Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
8 Keunikan Kehidupan Santri Gontor
19 April 2018 14:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Darmawan Hadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mesjid Pondok Pesantren Modern Gontor (dok: pribadi)
Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) adalah salah satu pondok pesantren yang terletak di Desa Gontor, Kabupaten Ponorogo. PMDG didirikan pada tahun 1926 dan terkenal dengan sistem pendidikan pesantren modern dengan menerapkan disiplin yang tinggi, leadership, serta penguasaan bahasa asing (Arab dan Inggris).
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini saya berkesempatan mengunjungi Pondok Gontor Pria dan tinggal disana selama lima hari. Dari kunjungan tersebut, saya menemukan delapan keunikan kehidupan para santri yang jarang terkespos ke publik.
1. No Bag
Pada umumnya anak sekolahan akan selalu membawa tas untuk membawa buku dan alat tulisnya. Namun kebiasaan tersebut tidak terlihat dalam keseharian para santri Pondok Modern Gontor Pria. Segala peralatan alat tulis atau peralatan ibadah lainnya dibawa menggunakan tangan atau jika berjumlah banyak akan menggunakan plastik kresek.
2. No Hand Phone
Seluruh santri tidak diperbolehkan membawa telepon genggam ke dalam pondok pesantren. Warung Telpon (Wartel) menjadi satu-satunya media komunikasi ketika mereka ingin melepas rindu dengan kedua orang tuanya. Santri yang ditemukan membawa telepon genggam akan mendapat hukuman digundul dan pemanggilan orang tuanya.
ADVERTISEMENT
3. Hukuman Gundul, Jundi, atau Jasus
Santri sedang digundul dan dijundi (sumber: https://i2.wp.com/pontren.com)
Dalam kehidupan santri di Pondok Modern Gontor Pria, terdapat dua jenis pelanggaran. Pertama yaitu pelanggaran bahasa. Tidak menggunakan bahasa yang sedang berlaku pada minggu tertentu misalnya bahasa masuk dalam kategori pelanggaran ini. Mencampur antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia juga akan dicatat sebagai satu pelanggaran. Begitupun halnya ketika minggu Inggris tengah berlangsung. Mereka diharuskan menggunakan bahasa Inggris seratus persen dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali.
Kedua adalah pelanggaran disiplin. Terlambat, keluar komplek pesantren tanpa izin, dan pelanggaran lain yang telah ditentukan sesuai dengan aturan yang ada di pesantren akan masuk dalam kategori pelanggaran disiplin.
ADVERTISEMENT
Umumnya hukuman yang diberikan bagi para santri yang melakukan pelanggaran berupa hukuman Jundi (setengah gundul) atau gundul/plontos. Hukuman akan ditentukan oleh Mahkamah yaitu panitia yang bertugas memberikan evaluasi dan menentukan jenis hukuman. Bagi para santri yang kembali melakukan pelanggaran ketika rambutnya belum tumbuh akibat dari hukuman sebelumnya, maka dia akan dikenakan piutang hukuman gundul. Dia akan digundul kembali ketika rambut barunya tumbuh. Mahkamah disiplin juga tidak jarang memberikan hukuman penugasan Jasus kepada para santri.
4. Agen Rahasia alias Jasus
Para Jasus sedang menghadap petugas keamanan menyetor hasil pelaksanaan hukuman (sumber: dok. pribadi)
Bentuk hukuman lain bagi santri yang melakukan pelanggaran yaitu penugasan menjadi agen rahasia atau disebut dengan istilah Jasus (mata-mata) di kalangan para santri. Jasus diberikan misi untuk mematai-matai santri lain dan melakukan pencatatan pelanggaran yang dilakukan. Biasanya seorang Jasus memiliki target mengumpulkan tiga pelanggaran oleh tiga pelaku. Jasus menjadi momok bagi santri lainnya karena sifat kerahasiaan misi yang diembannnya dan sulitnya mengidentifikasi keberadaan Jasus. Tidak jarang tanpa disadari ternyata teman sekamar sedang mendapat misi khusus sebagai Jasus sehingga membuat setiap santri selalu alert untuk tidak melakukan pelanggaran baik pelanggaran bahasa maupun pelanggaran keamanan (disiplin).
ADVERTISEMENT
5. Minggu Arab dan Minggu Inggris
Dua santri sedang berkomunikasi bahasa Arab (sumber foto: dok. pribadi)
Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari di dalam pondok pesantren, para santri diwajibkan menggunakan dua jenis bahasa yaitu bahasa Arab dan Inggris. Dalam satu bulan, dua minggu didedikasikan untuk bahasa Arab dan dua minggu berikutnya menggunakan bahasa Inggris.
Bagian penerangan yang diawaki para santri akan mengumumkan saatnya minggu Arab dimulai. Setelah berlangsung dua minggu, petugas penerangan kembali akan mengumumkan berkahirnya minggu Arab dan diganti dengan minggu Inggris. Selama minggu Arab atau Inggris berlangsung, masing-masing santri diwajibkan menghapal tiga kosa kata per hari. Pengawasan penggunaan bahasa akan dilakukan oleh teman-teman mereka sendiri yang tengah bertugas sebagai Jasus (agen rahasia). Bagi mereka yang melakukan pelanggaran akan mendapatkan hukuman sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
6. Lemari dan Kasur Tidak Boleh Berpindah Kepemilikan
Setiap santri ditempatkan di asrama sesuai dengan tingkatannya. Santri kelas satu masuk asrama Gedung Baru Sigor. Kelas dua dan kelas tiga (tingkat SMP) masuk Asrama Sigor. Kelas satu intensif (tingkat SMA) masuk Gedung Baru Kibar. Kelas tiga intensif dan kelas 4 akan masuk Gedung Kibar. Sementara kelas lima yang notabene adalah pengurus asrama dan kelas enam yang bertugas sebagai pengurus OPPM (OSIS) memiliki kamar masing-masing sesuai dengan jabatannya di organisasi tersebut.
Perpindahan kamar akan dilakukan setiap enam bulan sekali baik di asrama yang sama maupun pindah ke asrama baru ketika saat kenaikan kelas tiba. Setiap santri yang berpindah kamar harus membawa serta perlengkapannya seperti lemari dan kasur ke kamar barunya. Dan hal itu terus berlangsung dengan aturan yang sama hingga santri selesai menempuh pendidikan. Setiap santri akan mempergunakan lemari atau kasur yang sama sejak masuk hingga selesai mondok.
ADVERTISEMENT
7. Setrika Baju Pakai Kamus Oxford
Para santri tidak diperbolehkan membawa setrika masuk ke dalam asrama. Karenanya merapikan pakaian menjadi tantangan tersendiri para santri. Mereka harus bisa mencari cara lain selain mnggunakan setrika. Dalam kondisi tersebut, para santri tidak kehabisan akal. Beberapa santri menuturkan bahwa mereka merapikan baju dan sarung mereka menggunakan buku atau kamus yang berukuran besar seperti kamus Oxford. Caranya adalah dengan menempelkan atau menindih lipatan baju atau sarung dengan Oxford selama semalaman. Teknis lainnya yaitu menggunakan bekas kartun yang diperoleh dari pembelian pakaian baru yang kemudian disimpan untuk melipat baju yang hendak dipakai pada keesokan harinya.
8. Penggunaan Sajadah
Santri menaruh sajadah di pundak sebelah kanan (sumber foto: dok. pribadi)
ADVERTISEMENT
Sajadah selalu menjadi bagian keseharian para santri. Setiap santri diwajibkan membawa sajadah khususnya ketika waktu sholat berjamaah tiba. Penggunaan sajadah memiliki kekhasan tersendiri tergantung pada posisi dalam asrama (pengurus/non-pengurus). Pengurus akan menggunakan sajadah ukuran besar. Sementara penghuni biasa akan menggunakan ukuran yang lebih kecil.
Selain itu peletakan sajadah juga akan ditentukan oleh jabatan tertentu dalam organisasi santri. Khusus bagi mereka yang duduk sebagai petugas keamanan, diwajibkan menggunakan sajadah ukuran besar dan diletakkan di bagian pundak sebelah kiri. Sementara santri lainnya meletakkan sajadah mereka di pundak sebelah kanan.