Konten dari Pengguna

Efektivitas Program Kuratif Penanganan Mental Illness di Indonesia

Daffaldo Suryoputra
Seorang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI)
11 November 2021 13:29 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Daffaldo Suryoputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Seseorang dengan Mentall Illness. Sumber foto: Małgorzata Tomczak, Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Seseorang dengan Mentall Illness. Sumber foto: Małgorzata Tomczak, Pixabay
ADVERTISEMENT
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi individu. Kesehatan tidak hanya terkait dengan kesehatan fisik, namun juga kesehatan jiwa. Adapun isu mengenai kesehatan mental serta mental illness menjadi isu yang sedang hangat dibicarakan selama beberapa bulan terakhir. Namun, apa itu kesehatan mental? Apakah program kuratif dari penanganan mental illness sudah berjalan dengan baik? Simak penjelasan berikut ini.
ADVERTISEMENT
Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, disebutkan bahwa Kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Mental Illness atau Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.
Terdapat beberapa program yang dilakukan dalam penanganan Orang Dengan Masalah Kejiwaan. Salah satu program penanganan yang dilakukan adalah program kuratif. Program kuratif dalam penanganan kesehatan jiwa lebih banyak ditekankan pada adanya intervensi medis. Oleh karena itu dokter spesialis kedokteran jiwa dan perawat kejiwaan merupakan tenaga profesional yang paling dibutuhkan untuk menyediakan pelayanan kuratif. Selain itu, dibutuhkan pula sarana pelayanan kesehatan jiwa yang memadai di rumah sakit maupun puskesmas.
ADVERTISEMENT

Permasalahan Kesehatan Mental di Indonesia

Indonesia saat ini menghadapi beberapa permasalahan yang timbul dalam hal kesehatan mental ini. Salah satu masalah yang muncul adalah Kurangnya orang dengan kondisi mental illness atau disebut dengan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) yang melapor. Hal ini dikarenakan selama ini masalah kesehatan mental masih belum dianggap serius oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, masih banyak stigma negatif yang didapatkan bagi orang yang melapor ke fasilitas kesehatan jiwa, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya banyak kasus dalam masyarakat Indonesia yang dipasung dikarenakan mengalami masalah kesehatan mental. Hal ini mengakibatkan orang dengan mental illness merasa malu untuk melapor mengenai keadaannya dan mendapatkan perawatan itu sendiri.
Selain itu, masalah lainnya mengenai kesehatan mental adalah belum meratanya untuk mendapatkan akses pada pelayanan kesehatan jiwa. Hal ini mengingat hampir seluruh Rumah Sakit Jiwa (RSJ) terletak di ibukota provinsi. Bahkan masih ada provinsi yang belum mempunyai Rumah Sakit Jiwa seperti di Banten (direncanakan selesai dibangun pada tahun 2022). Adapun persediaan obat untuk penderita masih banyak yang tidak tersedia di layanan primer, bila ada dengan jumlah yang sangat sedikit dan belum mencukupi kebutuhan yang diperlukan. Hal ini dapat terlihat pada tahun 2020, dimana hampir seluruh puskesmas di Kota Semarang, kecuali Puskesmas Bandarharjo, tidak dapat memberikan pelayanan rawat jalan. Hal ini dikarenakan pihak puskesmas khawatir puskesmas tidak dapat memenuhi pengobatan rutin pasien jiwa, meskipun puskesmas di seluruh Kota Semarang dapat mengajukan permohonan ketersediaan obat jiwa kepada Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang.
ADVERTISEMENT
Terkait kesehatan jiwa pun memburuk sejak dimulainya masa pandemi. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) melakukan survei mengenai kesehatan mental melalui fitur “swaperiksa” yang dilakukan secara daring. Survei dilakukan pada 2.364 pengguna fitur “swaperiksa PDSKJI” yang mendapatkan sejumlah 68% responden mengalami cemas dan 67% responden mengalami depresi akibat pandemi COVID-19. Gejala dari gangguan kecemasan adalah merasa khawatir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, khawatir secara berlebihan, mudah emosi, serta selalu merasa gelisah. Sementara gejala depresi utama yang muncul adalah gangguan tidur, kurang percaya diri, lelah, tidak bertenaga, dan kehilangan minat. Lebih lanjut, sebanyak 77% responden memiliki gejala stres pasca trauma psikologis terkait Covid-19.

Upaya Pemerintah Menangani Permasalahan Kesehatan Mental

Pemerintah Indonesia tentunya tidak diam saja menghadapi permasalahan yang muncul dalam mengenai kesehatan mental di Indonesia. Terdapat beberapa upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalahan ini. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan adalah menjadikan Indonesia bebas dari praktik pasung karena tindakan pemasungan merupakan tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (Riskesdas Kemenkes, 2013).
ADVERTISEMENT
Selain itu, Pada penghujung bulan April tahun 2020, Kantor Staf Presiden bersama beberapa pihak yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA), Kementerian Kesehatan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, PT Telkom, Infomedia, dan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) untuk meluncurkan layanan konsultasi psikologi kesehatan jiwa. Layanan konsultasi ini ditujukan untuk membantu menangani tekanan psikologi masyarakat di tengah pandemi COVID-19. Masyarakat yang membutuhkan layanan psikologi dapat mengakses “Layanan Sehat Jiwa” (SEJIWA) dengan menghubungi hotline 119 ekstension 8. Kemudian, masyarakat akan langsung terhubung dengan relawan serta melakukan konseling.

Rekomendasi

Oleh karena itu, diperlukan adanya evaluasi mengenai implementasi program kuratif pada penanganan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) di daerah sehingga beberapa masalah seperti akses terhadap pelayanan kesehatan mental serta pengadaan obat dapat lebih merata. Selain itu, adanya pengawasan dalam pelaksanaan program kuratif dapat dilakukan sehingga pasien dengan penyakit mental mendapatkan perhatian lebih. Pengawasan dapat dilakukan oleh pihak fasilitas pelayanan kesehatan maupun dari pihak keluarga.
ADVERTISEMENT

Penutup

Permasalahan mengenai program kuratif dalam penanganan kesehatan jiwa mungkin sudah berjalan walaupun masih dapat ditingkatkan secara maksimal. Namun, alangkah lebih baiknya jika kita dapat menjaga kesehatan mental diri sendiri dan juga orang-orang terdekat. Maka dari itu, tetap bersemangat dan memperhatikan kesehatan mental dimulai dari diri kita dan juga orang di lingkungan terdekat sekitar kita.
Referensi
Albertha, K., Shaluhiyah, Z. and Musthofa, S. B. (2020) ‘Gambaran Kegiatan Program Kesehatan Jiwa Di Puskesmas Kota Semarang’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(3).
BPPD Provinsi Banten (2017) ‘Kajian pengembangan model penanganan penyakit gangguan jiwa berbasis masyarakat’.
PDSKJI | PDSKJI.org. Available at: http://pdskji.org/home (Diakses pada 9 November 2021).
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2019) ‘Situasi Kesehatan Jiwa Di Indonesia’, InfoDATIN.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa