Konten dari Pengguna

Yurisdiksi Virtual Kebocoran Data Pribadi Facebook

Danrivanto Budhijanto
Pakar Cyberlaw Unpad, Bandung
6 April 2018 17:47 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Danrivanto Budhijanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada Kamis, 5 April 2018 akhirnya perwakilan Facebook memenuhi panggilan Menkominfo Rudiantara terkait laporan terbaru yang mengatakan ada satu jutaan data pribadi pengguna Facebook dari Indonesia yang disalahgunakan.
ADVERTISEMENT
Kebocoran data pengguna Facebook ke perusahaan Cambridge Analytica yang sebelumnya diperkirakan hanya 50 juta, ternyata angka terbarunya mencapai 87 juta dan pengguna Facebook di Indonesia masuk di dalamnya.
Lewat blog resmi pada Rabu, 4 April 2018 Chief Technology Office Facebook Mike Schroepfer mengungkap perusahaannya telah berbagi data hingga 87 juta dengan perusahaan konsultan politik Cambridge Analytica.
Sebagian besar jumlah pengguna yang terkena dampak berada di Amerika Serikat, namun yang paling mengejutkan ternyata dari data yang disajikan oleh Chroepfer dimuat nama Indonesia di daftar negara yang data penggunanya dibagi ke Cambridge Analytica.
Pengguna Facebook yang datanya ‘bocor’ jumlahnya cukup banyak yaitu 1.096.666 atau sekitar 1,3% dari total 87 juta. Angka tersebut membuat Indonesia berada di urutan ketiga setelah Filipina dan Amerika.
Daftar negara yang alami kebocoran data Facebook. (Foto: Facebook)
Menkominfo Rudiantara dan Facebook dalam pertemuan di atas telah menyimpulkan bahwa Facebook harus mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia; Facebook berkoordinasi dengan Polri terkait penyalahgunaan data pribadi; Facebook harus melakukan shutdown aplikasi kuis serupa Cambridge Analytica; dan meminta masyarakat untuk 'puasa' atau ‘diet’ aktivitas di media sosial.
ADVERTISEMENT
Facebook adalah media sosial (medsos) berbasis platform Big Data. Big Data memiliki karakter yang masif dan eskalatif karena kemudahan dan kecepatan akses teknologi informasi atau media internet. Hanya dengan sekali sentuh maka dapat disebarkan data digital secara meluas dan berubah dalam berbagai format dalam waktu yang singkat.
Pemerintah RI karenanya berupaya mendorong dan melindungi insan media sosial untuk tetap aman dan nyaman berselancar di dunia virtual, melalui instrumen legislasi yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE 2008) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE 2016).
Pemerintah wajib untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia di dunia virtual atau cyberspace. Pemerintah dengan legislasi di atas melakukan tata hukum dan tata kelola yurisdiksi virtual. Negara tetap memiliki yurisdiksi virtual yang tidak dapat dikurangi dan tidak boleh ada tindakan yang merugikan tanpa dikenakan sanksi hukum. Keadilan hukum dan keadilan sosial menjadi platform utama dari diberlakukannya keadilan virtual.
ADVERTISEMENT
1. Yurisdiksi Virtual dalam Perlindungan Data Pribadi
Penerapan rezim yurisdiksi virtual menjadi keniscayaan dalam mengatur dan mengendalikan interaksi dan transaksi di dunia virtual. Yurisdiksi virtual mendasarkan kepada akses dan kontrol terhadap dunia virtual, terlebih lagi dalam perlindungan data pribadi.
Yurisdiksi tidak lagi berdasarkan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dari suatu negara. Teknologi internet yang memiliki konektivitas menjadikan yurisdiksi bersifat borderless, ketiadaan batas wilayah kedaulatan menjadi tidak sederhananya menerapkan hukum berbentuk legislasi dan regulasi.
Penggunaan teknologi internet di dunia merupakan fenomena global yang luar biasa. Riset dari Internet World Stats (IWS) sampai dengan bulan Maret pada 2017 ditemui fakta dan data bahwa pengguna internet di dunia adalah 3.739.698.500 dari keseluruhan populasi penduduk sejumlah 7.519.028.970 jiwa.
ADVERTISEMENT
Pengguna internet terbanyak adalah di kawasan Asia yang mencapai lebih dari 1 miliar pengguna dengan 50,1% dari keseluruhan pengguna internet di dunia yaitu 1.874.136.654, di mana pada tahun 2006 ”baru” sejumlah 364.270.713 pengguna (pertumbuhan 1.539,6 % semenjak 2000-2017).
Pengguna internet terbesar kedua adalah Eropa yaitu 636.971.824 yang pada 2006 adalah sejumlah 290.121.957 pengguna, kemudian diikuti oleh Amerika Latin/Kepulauan Karibia yaitu sejumlah 385.919.382 padahal pada 2006 masih 79.033.597 pengguna, Afrika dengan pengguna sejumlah 353.121,578 yang melonjak luar biasa dari tahun 2006 yang hanya 22.737.500, dan berikutnya adalah kawasan Amerika Utara yaitu sejumlah 320.068.243 di mana pada 2006 sempat di posisi ketiga dengan 225.801.428 pengguna (dengan pertumbuhan hanya 8,6 % semenjak 2000-2017); Timur Tengah dengan 141.931.765 pengguna dimana pada tahun 2006 sejumlah 18.203.500 pengguna; dan yang terakhir adalah kawasan Oceania/Australia sebanyak 27.549.054 pengguna dengan dibandingkan dengan tahun 2006 sejumlah 17.690.762 pengguna.
ADVERTISEMENT
Keseluruhan pengguna internet dunia kini mencapai pertumbuhan hampir 936% semenjak tahun 2000-2017. Fakta dan data dari IWS memberikan pemahaman bahwa penggunaan internet menjadi ultra-masif sehingga perlunya identifikasi dan konstruksi obyektif dari karakter pemanfaatan teknologi informasi melalui internet yang berbasis yurisdiksi virtual.
Pertama, internet memiliki karakter global dan tidak mengenal batas negara. Kedua, setiap pengguna internet dapat melakukan komunikasi secara interaktif end-to-end bahkan dapat melakukan kegiatan penyiaran (video real time) dengan biaya yang relatif rendah serta sanggup secara mandiri terkodekan (encryption) seperti WhatsApp dan Telegram.
Ketiga, tidak ada satupun yang dapat mengklaim dirinya “pemilik” internet yang merupakan gabungan beratus-ratus ribu jaringan dan platform. Keempat, pertumbuhan yang luar biasa dari pengguna internet dan perkembangan yang cepat pada teknologi internet itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Kelima, internet tidak berada dalam lingkup pengaturan suatu pemerintahan negara atau organisasi tertentu sehingga dibutuhkan kerjasama internasional dalam upaya mengatasi permasalahan-permasalahan hukum yang muncul. Hal-hal dimaksud menjadikan teknologi internet sebagai sesuatu yang unik, sehingga perlu dicarikan pengaturan atau hukum yang dapat diterapkan secara optimal dalam kegiatan teknologi informasi di yurisdiksi virtual.
Internet User in the Wolrd (Foto: .internetworldstats.com)
2. Perlindungan Privasi dalam Konstitusi dan Legislasi
Terminologi ”informasi” menurut pengertian kebahasaan adalah penerangan; keterangan; kabar atau pemberitahuan. Pengertian dimaksud sangatlah jarang dipahami pada hari ini. Seringkali dengan mudah informasi dimengerti sebagai isi atau muatan dari dokumen yang sehari-hari dapat ditemui. Informasi yang disampaikan melalui media cetak dan media elektronik adalah salah satu contohnya.
Masyarakat Indonesia pada hari ini merupakan komunitas yang sangat haus akan informasi digital apapun yang muncul di layar dawai pintarnya (smartphone) melalui media sosial, kalaulah tidak ingin dikatakan sebagai “social media-junkies“.
ADVERTISEMENT
Bergulirnya reformasi semenjak tahun 1998 mendorong bergeraknya bandul informasi ke arah kebebasan yang hampir tanpa kendali, di mana sebelumnya informasi menjadi barang yang mahal bahkan terkadang menjadi sesuatu yang tidak “halal”.
Dilakukannya beberapa kali perubahan atas Undang-Undang Dasar 1945 dan disahkannya Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia memberikan kontribusi bagi perlindungan hak-hak mendasar bagi warga masyarakat Indonesia. Pasal 28F dari Amandemen Kedua Undang-Undang Dasar 1945 memuat bahwa:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Kebebasan memperoleh informasi memiliki keterkaitan yang sangat erat dari pemahaman hak-hak pribadi atau hak-hak privat atau hak-hak privasi (privacy rights). Kebebasan memperoleh informasi adalah hak asasi yang harus berakhir apabila muncul garis embarkasi perlindungan terhadap hak-hak pribadi. Sehingga perlindungan hak konstitusional informasi sebagaimana dimuat Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 perlu pula dipahami dengan amanat konstitusi lainnya yang juga dimuat dalam Pasal 28J UUD 1945 Ayat (2):
ADVERTISEMENT
“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Bahkan di negara seliberal Amerika Serikat, kebebasan memperoleh informasi tidak diperkenankan melanggar hak-hak pribadi dari seseorang. Ketika Freedom of Information Act diundangkan pada tahun 1974, pada tahun yang bersamaan diundangkan pula Privacy Act oleh Pemerintah Amerika Serikat.
Masyarakat internasional sendiri memberikan pengakuan kepada perlindungan hak-hak pribadi. Privacy merupakan hak asasi manusia, sebagaimana dimuat dalam Pasal 12 dari The Universal Declaration of Human Rights-1948 yaitu:
ADVERTISEMENT
“No-one should be subjected to arbitrary interference with his privacy, family, home or correspondence, nor to attack on his honor or reputation. Everyone has the right to the protection of the Law such interferences or attacks.”
Sulit untuk ditemui definisi yang universal untuk menjelaskan apakah yang dimaksud dengan “privacy”. Privacy berkaitan dengan beragam bentuk dari bagaimana seorang manusia memberikan akses kepada orang lain untuk mendapatkan informasi pribadinya, mengambil bagian dari kepemilikan pribadi dan keputusan pribadi.
Privacy dipahami pula sebagai suatu keadaan untuk bebas dari perhatian publik yang dapat mempengaruhi atau mengganggu tindakan seseorang atau keputusan yang diambilnya. Dalam perkembangannya, privacy tidak saja dilindungi oleh hukum tapi juga termasuk oleh norma-norma budaya, etika dan praktik-praktik bisnis/profesional.
ADVERTISEMENT
Hak-hak pribadi atau hak-hak privat (Privacy Rights) dapat diartikan sebagai hak otonomi yang dimiliki oleh seseorang. Masyarakat memiliki kewajiban untuk menciptakan perlindungan atas pelanggaran hak berupa pengungkapan (disclosures), publikasi (publicity) dan gangguan terhadap penentuan keputusan pribadi maupun identitasnya.
Di Amerika Serikat, “privacy” dan “privacy rights” memiliki nilai yang luar biasa tingginya. Perlindungan terhadap hak-hak pribadi atau hak-hak privat akan meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan; meningkatkan hubungan antara individu dan masyarakatnya; meningkatkan kemandirian atau otonomi untuk melakukan kontrol dan mendapatkan kepantasan; meningkatkan toleransi dan menjauhkan dari perlakuan diskriminasi serta membatasi kekuasaan pemerintah.
Fenomena ‘privacy’ sebagaimana diuraikan menunjukan salah satu argumentasi pentingnya pengaturan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pemahaman hukum sebagai penerapan rezim yurisdiksi virtual.
ADVERTISEMENT
Peningkatan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau dikenal pula dengan Information and Communication Technology (ICT), khususnya melalui kegiatan telekomunikasi secara terus menerus mengubah perekenomian lokal, nasional, regional dan internasional menjadi ekonomi berjaringan yang merupakan dasar bagi terbentuknya masyarakat informasi.
Perlindungan legislasi di Indonesia untuk privasi di dunia virtual mendasarkan kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE 2008) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE 2016) yaitu:
Pasal 26
Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah.
Penjelasan Pasal 26:
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
a. Hak pribadi merupalan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
3. Perlindungan Data Digital dalam Konstruksi Regulasi
Pemanfaatan media digital saat ini menjadi simbol dari evolusi akhir manusia, yaitu dari Homo Erectus menjadi Homo Informaticus. Manusia yang tadinya cukup berdiri tegak, menjadi manusia yang setiap bangun tidur langsung update statusnya di media sosial.
Apalagi dengan semakin meluasnya pengguna dawai pintar (smartphone) dan mudahnya akses internet yang cepat. Evolusi menjadi Homo Informaticus inilah yang membuat perilaku dan budaya masyarakat yang ingin selalu eksis dunia virtual/siber.
ADVERTISEMENT
Sosial media menjadi kebutuhan supra primer yang akut bahkan menjadi ketagihan, dan sudah pasti berujung kepada keceriaan sekaligus juga kekisruhan. Sering kali kita lupa dunia virtual tidaklah sama dengan dunia faktual/nyata.
Media sosial membuat penggunanya mampu berinteraksi aktif tidak hanya tekstual namun sekaligus audio visual. Tidak pernah terbayangkan 5 tahun yang lalu, kita dapat bertukar video secara langsung (real time) dan sekaligus bisa diakses oleh banyak orang melalui dawai (gadget).
Sosial media menjadi “buku menitan” (bukan lagi buku harian alias diary), setiap menit selalu update dan comment terhadap apapun yang dirasa, apapun yang dipikirkan, apapun yang dilihat, dan apapun yang dilakukan baik oleh diri pribadi maupun orang lain.
ADVERTISEMENT
Terlebih lagi jika dia seorang public figure, artis, intelektual, politisi yang begitu banyak “peminat dan pengikut” sosial medianya. Kita akan sedih jika dianggap kurang update (kudet) dan begitu gembiranya jika begitu banyak yang memberi komentar di akun sosial medianya dan memberikan simbol “suka” atau “like”, sekaligus “suscribe” sebagai bukti eksistensi virtualnya.
Interaksi sosial media yang melibatkan data digital perlu diatur perlindungannya lebih lanjut melalui regulasi dengan mendasarkan norma legislasi sebagaimana yang dimuat dalam UU ITE 2008 dan 2016. Menteri Komunikasi dan Informatika RI pada tanggal 7 November 2016 telah menetapkan dan mengundangkan untuk berlaku pada tanggal 1 Desember 2016 regulasi perlindungan data digital yaitu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
ADVERTISEMENT
Norma-norma regulasi yang dimuat dalam Permenkominfo dimaksud antara lain sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Diet Media Sosial
Dalam akhir kesimpulan pertemuan Menkominfo dengan Facebook diajak masyarakat untuk 'puasa' atau ‘diet’ aktivitas di media sosial (medsos). Puasa dan diet seperti apa yang bisa dilakukan dalam aktivitas di medsos? Mari kita ikuti tips sederhana diet medsos zaman now yaitu Tepat 3-J ‘Tepat Jumlah-Tepat Jadwal-Tepat Jenis’:
Jumlah
Pastikan jumlah akun medsos sesuai dan seimbang dengan kebutuhan asupan personal, sosial, dan transaksional setiap harinya. Sehingga terhindar dari obesitas akun media sosial yang berdampak mudah lelah.
Jadwal
Pastikan jadwal mengakses medsos pada waktu yang tepat untuk mencerna tiap harinya, sehingga kebutuhan untuk tetap eksis terjaga dengan efisien dan kadar hoax tidak melonjak.
Jenis
Pastikan jenis medsos adalah komposisi yang seimbang sesuai dengan usia dan lingkungan, sehingga terhindar dari gangguan metabolisme perasaan dan potensi bocornya data pribadi.
Ilustrasi Facebook (Foto: AFP PHOTO / Christophe Simon)
ADVERTISEMENT