Ideologi Politik Pemuda Masa Kini, Pragmatis atau Idealisme?

DANI FAZLI
Seorang penulis dan content creator, berkuliah di teknik elektro universitas bengkulu dan sekarang juga menjadi pimpinan di start up onschool.id
Konten dari Pengguna
16 April 2022 22:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DANI FAZLI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pamflet sekedar opini (sumber : penulis)
zoom-in-whitePerbesar
Pamflet sekedar opini (sumber : penulis)
ADVERTISEMENT
Prolog Masalah
Partisipasi politik dalam sebuah negara demokrasi merupakan sesuatu yang substansi. Salah satu alasan yang mendasar terkait hal tersebut adalah karena salah satu indikator kualitas demokrasi ditentukan oleh tinggi dan rendah serta bagaimana partisipasi politik tersebut dilakukan. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota perlemen. Akan tetapi seiring berkembangnya demokrasi muncul kelompok - kelompok yang juga ingin mempengaruhi proses pengambilan kebijakan. Salah satu kelompok partisipan dalam pemilu adalah kelompok pemilih muda.
Batasan pemuda dimulai dari usia enam belas tahun mengikuti penetapan umur anak muda yang dilakukan oleh perserikatan bangsa - bangsa, sedangkan batas umur anak muda sampai tiga puluh tahun didasari oleh undang - undang kepemudaan nomor 40 tahun 2009 pasal 1 yakni pemuda adalah warga Negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia enam belas sampai tiga puluh tahun.
ADVERTISEMENT
Pemilih muda ini dapat menjadi kekuatan tersendiri dalam pemilu, antusias kelompok ini cukup tinggi dan mayoritas kelompok ini ingin memberikan suaranya pada setiap pemilihan yang ada.
Pemuda Berperan di Partai Politik atau Ada Kepentingan?
Pemuda yang dibahas penulis dalam tulisan ini yakni mahasiswa, dimana ada sekitar delapan juta pemuda berlabel kata mahasiswa yang tersebar dari sudut Kota Sabang hingga ke penjuru Pulau Merauke. Berdasarkan studi kasus dari penulis yakni mahasiswa di salah satu Provinsi di Sumatera, bahwa saat ini kepentingan dan ketulusan mahasiswa sudah dicampuri kepentingan pribadi yang seharusnya tidak hadir dalam idealisme seorang pemuda.
Jika berbicara kepentingan kelompok dan sifatnya masih memberi dampak untuk bersama tentu sudah menjadi hal yang lumrah terjadi di negara ini, namun jikalau kepentingan pribadi berada diatas kepentingan bersama, tentu hanya akan menghadirkan luka baru bagi bumi pertiwi kedepannya. Dalam beberapa diskusi dan pertemuan dengan elit politik kampus tentu landasan, tuntutan dan aspirasi yang katanya milik rakyat yang mayoritas tidak berlandasan, dan ironinya adalah disaat mahasiswa dan pemuda yang mudah menjual nama rakyat tanpa ada validasi khusus dari rakyat mana yang diperjuangkan.
ADVERTISEMENT
Hal ini semakin diperparah dengan fakta bahwa jajaran demisioner fungsional pejabat kampus kebanyakan menjadikan jabatan struktur sebagai batu lompatan untuk kepentingan pribadinya. Lantas sama siapa lagi masyarakat mengadu jika orang yang disebut agent of change telah berubah menjadi agent untuk dirinya sendiri, yang seharusnya menjadi social control bagi masyarakat namun mengontrol sosial masyarakat untuk kepentingannya.
Pergerakan dan Kemunafikan
Tentu hal ini sudah menjadi pekerjaan rumah bersama dan sebenarnya harus dibenahi, dalam suatu konsolidasi yang diikuti penulis, ada seorang aktivis yang berucap “Mari bersama saling menggenggam dan berjuang hanya untuk rakyar”, disambut dengan aktivis lainnya, “Pergerakan kita adalah pergerakan yang murni hadir dari rahim rakyat.” Tentu penulis sepakat dengan dua kalimat penyemangat tersebut, namun disatu sisi penulis merasa kecewa karena dua orang yang mengucapkan kalimat perjuangan itu datang telat tiga jam dari waktu yang telah disepakati, tentu ini secara tidak langsung telah mencederai nilai – nilai dan norma kedisiplinan dalam pergerakan.
ADVERTISEMENT
Penulis merasakan pilu yang teramat dalam disaat menulis opini ini, seakan sekat – sekat kepentingan sudah menjadi lumrah dalam pergerakan mahasiswa dan pemuda, sudah tidak ada lagi kata kemurnian dan ketulusan dalam bergerak yang membuat arah negeri semakin tidak jelas. Sebelum menanamkan nilai – nilai demokrasi tentu kita harus sama – sama berkomitmen dan menanamkan nilai – nilai karakter dan norma sosial.
Berteriaklah Atas Nama Kebenaran
Tulisan ini dihadirkan dengan harapan akan menularnya semangat perjuangan dan semangat membela kebenaran demi kebaikan bangsa kedepannya. Penafsiran mahasiswa terhadap makna dan esensi dari kata politik masih sangat prematur, hal tersebut dikarenakan rendahnya tingkat pemahaman dan sadar politik di kalangan pemuda saat ini. Pemuda dan mahasiswa seakan kehilangan arahnya, tidak ada lagi ketulusan dalam perjuangan, tidak ada lagi perlawanan dalam setiap tulisan – tulisan yang dihadirkan, jangan sampai nantinya pemuda hanya menjadi salah satu alat politik dan diberdayakan oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Dalam sedikit pengalaman penulis, tentu menemukan banyak hal yang sangat mengecewakan dan menyedihkan, bukankah semua sepakat bahwa kampus adalah miniatur negara? Tapi mengapa masih ada elit politik kampus yang hanya bergerak untuk kepentingan pribadi? Permasalahan – permasalahan kampus tentunya sudah sangat banyak, tetapi mengapa aktivis hari ini seakan dibuat buta dan tuli dalam menyikapi iklim politik yang sedang tidak baik – baik saja. Sehat terus Indonesia, panjang umur perjuangan.