Konten dari Pengguna

Tokoh Cell pada Dragon Ball Terinspirasi oleh Proses Endosimbiosis Mikroalga?

Danang Ambar Prabowo
Peneliti di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN
14 September 2024 14:51 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Danang Ambar Prabowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siapa yang tak mengenal kisah Dragon Ball besutan Akira Toriyama yang sangat popular di era 1990 hingga 2000an? Komik asal Jepang ini berhasil menjadi salah satu ikon cerita fantasi paling sukses sepanjang masa. Mungkin masa-masa SD-SMA sebagian dari kita turut terwarnai oleh kisah Songoku dan kawan-kawannya dalam menghadapi musuh-musuh yang mengancam bumi.
ADVERTISEMENT
Salah satu tokoh antagonis yang muncul dalam serial Dragon Ball tersebut adalah Cell (Lihat link ini untuk mengenal lebih jauh tentang sosok Cell). Tokoh ini digambarkan sebagai makhluk aneh yang menyerupai belalang dan diciptakan melalui proses rekayasa genetika oleh Dr. Gero, ilmuwan jahat yang juga menciptakan dua sosok manusia buatan lainnya bernama Android 17 dan Android 18. Cell digambarkan sebagai musuh yang sangat tangguh karena dapat menyerap tubuh manusia buatan Android 17 dan 18 untuk mendapatkan kemampuan baru yang lebih hebat. Proses penyerapan ini membuat tubuh Cell bertransformasi menjadi wujud yang lebih sempurna dan kuat.
Menariknya, proses penyerapan yang dilakukan oleh Cell ini mirip dengan proses evolusi mikroorganisme yang terjadi di masa-masa awal pembentukan atmosfer bumi. Para ilmuwan menduga di masa lampau jutaan tahun silam, sekelompok mikroorganisme heterotrofik yang melakukan pemangsaan terhadap mikroorganisme lainnya berhasil mengakuisisi bagian tubuh mangsanya guna mendapatkan fitur atau kemampuan baru , yaitu fotosintesis, untuk dapat bertahan hidup dengan kondisi ekstrim bumi saat itu. Proses ini secara ilmiah disebut dengan endosimbiosis.
ADVERTISEMENT

Endosimbiosis primer, sekunder, dan tersier pada mikroalga

Mikroalga merupakan kelompok organisme mikroskopis, bersel tunggal, dan sebagian besar mendiami wilayah akuatis, baik perairan tawar maupun laut. Meski umumnya mikroalga bersifat autotrof dan mampu melakukan fotosintesis, sebagian lainnya bersifat heterotrof dan melakukan pemangsaan terhadap mikroalga lainnya untuk mendapatkan nutrisi bagi keberlangsungan hidupnya.
Endosimbiosis merupakan proses evolusi penting yang turut membentuk keragaman dan kompleksitas kehidupan di Bumi, terutama pada mikroalga. Para ilmuwan meyakini bahwa jutaan tahun silam, di usia awal pembentukan bumi, semua mikroorganisme bersifat heterotrof yang sebagian di antaranya dapat memangsa mikroorganisme lainnya. Hingga suatu masa tertentu, mikroorganisme yang dimangsa tersebut tidak sepenuhnya dicerna oleh si pemangsa, namun dipertahankan di dalam sel dan sebagian organelnya diserap atau diakuisisi oleh si pemangsa untuk mendapatkan kemampuan seluler baru, yaitu fotosintesis. Proses akuisisi atau penyerapan sel dan organel baru ini dikenal dengan istilah endosimbiosis dan tahapannya terbagi menjadi tiga, yaitu endosimbiosis primer, sekunder, dan tersier.
ADVERTISEMENT
Pada endosimbiosis primer (Gambar 1), mikroalga heterotrof memangsa sel mikroalga hijau-biru (cyanobacteria) tanpa mencernanya. Sel cyanobacteria ini kemudian berkembang menjadi organel fotosintetik, yaitu kloroplas, yang memungkinkannya bertahan hidup dengan cara yang baru, yaitu sebagai autotrof. Diduga peristiwa endosimbiosis primer ini hanya terjadi satu kali saja, yaitu di masa awal pembentukan bumi. Proses endosimbiosis primer ini menghasilkan tiga kelompok mikroalga baru yang bersifat fotosintetik, yaitu alga hijau (Chlorophyta), alga merah (Rhodophyta), dan kelompok Glauchophyta. Kelompok-kelompok ini dicirikan oleh plastid atau kloroplas yang memiliki dua lapisan membran yang hanya dapat diamati menggunakan mikroskop elektron. Kemiripan beberapa karakter pada kloroplas sebagian alga hijau dan merah dengan sianobakteria, seperti DNA sirkuler yang terpisah, ribosom, dan struktur internal yang menjadi tanda pendugaan terjadinya proses endosimbiosis primer ini. Kelompok mikroalga yang dihasilkan dari endosimbiosis primer ini, diyakini sebagai nenek moyang dari semua organisme fotosintetis, termasuk tumbuhan darat yang nantinya berevolusi dari alga hijau.
Gambar 1. Proses endosimbiosis primer yang melibatkan sel heterotrofik dan sianobakteria (Gambar oleh penulis - DAP).
Pada endosimbiosis sekunder, mikroalga heterotrof memangsa dan menyerap sel mikroalga lain hasil dari proses endosimbiosis primer (Gambar 2). Peristiwa ini memungkinkan akuisisi kloroplas, nukleus ataupun organel lainnya ke dalam sel mikroalga pemangsanya. Proses endosimbiosis sekunder ini memungkinkan dihasilkannya berbagai kelompok mikroalga yang lebih beragam, termasuk kelompok Heterokonts (seperti diatom dan alga coklat), Cryptophytes, Euglenids, dan Dinoflagellates. Karakter utama yang menjadi penciri dari hasil endosimbiosis sekunder ini adalah keberadaan 3 atau 4 lapisan membran pada plastidnya. Salah satu contohnya adalah kelompok diatom yang memiliki kloroplas dari akusisi sel alga merah (hasil endosimbiosis primer). Akuisisi organel baru tersebut memungkinkan si pemangsa bertahan hidup dengan melakukan fotosintesis dengan lebih efisien.
Gambar 2. Proses endosimbiosis sekunder yang melibatkan sel heterotrofik dan sel mikroorganisme hasil endosimbiosis primer (Gambar oleh penulis - DAP).
Dibandingkan endosimbiosis primer dan sekunder, endosimbiosis tersier (Gambar 3) merupakan peristiwa yang jauh lebih kompleks dan jarang terjadi di alam. Mirip dengan kedua proses endosimbiosis lainnya, pada endosimbiosis tersier, mikroalga heterotrofik melakukan pemangsaan terhadap sel mikroalga lain yang dihasilkan oleh proses endosimbiosis sekunder. Hal Ini mengakibatkan terserapnya plastid dengan struktur membran yang lebih kompleks dengan lima atau lebih lapisan membran sebagai ciri utamanya. Peristiwa endosimbiosis tersier umumnya dapat diamati pada kelompok Dinoflagellates yang tidak hanya menyerap plastid baru namun juga menghasilkan jenis Dinoflagellates yang memiliki pigmen tambahan baru (fucoxanthin). Hubungan endosimbiosis yang kompleks ini memungkinkan mikroorganisme tersebut berkembang di lingkungan yang beragam dan beradaptasi dengan berbagai kondisi ekologi.
Gambar 3. Proses endosimbiosis primer yang melibatkan sel dinoflagellata dan sel mikroorganisme/mikroalga hasil endosimbiosis sekunder (Gambar oleh penulis DAP).
Berbagai tahapan peristiwa endosimbiosis tersebut berperan penting dalam mendorong kesuksesan evolusi dan keragaman mikroalga, termasuk berkontribusi pada akuisisi kemampuan metabolisme baru, terutama kemampuan untuk memanfaatkan energi cahaya melalui fotosintesis, yang sangat penting untuk produksi primer di ekosistem perairan.
ADVERTISEMENT
Kembali pada tokoh Cell pada serial manga Dragon Ball, peristiwa endosimbiosis pada mikroalga ini cukup mirip dengan kisah transformasi tokoh Cell setelah menyerap manusia buatan Android 17 dan 18 untuk memperoleh kemampuan dan kekuatan baru. Mungkinkah pengarang Dragon Ball, mendiang Akira Toriyama, terinspirasi dari peristiwa endosimbiosis mikroalga saat membuat tokoh Cell pada komiknya? Bisa jadi! Bagaimana menurutmu?
---
Ditulis oleh: Danang A. Prabowo, Fiddy Semba Prasetiya, Varian Fahmi, Debora C. Purbani dan Diah R. Noerdjito (Tim Peneliti pada Kelompok Riset Fikologi, Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, BRIN – Cibinong)
---
Sumber referensi ilmiah tentang endosimbiosis mikroalga:
Gentil, J., Hempel, F., Moog, D., Zauner, S. and Maier, U.G., 2017. Origin of complex algae by secondary endosymbiosis: a journey through time. Protoplasma, 254, pp.1835-1843.
ADVERTISEMENT