Oleh karena itu, dalam artikel ini penulis akan mencoba mengulas secara singkat, padat, dan tuntas mengenai konsep Fair Use yang merupakan salah satu prinsip yang dikenal dalam konteks Hak Cipta. Prinsip ini yang nantinya dapat digunakan untuk menjawab permasalah terkait pemanfaatan musik pada ruang publik tanpa izin dari penciptanya.
Dalam artikel ini, semua konsep dan kesimpulan dipaparkan dalam bentuk penelitian yuridis normatif melalui metode studi pustaka dengan memanfaatkan sumber sekunder, seperti peraturan perundang-undangan dan jurnal. Dalam melakukan penelitiannya, penulis memanfaatkan bantuan dari aplikasi Nvivo yang merupakan salah satu software coding pengolah data kualitatif demi menghindari subjektifitas dalam penelitian.
ADVERTISEMENT

Konsepsi Hak Cipta di Indonesia

Ilustrasi live musik di Kafe. Foto: Vershinin89/Shutterstock
Apabila ditelisik ke dalam hukum positif Indonesia, Hak Cipta merupakan bentuk perlindungan terhadap Kekayaan Intelektual (“KI”) yang diejawantahkan ke dalam bentuk pemberian hak eksklusif kepada Penciptanya.
Pengaturan terkait Hak Cipta bermula dari disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UUHC”). dalam pengaturannya, UUHC mengakomodir Hak Cipta sebagai hak eksklusif yang terbagi atas Hak Moral dan Hak Ekonomi.
Secara filosofi, Hak Moral ada terlebih dahulu dibandingkan Hak Ekonomi. Hak Moral terdiri atas hak untuk diakui sebagai pencipta dan hak atas keutuhan karyanya yang akan tetap ada pada diri penciptanya walaupun hak tersebut telah dialihkan, sedangkan hak ekonomi merupakan hak untuk mendapat manfaat ekonomi atas ciptaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks penggunaan musik secara luas bagi publik, sejatinya Pasal 9 UUHC telah menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk melakukan penggunaan dan/atau penggandaan ciptaan untuk tujuan komersial tanpa izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
Apabila dilihat secara sekilas, pasal tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan atau pemanfaatan musik pada ruang publik telah mencederai konsepsi Hak Cipta itu sendiri karena dilaksanakan tanpa izin dari penciptanya.
Namun, jika ditelisik secara lebih mendalam, dapat diketahui bahwa eksistensi Hak Cipta sebenarnya menekankan perlindungan terhadap satu hal, yaitu “tujuan komersial”. Dengan demikian, secara praktis penggunaan musik pada ruang publik bukanlah merupakan suatu pelanggaran terhadap Hak Cipta selama ia tidak mendapatkan keuntungan dari aspek ekonomis terhadap pemutaran musik tersebut.
ADVERTISEMENT

Fair Use Sebagai Pengecualian

Gambar 2: Visualisasi Hasil Pemrosesan Data Kualitatif melalui software Nvivo dalam penelitian Penerapan Prinsip Fair Use di Indonesia
Rumusan ini sebenarnya berakar dari konsep yang dikenal dengan prinsip Fair Use. Penerapan Fair Use merupakan bentuk pengecualian terhadap hak eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta. Prinsip ini dapat tercipta karena konsepsi Hak Milik dalam hukum positif Indonesia menuntut pemanfaatan Hak Milik yang tidak hanya berfungsi untuk melindungi suatu objek, tetapi juga menjadikan objek tersebut berfungsi secara sosial.
Oleh karena itu, Hak Cipta bukanlah suatu hak mutlak yang dimiliki penuh oleh pencipta, melainkan terdapat norma yang membatasi dan mengecualikan hak eksklusif Pencipta tersebut. Hal ini bertujuan untuk memelihara keseimbangan yang layak antara kepentingan dari pemegang hak dan pengguna karya cipta.
Sebagaimana yang dikatakan Thomas G. Field bahwa doktrin Fair Use mengambil peranan penting. Berfungsi sebagai pembatasan Hak Cipta yang mengizinkan penggunaan terhadap suatu Ciptaan, bahkan tanpa izin sang Pencipta.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, penerapan prinsip Fair Use sebenarnya masih banyak menuai kritik dalam tataran internasional karena dianggap memberikan ketidakpastian. Sebagaimana yang dikatakan oleh Justin Hughes, seorang Profesor Fakultas Hukum Universitas Loyola Marymount, yang mendefinisikan Fair Use sebagai “one of the most unsettled areas of the law.” Hal ini terkait dengan prinsip Fair Use yang dirasa bersifat fleksibel dan kerap kali tidak dapat diduga.
Walaupun begitu, penerapan dan eksistensi dari prinsip ini di Indonesia masih sangat diakui sebagai bentuk pembatasan terhadap Hak Cipta itu sendiri.
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa selama penggunaan suatu KI dalam konteks Hak Cipta tidak melanggar batasan-batasan yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan, misalnya penggunaan KI untuk tujuan komersialisasi, maka setiap orang tetap boleh mempergunakannya, termasuk dalam hal pemanfaatan musik di ruang publik tanpa izin penciptanya sekalipun.
ADVERTISEMENT