Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Anak Mengalami Bullying di Sekolah, Bagaimana Hukum Memberikan Perlindungan?
20 November 2024 19:09 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Daniel Sianturi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Anak adalah subjek dalam penegakan Hak Asasi Manusia. Pengakuan atas eksistensi anak sebagai subjek HAM yang sui generis (righst holders as sui generis) ditandai manakala Konvensi Hak Anak (KHA) dan telah diratifikasi oleh 193 negara. Dengan demikian pemerintah Indonesia yang merupakan salah satu negara yang meratifikasi KHA tersebut berkewajiban untuk mengambil semua langkah-langkah legislatif, administratif, sosial, dan pendidikan secara layak untuk melindungi anak-anak dari semua bentuk-bentuk manifestasi kekerasan.
ADVERTISEMENT
Kekerasan yang terhadap anak salah satunya adalah bullying. Bullying merupakan perilaku dengan karakteristik melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Perilaku bullying perlu mendapatkan perhatian serius mengingat akibat dari tindakan bullying terhadap korban akan menimbulkan dampak fisik maupun psikologis dan mengalami trauma yang berkepanjangan.
Dampak dari bullying yang mengkhawatirkan adalah dapat menyebabkan seseorang memiliki keinginan untuk bunuh diri, tidak dapat dipungkiri bahwa bullying memiliki dampak yang mengerikan terutama bagi mereka yang menjadi korban bullying secara berulang-ulang ataupun menjadi korban bullying fisik. Bullying fisik biasanya dapat dikenali dengan adanya tanda bekas kekerasan seperti luka. Selain bullying fisik, terdapat juga bullying verbal, jenis bullying ini lebih sulit diidentifikasi karena memang minimnya tanda-tanda yang dapat dilihat kasat mata untuk mengidentifikasi bullying verbal, meskipun tidak terlihat secara nyata, namun bukan berarti bullying verbal tidak berbahaya bagi korban.
ADVERTISEMENT
Pemberantasan bullying di lingkungan pendidikan pun masih menjadi pekerjaan berat bagi semua pihak di Indonesia. Bullying yang sudah dialami kebanyakan orang ini berdampak serius terhadap kejiwaan bahkan sampai pada fisik korban, maupun pelakunya. Saat ini sangat banyak kasus bullying di masyarakat, kasus bullying yang paling sering terjadi terhadap anak yaitu berada di lingkungan pendidikan/sekolah yang seharusnya menjadi wadah aman anak-anak untuk beraktivitas belajar dan berkembang.
Dampak dari bullying terhadap korban dapat berupa mengalami depresi dan hingga timbul rasa untuk mengakhiri hidup, tidak ingin pergi ke sekolah karena di sekolahnya ia akan dibully oleh pelaku. Kasus bullying di sekolah meningkat selama tahun 2024. Dikutip dari laman Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), data menunjukkan kekerasan anak pada awal 2024 sudah mencapai 293 kasus hingga September 2024.
ADVERTISEMENT
Pada september 2024, dunia maya digemparkan oleh kasus perundungan (bullying) yang terjadi di SMA Binus Simprug. Sebelumnya seorang siswa pindahan berinisial RE (16 Tahun) melaporkan kasus perundungan yang menimpa dirinya di sekolah. RE menyatakan bahwa dirinya telah dikeroyok dan ada indikasi pelecehan seksual yang dilakukan oleh teman-temannya. Kejadian itu terjadi pada tanggal 30 dan 31 Januari 2024. Sebelum itu, ia mengaku telah dirundung oleh teman-temannya sejak hari pertama sekolah di SMA swasta tersebut. Pada awalnya, RE mengatakan bahwa dirinya telah dikeroyok oleh tiga orang teman, digiring, dan dipertontonkan oleh 30 orang. Lalu, ia ditinggal di toilet dalam keadaan lemah.
Lantas, apa hukuman bagi pelaku bullying? Mengingat negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum yang merupakan upaya penegakan hukum dengan menempatkan hukum sesuai pada porsinya, hukum dapat melindungi seluruh warga negara masyarakat tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun. Terjadinya bullying di sekolah antara sesama siswa dimana pelaku adalah anak dibawah umur, sehingga dalam penanganan dan perlindungan hukumnya harus seimbang dan manusiawi. Hukum pidana itu sendiri berada dalam dua sisi. Sisi pertama, ketika hukum pidana konsisten ditegakkan, maka akan menjadi efek jera bagi pelaku kejahatan dalam masyarakat begitupun sebaliknya jika hukum pidana tidak ditegakkan muncul ketegangan di dalam masyarakat yang berpotensi akan melakukan pengadilan jalanan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban bullying di sekolah?
Dalam UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak tertuang di pasal 1 angka (2) yaitu perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Anak mempunyai suatu hak-hak yang harus diakui dan dilindungi negara serta pemerintah. Berdasarkan pasal 20 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali.
ADVERTISEMENT
Perlindungan terhadap korban bullying berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Kekerasan adalah setiap perbuataan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaraan, termasuk ancaman untuk melakukan perbuataan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 "Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak". Pada pasal ini yang menjadi acuan untuk kita untuk tidak melakukan kekerasan terhadap anak, hal ini jelas karena dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 16 ayat (1) yang berhubungan dengan hak yang dimiliki oleh anak, menyatakan bahwa :"Setiap anak berhak memperoleh perlindugan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi". Karena salah satu jenis bullying adalah bullying secara fisik, maka pasal ini merupakan pasal pelindung bagi anak untuk mencegah terjadinya kejahatan bullying, dan apabila kekerasan yang dimaksud dalam pasal ini tidak dijelaskan maka secara umum akan sampai pada pengertian kekerasan fisik. Kekerasan fisik yang dilakukan seringkali dapat dikenali dengan adanya bekas luka, namun tidak selamanya perundungan secara fisik hanya menimbulkan luka, perundungan secara fisik juga dapat menimbulkan dampak psikologis seperti trauma. Dapat disimpulkan bahwa bullying termasuk dalam bentuk kekerasan terhadap anak.
ADVERTISEMENT
Namun, mengingat diasumsikan bahwa pelaku juga masih berusia anak atau di bawah umur, maka perlu diperhatikan UU SPPA yang wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif. Pelaku anak yang melakukan bullying tersebut merupakan anak yang berkonflik dengan hukum yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi dalam hal tindak pidana diancam pidana penjara di bawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana.
Jika pelaku anak belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan seperti:
a. pengembalian kepada orang tua/wali;
b. penyerahan kepada seseorang;
c. perawatan di rumah sakit jiwa;
ADVERTISEMENT
d. perawatan di LPKS;
e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
f. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
g. perbaikan akibat tindak pidana.
Sementara itu, jenis pidana pokok bagi anak terdiri atas:
a. pidana peringatan;
b. pidana dengan syarat:
1. pembinaan di luar lembaga;
2. pelayanan masyarakat; atau
3. pengawasan.
c. pelatihan kerja;
d. pembinaan dalam lembaga; dan
e. penjara.
Kemudian jenis pidana tambahan terdiri atas perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan kewajiban adat. Patut dicatat, anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat, yakni paling lama 1/2 dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
ADVERTISEMENT
Upaya Prefentif
Dalam menyelesaikan permasalahan kejahatan khususnya kekerasan bullying ada banyak usaha-usaha penanggulangan yang dapat dilakukan. Baik upaya preventif maupun upaya represif, baik upaya yang dilakukan melalui jalur penal maupun melalui jalur non penal. Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana merupakan cara yang paling tua, setua peradaban manusia itu sendiri. Tindak kekerasan, termasuk di dalamnya bullying dapat di kategorikan sebagai tindak pidana. Dalam menanggulangi bullying tidak bisa lepas dari konsep penanggulangan tindak pidana pada umumnya.
Upaya mencegah dan mengatasi bullying di sekolah bisa dimulai dengan:
1) Menciptakan Budaya Sekolah yang Beratmosfer Belajar yang Baik. Menciptakan budaya sekolah yang beratmosfer belajar tanpa rasa takut, melalui pendidikan karakter, menciptakan kebijakan pencegahan bullying di sekolah dengan melibatkan siswa, menciptakan sekolah model penerapan sistem anti- bullying, serta membangun kesadaran tentang bullying dan pencegahannya kepada stakeholders sampai ke tingkat rumah tangga dan tempat tinggal.
ADVERTISEMENT
2) Menata Lingkungan Sekolah Dengan Baik.
Menata lingkungan sekolah dengan baik, asri dan hijau sehingga anak didik merasa nyaman juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan akan membantu untuk pencegahan bullying.
3) Dukungan Sekolah terhadap Kegiatan Positif Siswa. Sekolah sebaiknya mendukung kelompok-kelompok kegiatan agar diikuti oleh seluruh siswa. Selanjutnya sekolah menyediakan akses pengaduan atau forum dialog antara siswa dan sekolah, atau orang tua dan sekolah, dan membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas terhadap tindakan bullying.
Pencegahan bullying pada anak harus melibatkan berbagai pihak antara lain keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga sebagai orang terdekat anak memiliki kewajiban mendidik dengan pola asuh yang benar, menghindari pola asuh yang otoriter serta memberi contoh yang baik dalam perilaku dan perbuatan. Sekolah sebagai instansi yang dipercaya untuk memberikan pendidikan berjenjang bertanggung jawab mengontrol batasan hubungan antar siswa dan melakukan pengawasan terhadap kejadian bullying dalam lingkungan sekolah.
ADVERTISEMENT
Upaya yang Dapat Ditempuh
Selain melaporkan tindakan bullying ke polisi, sebagai informasi tambahan, jika masyarakat melihat, mendengar, atau mengalami tindak kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, dapat melaporkannya melalui hotline SAPA129 melalui telepon 129 atau WhatsApp 08111-129-129 yang dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Jika bullying terjadi di lingkungan sekolah, Anda dapat melakukan pengaduan ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Referensi:
Antonius P.S. Wibowo. Penerpanan Hukum Pidana dalam Penanganan Bullying di Sekolah. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019;
Oleh: Marianus Bakara (210200254), Ari Matthew Simanjuntak (210200256), Christian Manurung (210200549), Cristopel Sihombing (210200555), Daniel Sianturi (210200556)
ADVERTISEMENT
Mata Kuliah Klinik Perlindungan Perempuan dan Anak FH USU