Keterlibatan Amerika atas Taiwan

Dama Rifki
Sarjana Hubungan Internasional UMY yang ingin berbagi pandangan tentang isu luar negeri.
Konten dari Pengguna
26 Agustus 2020 9:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dama Rifki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berbagai perbedaan pendapat tentang status Taiwan sebagai negara merdeka atau sebagai salah satu provinsi dari China tetap menjadi topik pembahasan dalam kelas program studi hubungan internasional. Pembahasan tentang Taiwan dan China tidak dapat terlepas dari dua tokoh besar dari China Daratan Utama yakni, Mao Zedong dengan komunisme dan Chiang Kai-shek dengan nasionalisme. Perselisihan antara Mao Zedong dan Chiang Kai-shek di China Daratan Utama memaksa Chiang dan nasionalis yaitu Kuomintang (KMT) untuk melarikan diri ke Taiwan. Dominasi kuat Chiang Kai-shek dan Kuomintang (KMT) didalam perpolitikkan Taiwan menjadikan Chiang Kai-shek sebagai pemimpin Taiwan meskipun mereka tergolong sebagai minoritas. Chiang Kai-shek dianggap sebagai diktator dalam memimpin Taiwan dan ini ditandai dengan aturan-aturan yang bersifat otoriter hingga kebijakan yang tidak mewakili aspirasi dari penduduk Taiwan. Akan tetapi, tekanan dari warga asli Taiwan dan permintaan untuk mendemokrasikan Taiwan akhirnya mengakhiri pemerintahan Chiang Ching-kuo yaitu, anak dan penerus dari Chiang Kai-shek. Setelah berakhirnya kepemimpinan nasionalis, Taiwan melaksanakan pemilihan umum pertama Presiden Taiwan sebagai langkah awal menuju demokrasi.
ADVERTISEMENT
Setelah diberlangsungkan pemilihan umum Presiden pada tahun 2000, Presiden terpilih yaitu Chen Shui-ban mendeklarasikan kemerdekaan Taiwan atas China. Akan tetapi, China memandang Taiwan sebagai salah satu provinsinya dan menganggap deklarasi kemerdekaan Taiwan sebagai pembakangan Taiwan terhadap Cina Daratan Utama. Taiwan menganut sistem demokrasi dengan mempraktikkan sistem multi partai akan tetapi, hanya terdapat dua partai politik dominan diantara banyaknya partai politik Taiwan. Dua partai politik dominan tersebut adalah Partai Kuomintang (KMT) dan Partai Demokratis Progresif (DPP) mewakili aspirasi warga Taiwan untuk bergabung dengan China Daratan Utama dan yang menginginkan kemerdekaan dari China. Pada tahun 2016 lalu, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen sempat menghubungi Donald Trump untuk mengucapkan selamat atas kemenangannya di pilpres Amerika. Ini adalah Taiwan agar dapat mendekatkan diri dengan Amerika yang mampu mengimbangi dan mengancam China Daratan Utama dalam konteks politik, ekonomi, dan kekuatan militer.
ADVERTISEMENT
One China Policy
Taiwan telah memenuhi elemen-elemen yang dibutuhkan untuk menjadi suatu negara merdeka. Elemen-elemen tersebut menekankan perlunya populasi, wilayah yang jelas, legitimasi pemerintah, pengakuan dari dunia internasional, dan kedaulatan penuh atas pengambilan keputusan. Hanya ada 15 negara yang mengakui Taiwan sebagai negara yaitu Belize, Guatemala, Haitu, Vatikan, Honduras, Kepulauan Marshall, Nauru, Nikaragua, Palau, Paraguay, St Lucia, St Kitts and Nevis, St Vincent dan Grenadines, Swaziland, dan Tuvalu. Hal ini terjadi karena pengaruh Republik Rakyat China di panggung internasional dan One China Policy menyebabkan pengakuan dunia atas kemerdekaan Taiwan sulit untuk didapatkan. One China Policy adalah kebijakan yang mengharuskan negara-negara dunia untuk memilih satu dari China Taipei (Taiwan) dan China Beijing (China Daratan Utama). Dengan begitu, mengakui kemerdekaan Taiwan sama saja dengan tidak mengakui dan memiliki hubungan resmi dengan China Daratan Utama seperti yang terjadi pada 15 negara yang mengakui Taiwan.
ADVERTISEMENT
Donald Trump sempat mempertanyakan kebijakan One China Policy setelah mendapatkan telpon dari Tsai Ing-wen. Hal itu berdampak pada hubungan China dan Amerika terlebih Xi Jinping sempat menolak untuk berkomunikasi dan hanya akan berkomunikasi dengan Donald Trump setelah Amerika memutuskan hubungan dengan Taiwan. Pada akhirnya, Amerika memutuskan untuk menghormati kebijakan One China Policy dan memilih China Beijing (China Daratan Utama) ketimbang China Taipei (Taiwan). Akan tetapi, dengan banyaknya naik-turun hubungan China dan Amerika dalam perang dagang, Huawei, Laut China Selatan, dan pandemi Covid-19, penerapan One China Policy sedang terancam. Hal ini dibuktikan dengan pengumuman agenda kunjungan Amerika secara resmi ke Taiwan yang dikecam oleh China. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Beijing Wang Wenbin mengecam tindakan Amerika dalam konferensi pers karena menurutnya kunjungan ini dapat mengancam implementasi One China Policy dan mengganggu perdamaian Selat Taiwan.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan Amerika Ditengah China-Taiwan
Dukungan tidak langsung Amerika untuk keamanan Taiwan dari agresi militer China tertuang dalam The Taiwan Relations Act (TRA). Dukungan kemerdekaan Taiwan ada karena politik luar negeri Amerika sejalan dengan nilai kebebasan, hak asasi manusia, dan demokrasi yang dimiliki Taiwan. Menurut The Taiwan Relations Act (TRA), Amerika berkeinginan untuk membantu mempertahankan perdamaian, keamanan, dan stabilitas di Pasifik Barat sekaligus mempromosikan kebijakan luar negeri Amerika kepada Taiwan. The Taiwan Relations Act (TRA) bagian tiga menunjukkan bahwa Amerika akan menyediakan layanan pertahanan yang mungkin diperlukan oleh Taiwan dalam mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang cukup. Layanan pertahanan ini berdasarkan penilaian dari Presiden Amerika dan Kongres Amerika atas Taiwan terutama ketika terdapat hal-hal yang mengancam kepetingan Amerika di Taiwan. Implementasi The Taiwan Relations Act dibuktikan pada awal tahun 2020 ketika pesawat militer milik China memasuki wilayah Taiwan dan dikirimnya tiga pesawat militer Amerika di dekat wilayah Taiwan untuk mengamankan wilayah udara Taiwan. Selain itu, Amerika juga menjual senjata-senjata terbarunya ke Taiwan untuk memperkuat militer Taiwan.
ADVERTISEMENT
Peran Amerika dalam isu China dan Taiwan tidak perlu diragukan lagi. Amerika sempat mempertanyakan implementasi One China Policy dan tidak lagi mempertanyakan hal itu akan tetapi, agenda kunjungan resmi ke Taiwan dapat mengancam One China Policy mengingat Amerika masih berhubungan dengan China. Adanya instrumen The Taiwan Relations Act jelas menguntungkan Taiwan dan merugikan China akan tetapi, penulis berpendapat hal inilah yang mencegah terjadinya agresi China ke Taiwan akibat perimbangan kekuasaan yang mencegah terjadinya peperangan.