Belajarlah dari Starbucks!

Konten dari Pengguna
1 Juli 2017 10:07 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Danang Aziz Akbarona tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warna pelangi, lambang LGBT. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Warna pelangi, lambang LGBT. (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Menarik menyimak pernyataan tegas CEO Starbucks, Howard Schultz, dalam satu kesempatan rapat pemegang saham Starbucks: "Jika ada di antara pemegang saham saat ini ada yang tidak mendukung perkawinan sejenis yang diperjuangkannya, maka silakan menjual sahamnya dan melakukan investasi di tempat lain."
ADVERTISEMENT
Konon, ia juga mengatakan kepada konsumen Starbucks di seluruh dunia: "Siapa pun yang menolak pernikahan sesama jenis bisa minum kopi di tempat lain." Ini pernyataan yang memberi pelajaran bagi kita bangsa Indonesia yang katanya berideologi Pancasila, bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Pelajaran pertama, CEO Starbucks menunjukkan bagaimana cara bersikap yang jelas dan tidak abu-abu untuk sebuah pilihan sikap ideologis yang dianut Starbucks.
Pelajaran kedua, CEO Starbucks berani mengambil resiko dan tidak takut akan ditinggalkan konsumen dan investor atas pilihan sikap ideologisnya tersebut.  Seolah ia mengatakan "Inilah aku, kamu siapa?" sambil secara asertif menyarankan khalayak "Jadilah dirimu sendiri." Sebagai bangsa kita punya karakter dan kepribadian sendiri yang khas dan membedakan dengan bangsa-bangsa lainnya. Itulah yang dikatakan Bung Karno tentang Pancasila. Pancasila kemudian ditasbihkan menjadi dasar negara, platform bersama, norma dasar, dan ideologi berbangsa dan bernegara. Pancasila bahkan belum lama ini diagungkan kembali melalui kampanye nasional "Saya Indonesia, Saya Pancasila".
ADVERTISEMENT
Sebagai bangsa yang bersendikan ketuhanan dan kemanusiaan yang beradab, Indonesia tidak akan pernah melegalkan aka mengharamkan hubungan sesama sejenis. Konstitusi memagari kebebasan individu di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan nilai atau norma agama, budaya, dan adat istiadat (Pasal 28J).  Serangkaian peraturan perundang-undangan jelas tidak mengenal apalagi melegalkan perkawinan sesama jenis. Tengok antara lain, UU Perkawinan dan UU Administrasi Kependudukan. Jangan tanya pertentangan agama terhadap hubungan sesama jenis. Semua agama melarangnya terlebih Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia.  Tengoklah Al-Qur'an Surat Al-A'raf (7): 80-84, yang artinya sebagai berikut: "Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu? "Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya (yang beriman) kecuali istrinya (istri Nabi Luth); dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu." Pancasila tegas mengarahkan bangsa ini pada kehidupan yang benar (ketuhanan/sila pertama) dan beradab (kemanusiaan/sila kedua). Inilah jalan peradaban bangsa kita. Lalu, sekonyong-konyong datang kampanye LGBT secara terang-terangan dan demonstratif, yang dari waktu ke waktu samakin berani dan terbuka. Apakah kita diam saja? 
ADVERTISEMENT
Bangsa ini hendaknya belajar dari Starbucks yang tanpa ragu dan tanpa takut menyatakan sikap ideologisnya. Lebih dari aksi #BoikotStarbucks yang diserukan Muhammadiyah, tidakkah kita berani mengatakan: "Siapa pun yang mengampanyekan dan melegalkan hubungan sesama jenis silakan hengkang dari negara ini!" 
Kita tunggu ketegasan Pemerintah untuk menutup Starbucks di Indonesia demi menjaga marwah ideologi dan karakter bangsa kita. Salam "Saya Indonesia, Saya Pancasila". 
Danang Aziz Akbarona, Pemerhati Masalah Kebangsaan