Konten dari Pengguna

Misteri Phantom Limb: Sensasi yang Tak Terlihat

Dalida Yahwe
Mahasiswa Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
25 November 2024 15:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dalida Yahwe tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi penderita Phantom Limb Syndrome (canva.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penderita Phantom Limb Syndrome (canva.com)
ADVERTISEMENT
Istilah Phantom limb syndrome mungkin akan sangat jarang sekali terdengar di kalangan masyarakat awam. Phantom Limb Syndrome diartikan sebagai sebuah kondisi yang sering dialami oleh seseorang yang telah menjalani amputasi, mereka merasakan sensasi seperti rasa nyeri, kesemutan, dan gatal pada anggota tubuh mereka yang telah hilang. Ini diperkirakan ada hampir 60-80% orang yang mengalami amputasi mengalami kondisi Phantom limb syndrome ini.
ADVERTISEMENT
Apa itu Phantom Limb?
Phantom Limb merupakan sebuah fenomena yang terjadi saat seseorang yang telah mengalami proses amputasi merasakan sensasi nyeri dan berbagai ketidaknyamanan lainnya pada anggota tubuh yang sudah tidak ada. Meskipun anggota tubuh tersebut telah dihilangkan, tetapi otak masih terus berusaha untuk mengirimkan sinyal sehingga hal ini mengakibatkan individu merasakan seolah-olah bagian tubuh tersebut masih ada. Ada banyak variasi sensasi yang ditimbulkan, bisa berupa rasa nyeri yang parah hingga adanya rasa gatal atau kesemutan yang timbul di anggota tubuh yang sudah tidak ada. Hal ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun setelah proses amputasi dilakukan. Berbagai kasus yang beredar saat ini, sindrom ini dapat menyebabkan dampak psikologis oleh penderitanya, seperti kecemasan dan depresi, karena penderita merasa terjebak dalam pengalaman yang tidak dapat dikendalikan.
ADVERTISEMENT
Penelitian tentang Phantom Limb memberikan informasi bahwa fenomena ini bukan hanya sekadar khayalan semata, tetapi melibatkan proses kompleks yang ada dalam sistem saraf pusat individu. Ketika anggota tubuh diamputasi, area di otak yang sebelumnya bertugas mengarahkan dan mengontrol bagian tubuh tersebut tetap aktif dan dapat menghasilkan sensasi yang tidak sesuai dengan kenyataan fisik. Ini menunjukkan bahwa otak memiliki kemampuan luar biasa untuk membangun persepsi di tubuh kita, meskipun bagian fisiknya sudah hilang.
Faktor-Faktor Penyebab
Phantom Limb Syndrome terjadi akibat adanya faktor yang rumit dan kompleks, termasuk adanya sebuah perubahan dalam sistem saraf pusat dan periferal. Salah satu penyebab utama adalah tidak teraturnya pengiriman sinyal dari saraf periferal ke saraf pusat manusia, atau bisa dikenal dengan teori Cortical Reorganization. Menurut penelitian, ketika adanya anggota tubuh yang diamputasi, maka area di dalam otak yang mengontrol bagian tubuh tersebut tetap aktif dan berusaha menangkap sinyal dari daerah terdekat, seperti ujung kaki yang menjadi area amputasi. Proses ini menyebabkan otak manusia berusaha untuk memproses sinyal yang seharusnya berasal dari anggota tubuh yang hilang, sehingga individu merasakan adanya sensasi di bagian tubuh yang hilang tersebut dan merasa seolah-olah anggota tubuh tersebut masih ada. Seperti yang dinyatakan dalam sebuah studi, "Cortical reorganization is perhaps the most cited reason for the cause of PLP in recent years"
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, Phantom Limb Syndrome merupakan hasil dari keterbatasan otak untuk cepat menyesuaikan diri. Selain itu, faktor psikologis juga memberikan peran penting bagi individu tersebut dalam munculnya Phantom Limb Syndrome. Ketika seseorang mengalami proses amputasi, maka mereka sering kali merasakan kesedihan dan stres yang mendalam, yang dapat mempengaruhi fungsi saraf mereka. Berbagai rasa sakit atau ketidaknyamanan dirasakan pada bagian tubuh yang hilang inilah disebabkan oleh berbagai faktor, seperti adanya sentuhan pada area amputasi atau adanya kondisi emosional dari individu.
Gejala dan Manifestasi
Gejala dan manifestasi dari Phantom Limb Syndrome ini sangat bervariasi dan dapat mencakup berbagai sensasi yang dirasakan pada bagian tubuh yang telah diamputasi. Beberapa penderita menginformasikan bahwa mereka merasakan nyeri yang kuat, gatal, sensasi terbakar, dan juga kesemutan pada bagian tubuh yang telah hilang. Rasa sakit ini sering kali digambarkan sebagai perasaan yang nyata, meskipun anggota tubuh tersebut sudah tidak ada lagi. Menurut penelitian, "Phantom limb pain is reported by 60-80% of amputees and can include sensations such as burning, itching, and pressure". Selain nyeri, ada juga sensasi seperti ditekan, kram, atau seperti ditusuk-tusuk, yang dapat muncul secara tiba-tiba atau berlanjut dalam jangka waktu tertentu.
ADVERTISEMENT
Manifestasi Phantom Limb Syndrome tidak hanya terbatas pada rasa sakit fisik saja, tetapi juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Penderita sering kali merasa frustasi dan cemas karena ketidakmampuan untuk menghilangkan sensasi yang mengganggu tersebut. Dalam beberapa kejadian, gejala ini dapat diperburuk oleh faktor lainnya seperti stres, kelelahan, atau perubahan suhu lingkungan. Penelitian menunjukkan bahwa hingga 80% pasien amputasi mengalami bentuk nyeri Phantom Limb ini, yang pada akhirnya fenomena ini dianggap umum setelah kehilangan anggota tubuh.
Metode Pencegahan dan Pengobatan
Berbagai metode dapat digunakan untuk membantu penderita dalam mengatasi Phantom Limb Syndrome, antara lain:
ADVERTISEMENT
Phantom Limb Syndrome adalah kondisi yang kompleks yang dialami oleh individu dan memerlukan penanganan yang cukup serius. Perlu adanya pemahaman mengenai penyebab dan pengobatannya, sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup mereka. Jika anda atau seseorang yang anda kenal mengalami gejala ini, penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk mendapatkan perawatan yang tepat.
Referensi:
Sutawardana, J. H., Siswoyo, Wantiyah, Fahruddin Kurdi, Murtaqib, Ana Nistiandani, & Dwi Ayu Fitria Sari. (2022). Effect of mirror therapy on phantom pain levels in post amputation patients: A literature review. NurseLine Journal, 7(1), 64-76. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/NLJ/article/view/29870