Konten dari Pengguna

Sepak Bola dan Nasionalisme

Dandy Ramdhan Yahya
Pemahat Opini
11 Oktober 2024 21:34 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dandy Ramdhan Yahya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suporter sepak bola yang memenuhi stadion | Sumber: pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Suporter sepak bola yang memenuhi stadion | Sumber: pexels.com
ADVERTISEMENT
Sepak bola merupakan olahraga yang memiliki daya tarik global luar biasa. Bukan sekadar sebuah permainan di dalam arena, sepak bola dalam perjalanannya kerap menjelma sebagai identitas nasional, politik, dan kebanggaan suatu bangsa. Sepanjang sejarah, sepak bola telah berkembang menjadi sebuah simbol yang kerap digunakan untuk menggerakkan rasa nasionalisme di pelbagai negara. Artikel ini akan mengkaji perkembangan sepak bola dari perspektif historis dan filosofis, serta menganalisis peranannya dalam menstimulus rasa nasionalisme, termasuk pada apa yang sedang terjadi di Indonesia belakangan ini, yang mana perkembangan sepak bolanya sedang mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
ADVERTISEMENT

Sepak Bola: Dari Laga Primitif hingga Simbol Nasionalisme

Sepak bola, dalam bentuknya yang paling awal, telah dimainkan di berbagai peradaban kuno seperti Cina, Yunani, dan Roma dengan aturan dan bentuk yang berbeda. Awalnya, sepak bola merupakan bagian penting dari aktivitas ritual, latihan militer, dan simbol kekuatan & kohesi sosial. Namun, format modern dari sepak bola seperti yang dikenal saat ini pada mulanya berkembang di Inggris pada pertengahan abad ke-19. Tepat pada tahun 1863, Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) dibentuk. Hal ini menandai titik balik dalam kodifikasi aturan permainan yang lebih terorganisir. Dari sana, sepak bola menyebar ke berbagai belahan dunia melalui pengaruh kolonial Inggris pada masa itu.
Secara historis, sepak bola mulai berperan sebagai unsur pendongkrak nasionalisme terjadi pada abad ke-20, terutama melalui turnamen internasional seperti Piala Dunia yang pertama kali diadakan pada tahun 1930 di Uruguay. Piala Dunia menjadi platform bagi negara-negara untuk menunjukkan kekuatan mereka, tidak hanya di lapangan hijau, tetapi juga sebagai simbol superioritas nasional. Jika kita melihat apa yang terjadi di beberapa negara seperti Brasil, Argentina, dan Italia, keberhasilan di lapangan hijau sering kali diidentifikasikan sebagai sebuah keberhasilan dan identitas nasional. Dalam konteks ini, pandangan filosofis dari Hegel tentang identitas nasional menemukan relevansinya, di mana sepak bola menjadi medan perebutan supremasi identitas di bawah slogan "pertandingan ini lebih dari sekadar sepak bola". Menurut hemat Hegel, identitas nasional merupakan serangkaian dari perkembangan kesadaran kolektif yang terjadi dalam sejarah. Baginya, identitas nasional berkembang melalui sejarah dan budaya yang mencakup simbol-simbol seperti bahasa, adat, dan institusi. Sepak bola lahir sebagai ekspresi kultural, yang mana di dalamnya terdapat unsur penguatan ikatan nasionalisme melalui dukungan terhadap tim nasional yang mencerminkan kebanggaan dan solidaritas suatu bangsa. Kemenangan yang terjadi dalam pertandingan sepak bola juga dapat dianggap sebagai pencapaian rasional yang mengintegrasikan individu dengan tujuan kolektif.
ADVERTISEMENT

Filosofi Sepak Bola: Antara Identitas, Kebanggaan, dan Perjuangan

Secara filosofis, sepak bola dapat dilihat sebagai cermin dari dinamika masyarakat. Dalam pemikiran filsafat politik, nasionalisme sering kali dipandang sebagai konstruksi sosial yang bertujuan memupuk rasa kesatuan di antara individu-individu dalam suatu negara. Sepak bola menjadi medium yang efektif dalam menyatukan perbedaan kelas, ras, dan ideologi politik yang ada pada dinamika masyarakat. Pemikiran tentang olahraga sebagai manifestasi dari identitas nasional menemukan dukungannya dalam tulisan-tulisan filsuf Prancis seperti Jean-Paul Sartre dan filsuf Jerman Jürgen Habermas, yang memandang sepak bola sebagai ruang publik, di mana diskursus nasional terbangun di dalamnya.
Pada pemikiran yang lain, teori kontrak sosial yang diajukan oleh Jean-Jacques Rousseau melihat olahraga—khususnya sepak bola—sebagai alat untuk membangun kesadaran kolektif. Ketika tim nasional bertanding, ada kontrak tidak tertulis yang mengikat antara pemain dan penonton; keduanya memiliki tanggung jawab dalam mewakili dan memajukan nama bangsa. Dengan demikian, rasa kebanggaan nasional yang terbangun melalui kemenangan sepak bola tidak dapat dilepaskan dari konsepsi nasionalisme itu sendiri.
ADVERTISEMENT

Perjalanan Sepak Bola dan Nasionalisme di Negara Lain

Apa yang terjadi di negara-negara Eropa menunjukkan bagaimana sepak bola begitu berpotensi untuk dijadikan sebagai alat politik. Misalnya, dalam sejarah Italia, era Benito Mussolini memberikan pemahaman bagaimana sepak bola digunakan sebagai alat propaganda politik selama rezim fasis. Italia memenangkan dua Piala Dunia berturut-turut pada tahun 1934 dan 1938 di bawah kendali Mussolini, dan keberhasilan tersebut dimanipulasi oleh negara sebagai bukti dari superioritas ideologi fasisme.
Demikian pula dengan apa yang terjadi di Brasil, di bawah rezim militer pada tahun 1970-an, sepak bola digunakan sebagai instrumen untuk mengalihkan perhatian rakyat dari situasi politik dalam negeri yang penuh ketegangan. Kemenangan Brasil di Piala Dunia 1970 dipromosikan oleh pemerintah sebagai bukti keunggulan nasional di panggung internasional, bahkan ketika negara tersebut mengalami represi politik di dalam negeri.
ADVERTISEMENT

Sepak Bola Indonesia: Perjalanan Menuju Kebangkitan

Jika kita melihat lebih dekat pada konteks Indonesia, sepak bola juga memainkan peran penting dalam membentuk identitas nasional. Pada masa kolonial, sepak bola menjadi salah satu alat perlawanan simbolis terhadap penjajah, di mana klub lokal seperti Sarekat Islam Voetbalbond (yang selanjutnya dikenal sebagai Persebaya Surabaya) dan beberapa klub lainnya, serta Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia—awanya memiliki nama Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia—sebagai federasi sepak bola nasional didirikan sebagai bentuk pemberontakan terhadap dominasi klub-klub sepak bola Belanda.
Saat ini, sepak bola Indonesia sedang berada dalam periode yang disebut banyak pengamat sebagai “kebangkitan baru”. Setelah bertahun-tahun tertinggal dalam kualitas permainan dan manajemen, tanda-tanda positif mulai menampakan eksistensinya. Liga 1 Indonesia kini semakin menarik perhatian, dengan investasi yang meningkat dalam infrastruktur dan pengelolaan klub-klub profesional. Salah satu contoh penting adalah keberhasilan tim nasional Indonesia di berbagai ajang internasional, termasuk kualifikasi untuk Piala Asia, yang mencerminkan kemajuan di tingkat regional. Selain itu, federasi sepak bola Indonesia (PSSI) telah berupaya melakukan reformasi struktural dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi dan profesionalisme dalam pengelolaan liga domestik.
ADVERTISEMENT
Perkembangan ini tidak terlepas dari campur tangan pemerintah, dan tentu, antusias masyarakat yang semakin serius dalam mendukung olahraga sepak bola sebagai bagian dari kebijakan nasional. Sepak bola di Indonesia, meskipun sempat menghadapi masalah internal seperti pengaturan skor dan dualisme kepemimpinan di PSSI, kini menunjukkan kemajuan yang signifikan. Rasa bangga nasional semakin dipupuk, dan diharapkan keberhasilan di lapangan hijau dapat menjadi cerminan dari keberhasilan dalam membangun bangsa yang lebih bersatu.

Sepak Bola sebagai Simbol Nasionalisme Modern

Sepak bola, di era globalisasi seperti sekarang ini, tetap menjadi salah satu kendaraan terkuat untuk mengekspresikan identitas nasional. Meskipun klub-klub sepak bola semakin menarik dengan pemain-pemain yang berasal dari berbagai negara, namun ketika tiba saatnya kompetisi internasional seperti Piala Dunia atau Piala Eropa, dan bahkan Piala Asia, nasionalisme akan kembali bangkit. Para pendukung akan kembali mendefinisikan batas-batas nasional mereka, menciptakan identitas bersama yang melebihi batasan geografis dan budaya.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia yang semakin terkoneksi, peran sepak bola dalam memupuk nasionalisme tidak akan hilang, melainkan semakin menguat. Sepak bola menawarkan kesempatan bagi negara-negara untuk mendefinisikan ulang citra mereka di panggung internasional. Harapan dan mimpi masyarakat tergantung pada keberhasilan tim nasionalnya, yang secara simbolis membawa beban kebanggaan nasional.

Konklusi Sederhana

Sepak bola dan nasionalisme memiliki hubungan yang kompleks, namun tak terpisahkan. Melalui sejarah panjang dan makna filosofis yang mendasari olahraga ini, sepak bola telah berkembang menjadi salah satu sarana terkuat untuk mengekspresikan identitas nasional di seluruh dunia. Saat ini, di Indonesia, perkembangan sepak bola merupakan cerminan dari kebangkitan nasional yang lebih luas, di mana rasa bangga sebagai entitas sebuah bangsa semakin terpupuk melalui kesuksesan dan atraksi memukau para punggawa tim nasional di lapangan hijau.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, sepak bola tidak cukup hanya didefinisikan sebagai permainan semata. Lebih dari itu, sepak bola di masa lalu dan kini, telah dan akan terus menjelma sebagai sebuah instrumen yang mempertemukan sejarah, filsafat, dan perjuangan kolektif demi nasionalisme yang terus bertransformasi.