Konten dari Pengguna

Pendidikan Inklusif: Mewujudkan Kesetaraan dalam Pembelajaran

Danish Natha Zeba
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Tanjungpura
6 Mei 2024 12:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Danish Natha Zeba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi pendidikan inklusih (sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi pendidikan inklusih (sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pendidikan merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara, dan semua individu berhak mendapatkan pendidikan yang sama tanpa memandang latar belakang mereka. Pendidikan inklusif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk mewujudkan pendidikan bagi semua anak. Hal ini mencakup prinsip “education for all”. Dengan membangun sistem pendidikan yang menghargai keberagaman dan tidak melakukan diskriminasi, pendekatan inklusif mendorong perubahan dan memperkuat nilai-nilai sosial dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap devaluasi dan sikap diskriminatif.
ADVERTISEMENT
Namun, sebagian siswa berpendapat bahwa masih ada stereotip gender, yang mempengaruhi pandangan tertentu terhadap siswa perempuan dan laki-laki di dalam pembelajaran maupun organisasi intra sekolah. Stereotip gender merujuk pada pandangan atau keyakinan umum yang secara luas diterapkan terhadap peran, karakteristik, atau perilaku yang dianggap umum atau tepat untuk pria atau wanita dalam suatu komunitas. Ini melibatkan persepsi dan harapan umum terkait kemampuan, sikap, dan peran sosial yang dianggap sesuai dengan jenis kelamin masing-masing, Misalnya seorang perempuan sering dianggap cenderung lemah, dan kurang memiliki semangat untuk bekerja keras. Di sisi lain, laki-laki sering dianggap sebagai individu yang memiliki kekuatan, dan kemampuan untuk bekerja keras.
ADVERTISEMENT
Beberapa siswa perempuan berbagi pengalaman merasa kurang diakui dalam kegiatan akademis seperti olahraga, dan siswa laki-laki juga menanggapi pengalaman dengan memberitahu bahwa laki-laki juga merasa kurang diakui dalam pembelajaran memasak. Di sisi lain, guru juga memberikan pengalaman bahwa siswa masih memilih kelompok berdasarkan gender. Hal menyusulkan kekhawatiran terkait kesetaraan dalam pembelajaran dan dampak negatif yang akan didapatkan dalam pembelajaran.
Faktor-Faktornya
Faktor-Faktor yang menghambat proses jalannya pendidikan inklunsif yaitu:
1. Kurangnya Sumber Daya Pengajar, Tidak bisa dipungkiri bahwa peran guru sangat signifikan bagi perkembangan potensi anak. banyak guru yang kurang berpengalaman serta kemampuan dalam mendidik para siswa-siswi, hal ini cukup menghambat kemajuan Pendidikan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
2. Fasilitas dan Infrastruktur, Tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang mendukung proses pembelajaran dan hal ini masih banyak terjadi di sekolah-sekolah yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Dalam masalah ini pihak pemerintah tidak boleh diam saja dalam menanggapi faktor ini karena untuk kemajuan Pendidikan inklusi seluruh pihak yang terkait.
3. Program pembelajaran, Program pembelajaran di sekolah inklusi diharuskan menyesuaikan kondisi untuk meningkatkan efisiensi pembelajaran.
Apa yang harus dilakukan?
Sekilas gambaran di atas memberikan imajinasi kekhawatiran kepada siswa-siswi tentang kesetaraan dalam pembelajaran. Namun, untuk membantu membangun lingkungan belajar inklusif yang baik dibutuhkan kerja sama antara berbagai pihak. Salah satunya adalah Guru, Guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan inklusi, tanpa bantuan dari pihak sekolah lainnya, pelaksanaan pendidikan inklusi tidak akan berjalan dengan optimal. Guru memainkan peran penting dalam mendukung siswa-siswi di kelas. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan dalam mengelola kelas dengan siswa yang berbeda latar belakang dan kemampuannya.
ADVERTISEMENT
Setiap pihak perlu bekerja sama dalam mengoptimalkan Pendidikan inklusi dengan saling memberikan kontribusi seperti membantu memberikan dana untuk pembangunan fasilitas dan infrastruktur, dan memberi dukungan moral bagi siswa-siswi dalam proses pembelajaran untuk membangun lingkungan sosial yang harmonis. Dalam pendidikan inklusif, guru harus memiliki keterampilan diferensiasi, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan metode, strategi, dan materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan peserta didik. Guru perlu memiliki kemampuan mendidik yang kuat dalam merancang dan menyampaikan pembelajaran yang beragam dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik. Mereka harus mampu mengidentifikasi gaya belajar, minat, dan kebutuhan individual peserta didik.
Praktik Terbaik dalam Pendidikan Inklusif
Pendekatan kolaboratif antar guru adalah salah satu model praktik terbaik dalam pendidikan inklusif. Guru-guru bekerja sama untuk merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang inklusif. Bahan ajar yang inklusif memperhatikan keberagaman peserta didik, Bahan ajar ini dirancang untuk dapat diakses dan dipahami oleh semua peserta didik, dengan memperhatikan gaya belajar, tingkat kemampuan, dan kebutuhan individu. Model praktik terbaik lainnya adalah penggunaan teknologi pendidikan yang inklusif. Teknologi pendidikan dapat digunakan sebagai alat bantu dalam mendukung pembelajaran peserta didik. Model ini menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, memperkuat keterampilan sosial, dan mendorong kerja sama tim.
ADVERTISEMENT
Dan yang terpenting adalah Pemberian pelatihan dan pengembangan profesional kepada guru adalah model praktik terbaik dalam pendidikan inklusif. Guru perlu diberikan pelatihan tentang pendekatan inklusif, strategi diferensiasi, manajemen kelas yang inklusif, dan pengelolaan kebutuhan khusus. Dengan peningkatan kompetensi ini, guru dapat lebih efektif dalam menghadapi keberagaman peserta didik di dalam kelas.
Evaluasi dan Peningkatan Implementasi Pendidikan Inklusif
Evaluasi merupakan langkah penting dalam implementasi pendidikan inklusif di Indonesia. Evaluasi dilakukan untuk mengukur efektivitas program, menilai pencapaian tujuan pendidikan inklusif, dan mengidentifikasi kelemahan yang perlu diperbaiki. Dengan melakukan evaluasi secara teratur, dapat diketahui progres implementasi pendidikan inklusif dan langkah-langkah perbaikan yang perlu diambil. Evaluasi melibatkan pengumpulan data dan informasi yang relevan tentang berbagai aspek pendidikan inklusif, seperti partisipasi peserta didik, kemajuan akademik, keterlibatan orang tua, dan dukungan guru.
ADVERTISEMENT
Evaluasi juga harus mencakup aspek pengelolaan dan alokasi sumber daya. Penting untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya dalam mendukung pendidikan inklusif. Dengan mengidentifikasi kebutuhan dan memperbaiki alokasi sumber daya, implementasi pendidikan inklusif dapat ditingkatkan secara signifikan. Salah satu strategi penting dalam evaluasi pendidikan inklusif adalah melibatkan semua stakeholder atau pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses pendidikan inklusif, termasuk guru, kepala sekolah, orang tua, ahli pendidikan khusus, dan peserta didik. Pendapat dan pengalaman mereka dapat memberikan wawasan berharga tentang kekuatan dan kelemahan program serta saran untuk perbaikan.
Peningkatan keberlanjutan program pendidikan inklusif juga perlu menjadi fokus dalam evaluasi. Program pendidikan inklusif harus dirancang dan diimplementasikan dengan cara yang dapat berkelanjutan dalam jangka panjang. Hal ini melibatkan pengembangan kebijakan yang mendukung, peningkatan kapasitas guru, dan pengadaan sumber daya yang memadai. Melalui analisis perbandingan, dapat ditemukan inspirasi dan pelajaran berharga yang dapat diterapkan di Indonesia untuk meningkatkan implementasi pendidikan inklusif.
ADVERTISEMENT
Danish Natha Zeba, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Tanjungpura