Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pilkada Kerinci: Kandidat Kaya di Ambang Kekalahan
25 September 2024 11:22 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Dandi Pranata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh : Dandi Pranata, M.M
Pilkada Kabupaten Kerinci 2024 menghadirkan persaingan ketat antara empat pasangan calon bupati dan wakil bupati. Berdasarkan survei Voxpol Center yang dilaksanakan pada 21-31 Mei 2024, Monadi Murasman memimpin dengan elektabilitas 41,6% ketika 10 kandidat dipertimbangkan, dan meningkat menjadi 49,8% saat kandidat dikerucutkan menjadi 5 nama. Fakta ini menarik mengingat Monadi bukanlah kandidat dengan kapital finansial terbesar, melainkan kandidat yang mampu membangun kedekatan dengan masyarakat secara lebih intensif.
Dalam kontestasi politik modern, teori kapital dari Pierre Bourdieu membantu menjelaskan bagaimana kapital finansial, kultural, sosial, dan simbolik berperan dalam memenangkan pemilih. Namun, kapital yang dimiliki tidak selalu menjadi penentu utama jika tidak dimanfaatkan secara strategis. Kandidat yang memiliki kapital finansial besar, seperti Tafyani Kasim, Deri Mulyadi, atau Darmadi, justru belum berhasil meraih simpati yang luas, meskipun mereka memiliki modal besar untuk melakukan sosialisasi.
Monadi Murasman: Kekuatan Kapital Sosial dan Simbolik
Monadi Murasman adalah anak dari mantan Bupati Kerinci yang aktif dalam berbagai organisasi sosial. Keberadaan dan kontribusi Monadi di tengah masyarakat memberikannya kapital sosial dan simbolik yang sangat kuat. Dalam konteks teori Bourdieu, kapital simbolik yang ia warisi dari nama besar ayahnya berhasil ia konversi menjadi kepercayaan dan dukungan publik. Monadi sering terlihat di acara-acara lokal, aktif dalam kegiatan sosial, dan terlibat langsung dengan masyarakat, yang menunjukkan bahwa ia memaksimalkan kapital sosialnya.
Monadi juga unggul dalam memanfaatkan tiga strategi marketing politik yang dikenal, yakni push marketing, pull marketing, dan pass marketing. Melalui push marketing, Monadi secara aktif menghadiri pertemuan-pertemuan langsung dengan masyarakat, termasuk bakti sosial dan pertemuan akbar. Ia juga memanfaatkan media massa lokal dalam pull marketing, terutama melalui kampanye di media sosial dan media cetak yang efektif menyebarkan informasi tentang dirinya.
Selain itu, Monadi tampaknya memanfaatkan pass marketing dengan mengandalkan tokoh-tokoh masyarakat lokal yang memiliki pengaruh besar, salah satu contohnya adalah dengan bergabungnya Mensediar, politisi senior PKB yang pada dasarnya merupakan partai pengusung pasangan Tafyani-Ezi.
Kapital Finansial Tak Selalu Menentukan: Tafyani, Deri, dan Darmadi
Menarik untuk dicermati adalah kegagalan beberapa kandidat dalam memanfaatkan kapital finansial dan kultural mereka. Tafyani Kasim, kandidat terkaya dengan kekayaan mencapai 906,9 miliar, hanya memperoleh elektabilitas 2,5%. Deri Mulyadi, seorang dokter dengan kapital kultural tinggi dan kekayaan fantastis, hanya mampu meraih 8,6%. Sementara itu, Darmadi, purnawirawan TNI dengan kapital simbolik sebagai mantan perwira militer, juga tidak berhasil mengubah kapital tersebut menjadi dukungan signifikan, hanya dengan elektabilitas 4,3%.
Menurut penulis, kegagalan mereka terletak pada tidak optimalnya penerapan strategi marketing politik di tingkat lokal. Meski memiliki modal besar, karier mereka yang banyak dijalani di luar Kerinci membuat mereka kurang dikenal oleh masyarakat lokal. Push marketing mereka tampak kurang efektif karena keterbatasan interaksi langsung dengan masyarakat. Pull marketing melalui media massa juga tidak berhasil menjangkau masyarakat secara luas, sementara pass marketing dengan menggunakan tokoh masyarakat lokal juga tampaknya tidak berjalan efektif.
Kapital finansial dan kultural saja tidak cukup untuk memenangkan hati masyarakat Kerinci. Kandidat seperti Monadi Murasman, yang memiliki kapital sosial dan simbolik yang kuat, serta mampu memanfaatkan strategi marketing politik dengan baik, memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan kontestasi ini. Di Pilkada Kerinci 2024, kemenangan tampaknya akan diraih oleh kandidat yang paling berhasil membangun kedekatan dan hubungan emosional dengan masyarakat, bukan sekadar mereka yang memiliki kekayaan atau latar belakang akademik yang tinggi.
Monadi adalah contoh bagaimana kapital sosial dan simbolik dapat menjadi penentu utama dalam kontestasi politik di tingkat lokal. Keterlibatannya dalam kegiatan sosial dan kemampuannya untuk tetap hadir di tengah masyarakat Kerinci menjadi faktor penting yang membuatnya dominan dalam survei. Di sisi lain, kegagalan Tafyani, Deri, dan Darmadi menunjukkan bahwa kapital finansial dan kultural harus diterjemahkan dengan tepat melalui strategi kampanye yang terfokus pada pendekatan langsung dan koneksi emosional dengan pemilih.
Jika tren ini berlanjut, Monadi kemungkinan besar akan menjadi pemenang di Pilkada Kerinci 2024, membuktikan bahwa kapital sosial dan simbolik ketika dimanfaatkan secara strategis dapat menjadi modal politik yang jauh lebih berharga daripada sekadar kapital finansial.
ADVERTISEMENT