Kehidupan antara Politik & Seni Musik Sang Maestro Sumpah Pemuda, WR Supratman

Muhammad Daffa Falih Zahran
Seorang Mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang sedang mencari pengalaman dengan menulis
Konten dari Pengguna
11 November 2022 13:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Daffa Falih Zahran tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.shutterstock.com/image-photo/indonesia-flags-under-blue-sky-independence-1466292164
zoom-in-whitePerbesar
https://www.shutterstock.com/image-photo/indonesia-flags-under-blue-sky-independence-1466292164
ADVERTISEMENT
Peristiwa Sumpah Pemuda yang diselenggarakan pada 27-28 Oktober 1928 di Batavia tidak luput dari beberapa tokoh yang berada di dalamnya termasuk Wage Rudolf Supratman sang Maestro sekaligus pencipta lagu Indonesia Raya. Pada perjalanan masa hidupnya, Wage Rudolf Supratman sempat bersinggungan antara kehidupan politik dan dunia seni musik yang telah jauh ia kuasai sebelumnya. Lantas bagaimana bisa antara keduanya bisa bersatu dalam peristiwa Sumpah Pemuda? Mari kita simak artikel ini.
ADVERTISEMENT
Wage Supratman merupakan anak ketujuh dari pasangan Sersan Jumeno Senen Sastrosuharjo dengan Siti Senen. Wage Supratman lahir di Desa Somongari pada tanggal 09 Maret 1903, serta kelahirannya tersebut ditetapkan sebagai peringatan Hari Musik Nasional. Wage Supratman menjadi satu-satunya anak lelaki dalam keluarga setelah saudaranya Slamet dan Rebo meninggal dunia. Kasih yang besar dari sang Ibu membuat Wage Supratman kecil tak bisa menghentikan kebiasaan meminum susu ibu (disapih:Bahasa Jawa) hingga berumur lima tahun.
Dalam masa hidupnya pertama kali Wage Supratman memiliki keinginan bermain biola adalah ketika beliau melihat sang suami dari kakak sulungnya yang bernama Van Eldik bermain biola dalam perjalanan di kapal menuju Makassar. Melihat keinginan sang adik ipar yang begitu besar Van Eldik kemudian memasukkan adik iparnya ke sekolah ELS (Europees Lagere School) yang sebenarnya hanya diperuntukkan bagi anak-anak dan keturunan Belanda. Wage Supratman diangkat oleh Van Eldik dan memberikan nama tambahan “Rudolf” untuk mendapatkan persamaan (gelijkgesteld).
ADVERTISEMENT
Sejak tinggal bersama keluarga Van Eldik dan dibimbing oleh mereka, Wage Rudolf Supratman menguasai bidang musik hanya dalam tempo 3 tahun saja. Pada tahun 1920 Wage Rudolf Supratman memperoleh kesempatan mengikuti Band dengan irama jazz yang didirikan oleh Van Eldik sebagai Violis. Band tersebut menjadi sangat populer dalam waktu yang singkat. Namun sesudah kurang lebih satu setengah tahun perjalanannya sebagai pemain biola dalam band, Wage Rudolf Supratman memberanikan diri tampil bermain solo di muka dengan hanya membacakan not balok lagu-lagu klasik kesukaannya. Dari situ ia kemudian sekaligus belajar membuat aransemen lagu – lagu daerah. Salah satu tokoh yang ia favoritkan adalah komponis asal Perancis bernama Rouget de Lisle.
Saat Wage Rudolf Supratman menginjak usia remaja, kesadaran politik dan rasa nasionalismenya kian tumbuh, terlebih terdapat sumber yang mengatakan bahwa Wage Rudolf Supratman sempat mengenal H.J.F.M Sneevliet yang merupakan tokoh sosialis pendiri ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging). Namun karena Wage Rudolf Supratman masih tinggal bersama dengan keluarga Van Eldik yang memiliki kedudukan dan jabatan di Tentara Kerajaan Hindia Belanda, Beliau memilih untuk menghindar dengan kegiatan politik secara langsung tetapi tetap mengikutinya secara diam-diam melalui koran dan majalah. Kemudian Wage Rudolf Supratman teringat dengan tokoh favoritnya dan merasa bahwa Dia masih bisa memiliki kesempatan untuk memegang peranan penting dalam panggung sejarah perjuangan bangsa. Tekad tersebut yang pada akhirnya menuntun Wage Rudolf Supratman untuk menjadi seorang komponis.
ADVERTISEMENT
Pada Kongres pemuda pertama yang diselenggarakan tanggal 30 April – 2 Mei 1926, Wage Rudolf Supratman masih menjadi seorang wartawan Redaksi Sin Po, namun ia sempat membuat sebuah lagu “Dari Barat sampai ke Timoer” sebagai karya pertamanya yang berhasil didengar seluruh Nusantara. Beliau menunjukkan jiwanya yang penuh semangat, ini dibuktikan dalam keberhasilannya mendapatkan bahan berita dan laporan paling lengkap mengenai Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Sesudah Kongres Indonesia Pertama, ia mulai menggarap kembali konsep Lagu Kebangsaan dengan hati-hati agar tidak ada kesalahan baik secara syair, struktur, komposisi, maupun birama lagunya.
Sebelum Kongres Pemuda kedua diselenggarakan, sudah sejak awal Wage Rudolf Supratman memberikan salinan lagu ciptaannya untuk dipelajari terlebih dahulu oleh para pemuda dan para pandu (pramuka) dengan diberikan kepada beberapa orang pimpinan organisasi pemuda untuk dipelajari dan disebarluaskan. Wage Rudolf Supratman ketika Kongres Pemuda kedua berlangsung diberikan kesempatan oleh panitia kongres untuk memperdengarkan lagu ciptaannya di waktu istirahat. Namun karena masih bekerja sebagai wartawan, ia terus membuat catatan tentang isi pidato dan suasana persidangan. Tatkala diumumkan masa istirahat itulah Wage Rudolf Supratman segera bangkit dan menenteng kotak biolanya menuju ke tempat duduk ketua panitia Kongres. Namun sempat terjadi kekhawatiran oleh ketua panitia kongres pada saat itu Sugondo Joyopuspito, yang mengetahui kalimat-kalimat lagu ciptaan Wage Rudolf Supratman dapat menghentikan jalannya kongres. Dengan penuh rasa haru pada akhirnya Lagu tersebut berhasil diperdengarkan dan mendapat respon hangat dari peserta kongres.
ADVERTISEMENT
Dalam tempo dua bulan sejak kongres Pemuda Indonesia Kedua berlalu, lagu “Indonesia” telah dihayati oleh angkatan muda serta segenap patriot dari berbagai golongan masyarakat sebagai lagu kebangsaan. Pada hakikatnya, lagu kebangsaan tersebut berhasil mendapat pengakuan bahkan hingga saat ini menjadi lagu kebangsaan bagi kita, “Indonesia Raya”.
Wage Rudolf Supratman berhasil menunjukkan antara keahliannya dalam bidang seni musik dengan kecintaannya terhadap kegiatan politik masih bisa untuk dipersatukan.