Konten dari Pengguna

Rekonsiliasi Kebangsaan (Pesan Kunci Hari Pancasila)

1 Juni 2017 23:55 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Danang Aziz Akbarona tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Rekonsiliasi Kebangsaan (Pesan Kunci Hari Pancasila)
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Menguatnya wacana tentang Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI itu bagus. Artinya, ada upaya untuk menemukan relevansi (jati diri) di tengah dunia yang nyaris kehilangan orientasi. Tapi, kita perlu khawatir jika ia sekadar jadi alat agitasi untuk menerkam sesama anak bangsa oleh sebab perbedaan politik dan persepsi.  Jika itu yang terjadi, benarlah apa yang disinyalir oleh Bung Karno setengah Abad silam, "Tiap-tiap orang sekarang ini menebah dadanya; Aku Pancasilais; Aku pengikut Pancasila; Aku membela Pancasila, Aku Pancasilais! Tapi dia sendiri sebetulnya bukan Pancasilais sejati. Apa sebab? Pancasila kukatakan berulang-ulang adalah satu pemersatu daripada bangsa Indonesia itu. Atas persatuan itulah maka negara Republik Indonesia ini harus didasarkan. Sekarang ini, saudara-saudara, banyak orang mempergunakan Pancasila itu sebagai satu anti something. Aku Pancasila, lo! Maksudnya, aku ini anti. Aku anti itu, lo! Padahal, Pancasila adalah ideologi pemersatu." 
ADVERTISEMENT
Jalan Rekonsiliasi
Bung Karno menyebut orang yang mengaku-aku Pancasilais untuk menegasikan yang lainnya sebagai orang yang cuma pandai meng-"kecap"-kan Pancasila, padahal aslinya dia bukan Pancasilais sejati. Dia menjadikan Pancasila sekadar alat justifikasi ambisi (kepentingan) politiknya. Padahal perilaku demikian jelas berlawanan dengan pengamalan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Manusia jenis ini tidak benar-benar menghendaki persatuan Indonesia. Menjadi Pancasilais sejati berarti menjadi pemersatu. Dan, tidak ada persatuan kecuali kita mau menempuh jalan rekonsiliasi. Jalan ini tidak mudah karena ia menuntut setiap orang untuk menekan egonya, mengenyahkan sikap merasa paling benar, paling Pancasilais (sambil menstigmatisasi lainnya sebagai anti-Pancasila).
ADVERTISEMENT
Jalan rekonsiliasi mengharuskan kita menerima sesama anak bangsa berada dalam proses menjadi (being) Indonesia. Tidak ada yang bisa mengklaim paling Indonesia. Untuk itu Pancasila harus diposisikan sebagai ideologi yang terbuka bagi dialog, bukan ideologi yang menutup kritik. Apalagi, kritik itu sejatinya terkait langsung dengan konsistensi pengamalan nilai-nilai Pancasila sendiri. Apalagi harus diakui secara jujur negara belum punya instrumen untuk menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila secara efektif kepada rakyatnya.
Untuk itu, pesan paling penting kepada pemimpin negeri ini: tempuhlah jalan rekonsiliasi kebangsaan. Hadirlah sebagai pemimpin yang sesungguhnya dengan menjadi penegah dan pengayom perbedaan persepsi yang terjadi di masyarakat dan tidak membiarkan stigmatisasi terhadap sesama anak bangsa dengan tuduhan anti Pancasila, anti kebhinnekaan dan anti NKRI. Pemimpin harus tegas mengatakan bahwa cara-cara itu (stigmatisasi) justru memecah belah bangsa dan kontraproduktif dalam upaya menjaga persatuan. 
ADVERTISEMENT
Terakhir, penting juga dipahamkan bahwa Pancasila bukanlah alat "gebuk" sesama anak bangsa hanya karena beda persepsi dan cara mencintai Indonesia. Pancasila juga bukanlah alat untuk membungkam kelompok kritis atas realitas kebangsaan. 
Mudah-mudahan dengan cara pandang di atas Pancasila benar-benar mengejawantah sebagai ideologi pemersatu bagi Indonesia yang kita cintai bersama.