Konten dari Pengguna

Membedah Hak dan Alur Upaya Hukum bagi Wajib Pajak

Danandjaja Rosewika Toriq Budihardja
Seorang Mahasiswa di Politeknik Keuangan Negara STAN (PKN STAN), Prodi D4 Manajemen Keuangan Negara (Konsentrasi: Penerimaan Negara)
14 September 2025 9:54 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Kiriman Pengguna
Membedah Hak dan Alur Upaya Hukum bagi Wajib Pajak
Kasus sengketa Pajak Air Permukaan (PAP) senilai triliunan rupiah yang melibatkan BUMN PT Inalum (Persero) dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
Danandjaja Rosewika Toriq Budihardja
Tulisan dari Danandjaja Rosewika Toriq Budihardja tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar Ilustrasi (Sumber: Penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Ilustrasi (Sumber: Penulis)
ADVERTISEMENT
Kasus sengketa Pajak Air Permukaan (PAP) senilai triliunan rupiah yang melibatkan BUMN dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara beberapa tahun lalu menjadi sebuah studi kasus fundamental perpajakan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kasus ini secara gamblang menunjukkan bahwa dalam sistem perpajakan, Wajib Pajak (WP) memiliki posisi aktif. Ketika timbul sengketa atau dugaan kesalahan dalam penetapan pajak, negara telah menyediakan serangkaian jalur hukum yang terstruktur. Pemahaman mendalam mengenai alur ini menjadi kunci bagi Wajib Pajak untuk memperjuangkan haknya dan memastikan kepatuhan yang berlandaskan keadilan.
Lantas, apa saja tahapan yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak ketika berhadapan dengan sengketa pajak? Berikut adalah uraian alurnya, dengan berkaca pada perjalanan hukum yang ditempuh.
Tahap 1: Pemicu Sengketa - Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Setiap sengketa pajak umumnya bermula dari diterbitkannya dokumen ini. Otoritas pajak (fiskus), baik itu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) maupun Pemerintah Daerah, mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Dokumen ini merupakan tagihan resmi yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, terdapat kekurangan pembayaran pajak dari Wajib Pajak.
ADVERTISEMENT
Inilah yang terjadi pada PT Inalum saat Pemprov Sumut mengeluarkan SKPDKB. Bagi Wajib Pajak, menerima surat ini bukanlah sebuah putusan final, melainkan titik awal dari sebuah proses pembuktian. Bagi Wajib Pajak yang meyakini adanya kekeliruan dalam perhitungan tersebut, surat ini menjadi dasar untuk memulai proses perlawanan hukum.
Tahap 2: Jalur Administratif Internal - Pengajuan Keberatan (Objection)
Langkah pertama yang bersifat wajib untuk ditempuh adalah pengajuan keberatan. Upaya ini diajukan langsung kepada pimpinan otoritas yang menerbitkan ketetapan, seperti Direktur Jenderal Pajak untuk pajak pusat atau Gubernur untuk pajak daerah.
ADVERTISEMENT
Tahap 3: Jenjang Peradilan - Proses Banding di Pengadilan Pajak
Apabila keberatan ditolak, Wajib Pajak memiliki hak untuk melanjutkan sengketa ke Pengadilan Pajak. Ini merupakan sebuah badan peradilan khusus yang menangani sengketa pajak, di mana prosesnya tidak lagi bersifat internal, melainkan menjadi sebuah pertarungan hukum formal di hadapan Majelis Hakim.
ADVERTISEMENT
Tahap 4: Upaya Hukum Luar Biasa - Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung
Upaya hukum luar biasa berarti langkah hukum terakhir yang dapat ditempuh oleh WP dan Fiskus jika ada kondisi tertentu, seperti:
1. Adanya Penipuan atau Bukti Palsu
2. Ditemukannya Bukti Baru yang Krusial (Novum)
3. Putusan Melebihi Tuntutan (Ultra Petita)
ADVERTISEMENT
4. Ada Bagian Tuntutan yang Belum Diputus
5. Putusan Bertentangan dengan Hukum
Mahkamah Agung tidak lagi memeriksa fakta sengketa, melainkan menguji ada atau tidaknya cacat hukum serius pada putusan Pengadilan Pajak. Perjuangan hukum PT Inalum berakhir di tahap ini saat Mahkamah Agung menolak permohonan PK mereka.
ADVERTISEMENT
Implikasi dan Pelajaran bagi Wajib Pajak
Kasus Inalum vs Pemprov Sumut memberikan beberapa pelajaran krusial bagi Wajib Pajak di Indonesia:
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, kepatuhan pajak adalah sebuah keniscayaan. Namun, Wajib Pajak yang cerdas tidak hanya taat membayar, tetapi juga memahami dan siap menggunakan hak-hak hukum yang melekat pada dirinya ketika terjadi sengketa dengan otoritas.