Konten dari Pengguna

Polemik KIP-Kuliah : Kesenjangan Realisasi di Lapangan

Daniel Fajarai
Mahasiswa Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
21 November 2024 16:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Daniel Fajarai tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi KIP : (sumber: https://www.shutterstock.com/image-photo/probolinggo-indonesia-august-16-2023-hand-2348267069)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KIP : (sumber: https://www.shutterstock.com/image-photo/probolinggo-indonesia-august-16-2023-hand-2348267069)
Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah adalah salah satu program unggulan dari pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan akses pendidikan di perguruan tinggi yang didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2020 tentang Program Indonesia Pintar. Serta diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang peran pemerintah dalam menjamin akses pendidikan Tinggi. Program yang diluncurkan sebagai pengembangan dari Bidik Misi ini bertujuan mulia untuk membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi tidak menjadi penghalang bagi anak muda untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Terlepas dari implementasinya di lapangan, program ini seringkali menghadapi berbagai kendala dan kesenjangan yang perlu mendapat perhatian serius.
ADVERTISEMENT
Dalam pelaksanaannya, program KIP-Kuliah juga melibatkan berbagai pemangku kebijakan. Seperti Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) bertindak sebagai koordinator utama program. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) berperan sebagai pelaksana teknis yang mengatur mekanisme seleksi dan distribusi bantuan. Sementara itu, Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) bertanggung jawab dalam pengelolaan data dan pencairan dana kepada penerima manfaat. Dari sini diharapkan perguruan tinggi dapat melakukan kolaborasi dengan lembaga terkait untuk memaksimalkan penyaluran program kepada mahasiswa yang dianggap layak untuk mendapatkan bantuan tersebut.
Pada beberapa kejadian ditemukan penyalahgunaan KIP-Kuliah oleh beberapa penerima yang menggunakan bantuan tersebut dan menggunakannya tidak sesuai dengan fungsinya. Bantuan tersebut seringkali dimanfaatkan untuk kebutuhan non-akademik yang cenderung konsumtif seperti membeli gadget terbaru, fashion, hingga kebutuhan gaya hidup lainnya yang tidak berkaitan dengan kebutuhan perkuliahan. Dalam hal ini menunjukkan perlunya peningkatan pengawasan dan pengawalan terhadap penggunaan dana bantuan.
ADVERTISEMENT
Penyebab Kurang Optimalnya Implementasi
1. Distribusi informasi yang tidak merata
Walaupun program ini sudah dijalankan dari beberapa tahun lalu, masih banyak calon mahasiswa dari keluarga prasejahtera yang belum mengetahui dan memahami keberadaan serta prosedur pengajuan KIP-Kuliah. Kesenjangan digital dan minimnya sosialisasi di daerah terpencil atau daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) membuat program ini belum sepenuhnya menjangkau target yang telah ditentukan. Akibatnya, bantuan ini justru lebih mudah didapat oleh mereka yang relatif lebih mampu mengakses informasi. Hal ini terlihat dari dominasi penerima KIP-Kuliah yang berasal dari wilayah perkotaan atau daerah dengan akses internet yang memadai.
2. Terdapat permasalahan dalam verifikasi data penerima.
Sistem verifikasi yang ada belum sepenuhnya dapat menjamin seluruh penerima KIP-Kuliah merupakan calon mahasiswa yang benar-benar membutuhkan. Dalam beberapa kasus menunjukkan adanya penerima dari keluarga mampu yang berhasil mendapatkan bantuan, sementara siswa dari keluarga prasejahtera justru seperti semakin terpinggirkan. Awal permasalahan ini muncul karena adanya manipulasi data oleh sebagian calon penerima.
ADVERTISEMENT
Program KIP-Kuliah sebenarnya terobosan yang luar biasa dalam bidang pendidikan untuk demokratisasi pendidikan tinggi di Indonesia. Akan tetapi, tanpa adanya perbaikan sistemik dalam implementasinya, program ini justru akan berisiko menimbulkan kesenjangan baru alih-alih mengurangi kesenjangan yang ada. Sehingga diperlukan komitmen kuat dari semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga perguruan tinggi, dalam memastikan terwujudnya program ini benar-benar mencapai sasaran dan tujuannya.
Untuk mengatasi berbagai macam kesalahan yang muncul, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Pemerintah Daerah, dan Perguruan Tinggi perlu memberikan beberapa langkah perbaikan untuk dilakukan, seperti melakukan pembenahan pada sistem verifikasi data dengan memanfaatkan teknologi serta melakukan pemutakhiran data secara berkala untuk memastikan lebih akurat, apakah calon mahasiswa sebagai penerima program KIP-Kuliah benar-benar dianggap layak untuk mendapatkannya. Dari hal tersebut di harapkan mampu mengurangi kesenjangan akses pada pendidikan tinggi.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, keberhasilan program KIP-Kuliah tidak sekedar diukur dari berapa jumlah penerima bantuan, tetapi juga dari seberapa tepat sasaran implementasinya di lapangan. Hanya dengan memastikan ketepatan sasaran dan pemerataan akses, program ini dapa menjadi instrumen efektif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui pendidikan.