Konten dari Pengguna

Jelajahi Ramainya Pasar Ngasem Yogyakarta: Buru Jajanan dan kuliner Tradisional

Dani Medionovianto
Seorang Penyuluh Pertanian Ahli Madya, Content Creator, Editor Video, Voice Over yang bekerja di kementan.
28 April 2025 13:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dani Medionovianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Yogyakarta memang tak pernah kehabisan kejutan. Minggu pagi ini, saya, istri, dan anak perempuan kami memutuskan untuk menikmati suasana kota. Awalnya, saya kira kami akan diajak ke mall atau tempat wisata yang biasa ramai dikunjungi. Tapi di luar dugaan, anak saya tiba-tiba mengajak kami ke Pasar Ngasem.
ADVERTISEMENT
Mencari tempat parkir saja bukan perkara mudah — orang-orang datang dari berbagai penjuru, mungkin karena memang hari Minggu, saat suasana Yogyakarta terasa hidup dan penuh energi.
Pasar Ngasem Yogyakarta. (Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar Ngasem Yogyakarta. (Dok. Pribadi)
Begitu masuk ke dalam pasar, saya melihat istri dan anak saya seperti sudah tahu betul arah tujuan mereka. Dengan penuh semangat, mereka berjalan cepat menuju sebuah sudut pasar yang dipenuhi kios jajanan tradisional.
Rupanya, anak saya sudah mengincar satu tempat: Jenang Yu Jumilah. Antrean panjang di kios kecil itu membuat saya penasaran — apa yang membuat banyak orang rela mengantre?
Jenang Yu Jumilah dipenuhi antrian pembeli. (Dok. Pribadi)
Saya pun ikut memperhatikan. Ternyata, jenang yang dijual di sana benar-benar menggoda — lembut, manis, dan aromanya menggugah selera. Tak heran kalau anak saya sudah hafal tempat ini; belakangan saya tahu bahwa jenang Yu Jumilah memang sering viral di media sosial.
ADVERTISEMENT
Sambil menunggu, saya berkeliling Pasar Ngasem. Ternyata, bukan hanya jenang yang jadi buruan. Di pojok lain, saya melihat kerumunan orang antre membeli Gudeg Yu Ngademi — salah satu gudeg legendaris yang juga kerap muncul di berbagai ulasan kuliner.
Nasi Gudeg Yu Ngademi, ramai diburu pembeli. (Dok. Pribadi)
Suasana di dalam pasar benar-benar meriah: aneka makanan tradisional berjejer rapi, dari nasi berkat, dawet, cendil, hingga berbagai jenis jajanan pasar yang menggoda, semuanya tersedia di sini. Ada aroma wangi santan, harum nasi hangat, dan manis legit yang memenuhi udara.
Jajanan Pasar yang beraneka ragam di Pasar Ngasem. (Dok. Pribadi)
Saat berjalan berkeliling di koridor pasar saya sempat berhenti sejenak melihat sebuah patung ikonik — seorang ibu-ibu mengenakan jarik, menggendong bakul jamu di punggungnya.
Patung itu seolah menjadi pengingat bahwa Pasar Ngasem bukan hanya tentang burung atau makanan tradisional saja, tapi juga tentang sejarah panjang sebagai pusat perdagangan jamu tradisional di Yogyakarta.
Monumen Patung Craki, Persembahan UGM sebagai apresiasi kepada para peracik jamu. (Dok. Pribadi)
Patung tersebut dipersembahkan oleh Universitas Gajah Mada sebagai bentuk apresiasi UGM kepada para peracik jamu yang masih meneruskan warisan leluhur berupa minuman jamu. Para peracik jamu inilah yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan kesehatan dan kebugaran masyarakat nusantara sejak ratusan tahun silam dan sampai saat ini masih melestarikan budaya minum jamu secara tradisional, patung itu di beri nama patung Craki.
ADVERTISEMENT
Kehadiran berbagai kuliner autentik ini membuat Pasar Ngasem menjadi destinasi favorit baru, apalagi lokasinya sangat strategis, dekat dengan Keraton Yogyakarta dan Taman Sari.
Pas banget untuk dikunjungi dalam satu rangkaian wisata budaya.
Saya akhirnya memahami kenapa anak saya memilih mengajak ke Pasar Ngasem. Bukan hanya soal jajanan enak, tapi juga tentang pengalaman merasakan atmosfer Jogja yang sesungguhnya — sederhana, ramah, penuh rasa, dan menghidupkan nostalgia.
Hari itu kami pulang membawa beberapa bungkus jenang, gudeg, dan jajanan pasar lainnya. Tapi lebih dari itu, kami membawa pulang kenangan manis tentang bagaimana sebuah pasar tradisional bisa tetap relevan, hidup, dan menginspirasi, di tengah perubahan zaman.