Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dampak Kampanye Pemilu di Sekolah bagi ASN
14 November 2023 15:01 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Darman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD serta DPD pada 14 Februari 2024. Pemilihan umum adalah proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik di negara Indonesia. Menurut UU No.7 pasal 348-350 tahun 2017, pemilih adalah warga negara Indonesia yang sudah genap berusia 17 tahun atau lebih, baik sudah kawin atau belum dan pernah kawin.
ADVERTISEMENT
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kini memperbolehkan tempat pendidikan seperti Universitas hingga Sekolah menjadi lokasi kampanye bagi peserta pemilu 2024. Oleh beberapa kalangan keputusan tersebut dinilai tepat lantaran tempat pendidikan utamanya kampus dianggap menjadi lokasi yang cocok untuk menguji gagasan para peserta pemilu.
Dilihat dari putusan MK tersebut kalau melihat aturan, bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) harus netral dari dukung dan mendukung terhadap pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah serentak di tahun 2024. Terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Negara (ASN) dalam penyelenggaraan Pemilu Umum, yang mana untuk menjaga dan menjamin netralitas.
Hal ini seolah-olah ASN dibenturkan terhadap potensi adanya permasalahan, kepentingan, dan gangguan untuk menjamin terjaganya netralitas. Mengapa demikian, karena tempat Pendidikan merupakan ruang lingkup ASN. Walaupun beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam proses kampanyenya yaitu tidak diperbolehkan ada atribut tapi hal ini, akan menimbulkan kerawanan-kerawanan yang mendorong ASN untuk keberpihakan kepada kontestan yang hadir ke tempat tersebut.
ADVERTISEMENT
Tidak menutup kemungkinan juga malah terjadinya suatu kerja sama. Sebagai makhluk sosial, sudah sepatutnya setiap manusia saling membantu dan bekerja sama. Mau tidak mau, suka atau tidak suka kalau tempat pendidikan dijadikan tempat kampanye ya semua pihak harus legowo apa yang harus diambil sikapnya oleh ASN.
Charles H. Cooley, sosiolog Amerika, berpendapat bahwa kerja sama akan timbul jika individu menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan yang sama dan sekaligus memiliki pengetahuan yang cukup serta kesadaran atas diri sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut.
Kampanye pemilu di tempat pendidikan sepertinya mengganggu dan menimbulkan dampak yang tidak baik atau dampak negatif terhadap netralitasnya ASN yang ada di tempat Pendidikan (Sekolah). Menurut saya memang sebaiknya jangan ada kampanye pemilu di tempat pendidikan, agar tempat pendidikan tanpa mengorbankan para pendidik (ASN) yang tulus mendidik atau mengajar. Untuk ASN hal ini, bagai makan buah simala kama.
ADVERTISEMENT
Mencatat, pada pemilu sebelumnya terdapat pelanggaran pidana yang melibatkan guru sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kampanye di sekolah, seperti yang terjadi di sebuah SMP di Jakarta Barat pada 2018. Ada juga kasus guru terlibat penyebaran hoaks pada Pemilu 2019. Dengan catatan inilah harusnya pemerintah lebih respons jangan ada kampanye pemilihan Umum di tempat Pendidikan (Sekolah), apa yang terjadi di lapangan keterkaitan netralitas sulit untuk dihindari dari praktik-praktik dukung-mendukung.
Dengan temuan-temuan adanya ketidaknetralitasan ASN yang menimbulkan kegaduhan dan permasalahan tersebut seharusnya pemerintah mencari pemecahan atau jalan keluar bagaimana supaya ASN tidak terjebak dengan politik praktis.