Konten dari Pengguna

Gejolak Tapera dan Fenomena Trump Tax di Amerika

Dandy Ramdhan Yahya
Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan
6 September 2024 10:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dandy Ramdhan Yahya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kebijakan Trump Tax dan Tapera | Sumber: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kebijakan Trump Tax dan Tapera | Sumber: pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Fenomena Trump Tax di Amerika Serikat dan topik pembicaraan mengenai Tapera di Indonesia merupakan dua garis haluan ekonomi yang muncul di masing-masing negara, dan meskipun konteks dan tujuan spesifik keduanya berbeda, ada beberapa korelasi yang dapat diracik terkait impresi dari keduanya terhadap dinamika sosial dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Trump Tax sendiri merupakan kebijakan yang diperkenalkan oleh pemerintahan Donald Trump pada tahun 2017 melalui Tax Cuts and Jobs Act. Tujuan utama dari strategi ini ialah menurunkan pajak bagi korporasi dan individu dengan harapan dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi dan investasi.
Pemotongan pajak bagi korporasi yang awalnya 35% menjadi 21% dimaksudkan untuk meningkatkan investasi bisnis Amerika lebih kompetitif secara global, menciptakan lapangan kerja, serta mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan merangsang investasi dalam negeri. Namun, pada beberapa momen kritik utama hadir terhadap khitah yang digawangi oleh Donald Trump ini. Kritik utama tersebut mengutarakan bahwa pemotongan pajak ini terkesan hanya memberikan profit bagi golongan atas dan korporasi boyas, memperlebar disparitas ekonomi, serta meningkatkan defisit anggaran federal dan utang nasional.
ADVERTISEMENT
Di belahan dunia lain, beberapa waktu ke belakang masyarakat Indonesia tengah diramaikan dengan pewartaan mengenai Tapera yang belakangan ini naik ke permukaan publik. Tapera sendiri sebenarnya merupakan program yang didesain dan sempat gagal disahkan pada zaman kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan kini dieksekusi menjadi sebuah kebijakan di era Presiden Joko Widodo dalam rangka mengajak masyarakat untuk menabung, yang mana tabungan tersebut akan dipergunakan untuk kepentingan akses kepemilikan perumahan bagi para pekerja di Indonesia. Kurang lebih seperti itu definisi yang masif digaungkan oleh tokoh-tokoh yang dianggap sentral di pemerintahan dalam rangka mengedukasi masyarakat terkait program ini.
Tapera diperkenalkan melalui Undang-Undang Tapera dan memiliki intensi untuk mengatasi problem kepemilikan aset perumahan yang dinilai akan semakin mahal bagi para pekerja di Indonesia. Dana Tapera sendiri berasal dari iuran peserta yang terdiri dari pekerja formal maupun informal dan pemberi kerja. Besarnya iuran yang ditetapkan ialah sebesar 3% dari gaji atau penghasilan, di mana 2,5% ditanggung oleh pekerja dan 0,5% sisanya ditanggung oleh pemberi kerja. Begitu kira-kira informasi yang beredar masif sampai ketika tulisan ini dibuat.
ADVERTISEMENT
Tentu, di belahan dunia manapun, dari setiap kebijakan pasti akan muncul kontroversi di tengah-tengah pengimplementasiannya. Kritikan dari berbagai sumber muncul tentang Tapera ini. Salah satu kritik yang muncul adalah timbulnya kekhawatiran tentang efektivitas pengelolaan dana yang dikelola langsung oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), beban tambahan bagi pekerja dan perusahaan, serta problematika terkait transparansi dan akuntabilitas.

Korelasi dan Analogi

Ditinjau dari kacamata sosial-ekonomi, kedua kebijakan tersebut berusaha untuk menstimulus kesejahteraan ekonomi, meskipun dengan pendekatan yang berbeda. Trump Tax berfokus pada pemotongan pajak untuk merangsang pertumbuhan ekonomi, sedangkan Tapera bertujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja guna memperluas akses kepemilikan rumah.

Kontroversi dan Impresi Publik

Keduanya memicu perdebatan publik dan kritik. Trump Tax dikritik karena dinilai hanya menguntungkan golongan kaya, sementara Tapera dikritik karena dianggap memberatkan pekerja dan korporasi, serta terdapat kekhawatiran tentang pengelolaan dana.
ADVERTISEMENT

Kontinuitas dan Efektivitas

Ada kesangsian tentang kontinuitas dan efektivitas jangka panjang dari kedua kebijakan tersebut. Kebijakan Trump Tax dipertanyakan karena defisit anggaran yang meningkat, sementara keberhasilan Tapera akan sangat memiliki dependensi yang kuat pada bagaimana dana dikelola dan dialokasikan secara efektif dan efisien.

Konklusi Sederhana

Meskipun Trump Tax dan Tapera berangkat dari kerangka dan motif, serta tujuan yang berbeda, keduanya mencerminkan upaya pemerintah untuk mencoba mengatasi masalah sosial-ekonomi nan kompleks.
Fenomena Trump Tax melalui Tax Cuts and Jobs Act memiliki dampak luas pada ekonomi Amerika Serikat dan struktur pajaknya. Meskipun berhasil mengurangi beban pajak bagi banyak bisnis dan individu serta sementara waktu meningkatkan indikator ekonomi, kebijakan ini juga memicu perdebatan signifikan mengenai masalah kesetaraan, tanggung jawab fiskal, dan keberlanjutan ekonomi jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Dampak penuh dari Tax Cuts and Jobs Act ini terus menjadi topik analisis dan diskusi di kalangan ekonom, policy maker, dan publik secara umum. Begitu juga dengan Tapera, meskipun bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap perumahan yang layak dan terjangkau, terdapat beberapa kritik yang muncul dari berbagai pihak. Beberapa kritik fundamental yang sejauh ini berkembang di antaranya terkait beban ekstra bagi pekerja dan pemberi kerja, adanya kebuncahan terhadap efektivitas dan transparansi pengelolaan dana, masalah jangkauan dan aksesibilitas, serta ketidakpastian manfaat bagi peserta yang diragukan kesesuaiannya dengan kebutuhan pekerja yang bekerja di sektor informal.
Kedua kebijakan ini menunjukkan bahwa langkah-langkah besar dalam kebijakan ekonomi selalu membawa dampak signifikan serta kontroversi yang perlu dipertimbangkan secara matang dan komprehensif untuk mencapai noktah ekuilibrium antara economic growth dan social justice.
ADVERTISEMENT